Pages

Senin, 17 Oktober 2005

Orang Desa Dan Kota

Senin, 17 Oktober 2005


Masalah yang selalu dihadapi orang desa dari waktu-kewaktu adalah
masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Begitulah sehingga Badan Pusat
Statistik kita perlu untuk mengkelompokkan penduduk menjadi penduduk
desa (rural) dan penduduk kota (urban).
Mungkin pengelompokan itu dapat berubah menjadi orang yang
berpendidikan dengan orang yang tidak berpendidikan. Tetapi tetap
bermuara pada desa dan kota. Orang yang berpendidikan banyak terdapat
di kota sedangkan di desa banyak orang yang tidak berpendidikan.



Karena keterbelakangannya itu orang desa yang tidak berpendidikan
sering menjadi obyek dari orang kota yang berpendidikan. Ada saja ulah orang
kota membohongi orang desa untuk mendapatkan keuntungan. Sebut saja
Paijo (bukan nama sebenarnya) tetangga pembantu saya di rumah. Paijo
adalah korban dari oknum kepolisian yang terlibat narkoba. Ceritanya,
suatu saat Paijo didatangi orang yang berseragam Polisi. Paijo ditawari
akan diberikan sejumlah uang yang menurut ukurannya banyak sekali.
Masih ditambah lagi, biaya hidup keluarganya akan ditanggung selama
menjalankan tugas yang ditawarkan Polisi tersebut.



Ternyata Polisi tadi menyuruh Paijo mengakui semua perbuatan yang
dilakukan Polisi di pengadilan dan otomatis Paijo akan menerima hukuman
beberapa tahun sebagai konsekuensinya. Tanpa pikir panjang Paijo
menerima tawaran Polisi tadi. Untuk beberapa tahun dia sudah tidak
kuatir akan nasib keluarganya, dirinya sendiripun dapat makan gratis di
penjara pikirnya.



Sungguh luar biasa praktek hukum di negeri kita ini. Uang mengalahkan
kebenaran dan keadilan. Praktek semacam ini terjadi dari tingkat yang
paling kecil sampai tingkat yang paling tinggi. Yang paling tinggi,
akhir-akhir ini bnyak diberitakan di media masa. Lembaga tertinggi
pengadilan
kita terkena kasus suap. Di lembaga peradilan tertinggi itu ternyata
keputusan benar atau salah dapat dibeli dengan sejumlah uang. Setiap
orang, yang seharusnya bersalah, dapat dengan mudah mendapatkan
keputusan bebas dari pengadilan tertinggi tersebut asal membayar
sejumlah uang yang ditentukan dari tawar-menawar sebelumnya



Sudah menjadi nasib orang desa yang tidak berpendidikan yang miskin
menjadi obyek. Kenyataan ini sangat mengenaskan ketika melihat mereka
ngantri untuk mendapatkan bantuan kompensasi kenaikan harga BBM dengan jumlah
yang menurut orang-orang kaya di kota hanya cukup untuk biaya potong
rambut di salon. Tetapi bagi mereka, orang-orang desa, miskin dan tidak
berpendidikan jumlah tersebut adalah biaya hidupnya dan keluarganya
satu bulan. Sehingga mereka harus berjuang untuk mendapatkannya bahkan
dengan nyawa kalo perlu.







2 komentar:

12duadua © 2014