Pages

Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 November 2008

Menjadi Bagian dari Solusi

Rabu, 26 November 2008

Seorang warga Amerika Serikat Peter Miller menyewa konsultan untuk melakukan diet energi di rumahnya. Penggunaan energinya di audit. Kemudian dianalisa. Lalu ditentukan formasi alat rumah tangga yang tepat agar penggunaan energi listriknya optimal.

Miller perlu melakukan itu karena ingin berperan menekan laju kerusakan iklim akibat pemborosan energi. Ia mengatakan, "Perubahan iklim bukan sekedar tentang cerobong asap dan gletser yang mencair. Perubahan iklim juga tentang individu seperti kita. Karena kita memainkan peran yang lebih besar dalam mengubah iklim Bumi daripada yang mungkin kita pikirkan. Namun kita juga dapat menjadi bagian dari solusi."

Di pinggiran Depok, Eddy Djamaludin juga mempunyai kesadaran yang sama. Ia merasa, manusia sekarang sedang menghadapi masalah iklim dan lingkungan. Udara semakin panas, banjir, polusi, sampah dan lain-lain. Jika masalah itu tidak segera diselesaikan akan berakibat tidak baik pada kelangsungan hidup manusia.

Eddy juga menengok pada ajaran agama yang dianutnya. Ia yakin solusi tidak akan diperoleh jika bukan manusia sendiri yang mengusahakannya. Ia juga percaya bahwa setiap manusia mempunyai tanggung jawab terhadap lingkungan karena manusia adalah khalifah di bumi.

Bersama keluarga dan kerabatnya, Eddy bertekad menciptakan tempat tinggal yang ramah lingkungan.

Suatu saat ada sekolah TK yang tertarik untuk mengadakan kegiatan menanam pohon di tempat itu. Seratus anak direncanakan datang, masing-masing membawa satu bibit tanaman. Namun, pada hari pelaksanaan satu anak tidak bisa ikut karena sakit sehingga hanya 99 bibit yang ditanam. Jadilah tempat itu dinamakan Kampung 99 Pepohonan.

Sekarang kampung itu sudah rimbun, banyak pohon tumbuh di sekitar rumah-rumah mereka, udara sejuk yang langka itu bisa dinikmati dengan mudah. Yang lebih membahagiakan bagi Eddy adalah ternyata banyak burung dan hewan lain yang datang. "Lihat tuh tupai pun senang berada disini," katanya sambil menunjuk pada sepasang tupai yang berkejaran di ranting pohon.

Tidak hanya hewan, manusia pun banyak yang ingin merasakan kenikmatan berada di kampung itu. Sesekali, keluarga Eddy harus mengalah tidur di rumah saudaranya yang lain karena rumahnya dipinjam pengunjung. Kampung 99 Pepohonan telah menjadi alternatif wisata bagi keluarga.

Gambar pinjam dari ALiF

Selasa, 16 September 2008

Apa yang bisa kita buat?

Selasa, 16 September 2008
Sumbangan kecil ini hanya akan berarti jika anda menanam dan merawatnya
(tag pada souvenir itu)

Sudah kali kedua, aku menerima souvenir berupa tanaman hidup. Yang pertama saat temenku menikah, dan kali ini aku terima saat acara Eagle Award, Gala Premiere.

Ada temen media yang heran, "Ini tamanam sungguhan," katanya. Wajar saja, saat pertama kali menerima souvenir semacam ini, aku juga surprise banget. Secara tujuan, souvenir ini sangat mengena. Souvenir kan tujuannya agar selalu dikenang. Kalau benda mati, mungkin setelah diterima langsung ditaruh, lalau dibiarkan. Yang ini, harus ditanam dan dirawat. Masih ada interaksi secara rutin. Pas kebetulan yang ngasih berkunjung, bisa dilihat sama-sama bagaimana perkembangannya.

Oh ya. Kedua souvenir hidup yang aku terima sama adalah bibit Adenium. Dilihat dari bentuk dan daunnya, kayaknya satu jenis (kayaknya? soalnya nggak ngerti dunia tanaman).

Tas, wadah souvenir itu juga punya semangat yang sama, USE ecofriendly bags. Kalau tas semacam ini, banyak disebar, akan menghemat tas plastik, atau, bahkan bisa menghapus tas pencemar lingkungan itu, dari peradaran (ah teori, hehehe...).

Aku terharu melihat lima film dokumenter yang menjadi finalis kompetisi itu. Semuanya bercerita tentang inisiatif seseorang untuk melestarikan lingkungan. Dan semuanya berawal dari bencana yang mereka alami. Prahara Tsunami Bertabur Bakau, cerita Baba Akong yang gigih menanam bakau setelah daerah tempat tinggalnya terkubur akibat tsunami.

Buah Yang Menunggu Mati, cerita jerih payah petani apel di Batu yang tidak ingin apelnya punah. Ya, punah karena tanahnya banyak kehilangan unsur hara akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan. Rusaknya tanah itu menyebabkan produksi apel Batu terus-menerus turun. Yang mengejutkan, ada pengakuan petani apel, "Apel sekarang sudah tidak layak dikonsumsi lagi, sudah terlalu banyak bahan kimia yang terkandung didalamnya. Habis gimana, kalau nggak gitu tidak bisa panen." Ini yang menyebabkan Chamim resah. Bersama kelompoknya, ia membuat gerakan rehabilitasi tanah.

Pulau Bangka Menangis, film ini bercerita tentang rusaknya Pulau Bangka akibat penambangan timah. Ada salah seorang warganya yang prihatin. Lalu ia menanam sengon sebanyak-banyaknya. Selain untuk mempersempit lahan tambang, ia berharap dapat menghijaukan Pulau Bangka.

Tanah Terakhir, kalau yang ini bercerita kearifan suku Dayak untuk melestarikan hutan. Tetapi sayang, hutan yang mereka lestarikan adalah hutan yang terakhir. Yang lainnya sudah habis ditebang dan kayunya dijual murah kepada penadah.

Hampir sama dengan Tanah Terakhir, Menjual Mimpi Di Sambak, bercerita pelestarian hutan di desa Sambak, Magelang. Penduduk desa giat menanam kembali hutan yang sudah rusak. Mereka sudah merasakan bagaimana hidup tanpa hutan. Air sulit, kalau tidak itu ya kebanyakan air, banjir.

Saya angkat topi pada mereka semua. Di pinggiran Jakarta juga ada Kampung 99, yang hijau dan sejuk. Di Surabaya ada ibu-ibu PKK yang mengelola sendiri sampah rumah tangga di lingkunganya. Nah, apa yang bisa kita buat?

Rabu, 05 Desember 2007

Hutan dan Kisah Anak dengan Coklat di Tangan

Rabu, 05 Desember 2007
Suhu udara semakin panas. Sejak akhir abat-19 suhu permukaan bumi meningkat 1 derajat Fahrenheit. Suhu terpanas terjadi pada 15 tahun terakhir ini. Terjadilah pemanasan global sehingga es dan gletsyer di kutub mencair. Akibatnya permukaan air laut meningkat 4 sampai 10 inci sepanjang abad terahir.
 
Musim semakin tidak menentu. Hujan dan kemarau sudah tidak dapat diperkirakan lagi kapan datangnya. Curah hujan pun mengalami penurunan yang berakibat pada berkurangnya sumber air bersih bagi kehidupan manusia di Bumi. Kekeringan dimana-mana. Hidup dan kehidupan manusia di Bumi terancam.
 
Yang menjadi penyebab Bumi mengalami demam tinggi adalah karena kandungan karbon dioksida (CO2) dalam admosfir melebihi batas alaminya. CO2 terlalu banyak yang terlepas ke udara karena aktifitas pembakaran bahan bakar fosil tanpa ada yang menahannya.
 
Hutan, sebagai media penahan CO2 semakin menipis keberadaannya. Aktifitas ekonomi manusia memaksa melakukan penggundulan hutan untuk bahan baku industri atau pembukaan lahan pertanian dan perkebunan. Kini tinggal 8 persen saja hutan utuh yang tersisa di seluruh dunia.
 
Dunia berteriak-teriak agar sisa hutan itu dipertahankan, dijaga untuk kelestarian hidup seluruh manusia di Bumi. Pembukaan hutan dengan alasan apapun dikecam sebagai tindakan yang tidak perduli lingkungan. Tapi anehnya, yang menikmati hasil hutan itu juga negara-negara yang berteriak-teriak itu. Seperti hasil hutan Indonesia, 11 persennya dikirim ke Amerika dan 9 persennya ke Eropa.
 
Negara-negara yang masih punya sisa hutan diperlakukan layaknya seorang adik dalam kisah "Anak dengan Coklat di Tangah" yang ditulis Lie Charlie tahun 2004 yang lalu.
 
Ceritanya, ada dua orang kakak beradik. Mula-mula mereka mempunyai masing-masing sepotong coklat di tangan. Sang kakak tanpa berpikir panjang langsung melahap habis coklatnya. Si adik melongo melihat kelakuan kakaknya. Ia masih kecil dan belum punya nafsu macam-macam.
 
Setelah beberapa waktu, si adik bertambah besar. Keinginan untuk menikmati coklat mulai muncul. Coklat yang ada di tangannya kemudian didekatkan ke mulut untuk dicicipi. Sekonyong-konyong sang kakak marah besar dan menghardik adiknya, "Bodoh, jangan kau makan coklat itu.
 
Si adik tidak memahami kemarahan kakaknya, "memangnya kenapa kak?" tanyanya.
 
"Sebab kalau kau makan juga cokelat itu, kita tidak punya cokelat lagi!" jawab kakaknya enteng dan seenaknya dengan lagak berfilsafat.
 
Siapa sang kakak, saya kira kita sudah tau semua. Ya yang menghabiskan dan menikmati hutannya terlebih dahulu untuk keperluan mereka menjadi negara besar dan maju. Yang dengan pongahnya juga berlagak sebagai pahlawan dunia dengan melarang penebangan hutan yang tersisa. Kebetulan juga, sisa hutan itu berada di negara-negara yang sedang berkembang yang ingin menikmati hasil hutan untuk menjadi negara maju seperti yang dicapai sang kakak.
 
Bisa saja, si adik bilang kalau ini adalah haknya, bagiannya. Terserah, mau saya makan atau saya simpan bukan urusanmu. Tapi sepertinya si adik bukanlah orang yang serakah dan tidak peduli. Diajaklah semua berunding bagaimana menghadapi krisis bersama ini.
 
Lahirlah Protokol Kyoto. Kesepakatan itu menghasilkan komitmen untuk melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembukaan hutan jangan asal tebang, harus dipikir kelestariaannya. Juga untuk sang kakak, jangan terlalu boros menggunakan energi yang berpotensi banyak membuang CO2 ke atmosfir Bumi.
 
Tapi dasar kakak yang keras kepala. Perundingan itu dia langkahi sendiri, tidak mau berkomitmen bersama. Alih-alih mengurangi pembuangan CO2, dia malah menjadi penyumbang terbesar CO2 ke atmosfir Bumi. Dan lagi-lagi berfilsafat "mengurangi pembuangan CO2 sangatlah penting karena menyangkut kehidupan manusia di seluruh dunia, tapi jangan sampai usaha itu menghalangi negara untuk memakmurkan rakyatnya."
 
"Okelah, kemakmuran rakyat adalah tujuan setiap negara seperti saya," kata sang adik. "Untuk itu kalian harus perduli juga,  saya juga ingin memakmurkan rakyat saya, untuk itu beri kami insentif untuk setiap usaha kami melestarikan hutan kami yang hasilnya juga kalian nikmati. Insentif itu akan saya gunkanan untuk memakmurkan rakya saya"
 
Perundingan dimulai lagi, si adik menawarkan usulah-usulan yang menurutnya berdasar pada keadilan bersama. "Sudah saatnya keadilah ekologi ditegakkan bersama-sama, untuk kemakmuran bersama dan untuk kelestarian hidup dan kehidupan di Bumi yang kita huni bersama ini," terang si adik.
 
Apakah sang kakak akan menerima usulan si adik dengan konsep keadilan ekologi dan bersedia mengikat perjanjian? Atau tetap pada kepongahan dan kesombongannya, seperti saat menolak Protokol Kyoto dengan perkataan yang menghina, "biaya relokasi penduduk kepulauan yang tenggelam lebih kecil dibanding pengurangan emisi." Perundingan masih berlangsung, kita tunggu saja apa hasilnya.

Selasa, 04 Desember 2007

Tanya Jawab, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Selasa, 04 Desember 2007
Saya tertarik dengan isu pemanasan global dan perubahan iklim yang saat ini sedang hangat dibicarakan media-media. Tidak saja karena ada sidang PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC) di bali tanggal 3 sampai 14 Desember ini. Juga karena sangat terasa sekali perubahan iklim yang terjadi beberapa tahun terakhir ini seperti tidak menentunya musim hujan dan kemarau, suhu udara terasa panas dan terjadinya banjir dan kebakaran hutan yang parah.

Kemudian, saya berjalan-jalan di dunia maya untuk mengunduh informasi tentang perubahan iklim ini. Mendaratlah saya ke situs WWF-Indonesia. Saya menemukan tanya jawab soal pemanasan global dan perubahan iklim. Sangat informatif dan banyak menambah pengetahuan.

Berikut isi tanya jawab itu, mudah-mudahan berguna bagi teman-teman semua.

Apakah yang dimaksud dengan Efek Rumah Kaca (ERK) dan penyebabnya?

Efek Rumah Kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuahproses. Pada kenyataannya, di lapisan atmosfer terdapatselimut gas. Rumah kaca adalah analogi atas bumi yang dikelilingi gelas kaca. Nah, panas matahari masuk ke bumi dengan menembus gelas kaca tersebut berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap oleh bumi dan sisanya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai radiasi gelombang panjang.

Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan gelas kaca dan terperangkap di dalam bumi. Layaknya proses dalam rumah kaca di pertanian dan perkebunan, gelas kaca memang berfungsi menahan panas untuk menghangatkan rumah kaca. Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas di atmosfer (Gas Rumah Kaca) sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya. Maka, panas matahari yang tidak dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula. Semua proses itu lah yang disebut Efek Rumah Kaca. Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan dampak dari Efek Rumah Kaca.

Apakah Efek Rumah Kaca merupakan proses alami?

Ya! Efek Rumah Kaca terjadi alami karena memungkinkan kelangsungan hidup semua makhluk di bumi. Tanpa adanya Gas Rumah Kaca, seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), atau dinitro oksida (N2O), suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin. Sejak awal jaman industrialisasi, awal akhir abad ke-17, konsentrasi Gas Rumah Kaca meningkat drastis. Diperkirakan tahun 1880 temperatur rata-rata bumi meningkat 0.5 – 0.6 derajat Celcius akibat emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia.

Apa buktinya bahwa Efek Rumah Kaca itu benar-benar terjadi ?

Melalui beberapa bukti berikut:
  • Pertama, berdasarkan ilmu fisika, beberapa gas mempunyai kemampuan untuk menahan panas.Tak ada yang patut diragukan dari pernyataan ini.
  • Kedua, pengukuran yang dilakukan sejak tahun 1950-an menunjukkan tingkat konsentrasi Gas Rumah Kaca meningkat secara tetap, dan peningkatan ini berhubungan dengan emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan industri dan berbagai aktivitas manusia lainnya.
  • Ketiga, penelitian menunjukkan udara yang terperangkap di dalam gunung es telah berusia 250 ribu tahun. Artinya:
    • Konsentrasi Gas Rumah Kaca di udara berbeda-beda di masa lalu dan masa kini. Perbedaan ini menunjukkan adanya perubahan temperatur
    • Konsentrasi Gas Rumah Kaca terbukti meningkat sejak masa praindustri.
Apa sajakah yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca?

Yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur heksafluorida (SF6). Jenis GRK yang memberikan sumbangan paling besar bagi emisi gas rumah kaca adalah karbondioksida, metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) di sektor energi dan transport, penggundulan hutan, dan pertanian. Sementara, untuk gas rumah kaca lainnya (HFC, PFC, SF6) hanya menyumbang kurang dari 1%.

Darimanakah emisi karbondioksida dihasilkan ?

Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bum dan batu bara):
  • 36% dari industri energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll)
  • 27% dari sektor transportasi
  • 21% dari sektor industri
  • 15% dari sektor rumah tangga & jasa
  • 1% dari sektor lain-lain.
Apakah penghasil utama emisi karbondioksida?

Sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global ada 2 macam.
Pertama, pembangkit listrik bertenaga batubara.
Pembangkit listrik ini membuang energi 2 kali lipat dari energi yang dihasilkan. Semisal, energi yang digunakan 100 unit, sementara energi yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi yang terbuang adalah 65 unit! Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton karbondioksida per tahun!
Kedua, pembakaran kendaraan bermotor.
Kendaraan yang mengonsumsi bahan bakar sebanyak 7,8 liter per 100 km dan menempuh jarak 16 ribu km, maka setiap tahunnya akan mengemisikan 3 ton karbondioksida ke udara! Bayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Jakarta lebih dari 4 juta kendaraan! Berapa ton karbondioksida yang masuk ke atmosfer per tahun?

Lengkapnya unduh filenya di sini, kalau gagal lewat WWF Publication dulu cari di Factsheet-nya. Masih tidak bisa? Heheheh....Saya minta alamat email teman-teman, nanti saya kirim lewat japri.

Rabu, 25 Juli 2007

Manusia, Sang Penyelamat ?

Rabu, 25 Juli 2007
Tanpa ada perilaku dan pola konsumsi manusia, juga tanpa ada upaya mereduksi emisi gas rumah kaca (GRK) untuk mengatasi pemanasan bumi, diperkirakan usia bumi tinggal 70 sampai 100 tahun lagi.

Perkiraan itu disampaikan oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) berdasarkan tren kenaikan suhu udara hingga empat derajat celcius.

Keprihatinan tentang kehidupan di bumi juga disampaikan oleh fisikawan Stephen Hawking. Sekembalinya dari penerbangan gravitasi nol, 26 April 2007 yang lalu ia mengatakan, "Kehidupan di Bumi semakin berada dalam risiko untuk disapu oleh bencana, seperti pemanasan global mendadak, perang nuklir, virus hasil rekayasa genetika, dan bahaya lain."

Kondisi bumi yang semakin memburuk ini membuat manusia mencari alternatif tempat lain yang mempunyai sifat seperti bumi untuk tempat tinggal manusia disaat bumi tidak bisa ditempati lagi.

Beberapa planet dan satelit di lingkungan terdekat bumi dipelajari untuk mendapatkan kemungkinan menjadi tempat hidup manusia. Mars yang paling mirip dengan bumi ternyata masih membutuhkan rekayasa terutama untuk penyediaan udara dan bahan makan. Tentu rekayasa ini butuh energi yang sangat besar.

Para astronom mengembangkan penelitiannya lebih luas lagi, diluar Tata Surya. Bertemulah "Super-Earth" sebuah planet yang mengelilingi bintang redup Gliese 581. Para astronom menemukan di permukaan "Super-Earth" ada semacam aliran air seperti aliran sungai di bumi. Aliran air tersebut yang menjadi dasar para astronom mempercayai "Super-Eart" mirip dengan bumi.

Mungkin benar, diantara bermiliar benda di luar angkasa ada yang menyerupai bumi dan layak untuk menjadi tempat tinggal manusia. Namun untuk menuju kesana perlu pemikiran dan penelitian yang lebih jauh mengingat benda-benda angkasa berjarak sangat jauh. "Super-Earth" yang baru ditemukan mempunyai jarak sangat jauh. Sebagai perbandingan, jarak Gliese 581 dengan bumi 20,5 tahun cahanya. Berapa kilometer ? Kalikan saja 20,5 dengan 9.500.000.000.000 kilometer.

Bumi Tanpa Manusia.

Sebuah imajinasi menarik disampaikan oleh seorang wartawan, Alan Weisman, tentang kondisi bumi setelah manusia hengkang, entah karena pergi ke tempat lain atau karena binasa oleh bencana.

Menurutnya, gambaran bumi setelah ditinggal manusia akan menyerupai kawasan sekitar Chernobyl, daerah PLTN Uni Soviet yang pada April 1986 dan menyemburkan awan radio aktif. Daerah tersebut kini kosong tanpa ada satupun manusia yang tinggal.

Imajinasi Weisman berkembang dari Chernobyl menjadi dunia. Bagaimana dunia ini setelah ditinggal manusia ? Dalam tempo beberapa hari atau minggu PLTN di seluruh dunia akan mendidih dan meledak, menghamburkan radioaktif. Listrik akan mati.

Weisman menggambarkan kondisi yang lebih rinci di kota New York. Setelah penduduk New York pergi, banjir akan melanda, lantai beton akan membeku dan terlipat. Peninggalan terakhir manusia mungkin hanya patung perunggu yang bisa bertahan 10 tahun mendatang.

Bukan Langkah Bijak.

Mencari dan pergi ke alternatif tempat selain bumi, meskipun itu mungkin dilakukan di waktu mendatang, bukanlah langkah yang bijak. Bukankan manusia diturunkan ke bumi mempunyai tanggung jawab mengelolanya ? Mengelola bukan berarti mengeruk dan menguras kemudian meninggalkannya.

Tetapi, bukankan sudah menjadi takdir suatu saat bumi ini akan binasa ?

Memang, pada akhirnya semua alam semesta, termasuk bumi, akan rusak dan musnah. Tetapi bukan termasuk manusia yang baik, bahkan seburuk-buruknya manusia, yang menyaksikan kerusakan itu. Tentu kita tidak mau menjadi seburuk-buruk manusia bukan ? Tentu juga bukan anak cucu kita, maukah kita menyelamatkan bumi untuk mereka ?



Dicomot dari berbagai sumber :
1. Bumi Tanpa Manusia (Kompas, Rabu 25 Juli 2007)
2. "Super-Earth" dan Nasib Bumi-Manusia (Rabu 02 Mei 2007)
3. Usia Bumi Tinggal Seabad Lagi (Senin 28 Mei 2007)
Gambar-gambar dari The World Without Us


Senin, 09 Juli 2007

Menolak Plastik Pembungkus

Senin, 09 Juli 2007
Suatu saat saya menolak untuk menerima bungkus plastik terhadap barang yang saya beli. Bukan apa-apa, saya kerepotan untuk mengumpulkan plastik-plastik itu yang semakin menumpuk di rumah. Untuk di buang langsung ke tempat sampah rasanya eman, lagian saya tahu plastik itu tidak mudah terurai oleh oraganisme dalam tahah sehingga akan mengotori tanah dan tidak menyuburkan.

Melihat tumpukan sampah yang ada di tempat pembuangan akhir, begitu banyak sampah plastik yang tercampur dan harus dipisahkan jika ingin diolahnya kembali. Sangat menyulitkan.

Tapi apa komentar penjual, "plastik ini harus diterima karena menyangkut keberuntungan". Menurut kepercayaannya, jika pembeli tidak diberi plastik pembungkus keberuntungannya akan menurun.

Baru saja saya menemukan tips yang menurut saya sangat bagus untuk mengawali peduli lingkungan mulai dari rumah. Salah satunya menolak plastik pembungkus...





Tips itu :
10 Ways To Green Your Home

12duadua © 2014