
Aku kenal beliau di angkot. Usianya sudah hampir separuh baya. Saat itu
beliau sedang menarik ongkos dari para penumpang, termasuk aku. Mulanya
aku pikir dia kernet, tetapi aneh, sopir angkot dan banyak orang di
terminal sangat hormat kepadanya. Bicaranya juga tidak menunjukkan
orang terminalan.
"Ongkosnya dua ribu Dik" katanya kepada penumpang yang saat itu hanya memberinya 1.300.
Penumpang
itu agak kaget karena jelas stiker yang tertempel di pintu angkot
tertulis, keputusan wali kota tentang tarif angkot untuk umum 1.300 dan
untuk pelajar 1.000. Aku sendiri tidak begitu perhatian tempelan stiker
itu meskipun setiap hari aku naik angkot. Muncul pertanyaan dalam
hatiku, ada apa dengan wali kota, keputusan yang dikeluarkan seperti
tidak punya gigi. Setelah penumpang itu turun, aku bertanya pada Pak
Mul yang kebetulan dekat dengan tempat dudukku.
"Pak, kenapa ongkosnya jadi 2.000 padahal kan diputuskan pemerintah 1.300"
"La itu Dik keputusan yang tidak mengerti keadaan yang sebenarnya" jawab Pak Mul.
"Maksudnya gimana pak"
"Sebenarnya
keputusan itu dibuat karena kenaikan BBM. Karena BBM naik 30 persen
akhirnya tarip angkot dinaikkan 30 persen jadi 1.300"
"Berarti sesuai kan Pak"
"Hitungannya
sih pas Dik, tapi coba adik pikir, kenaikan BBM itu membuat juragan
angkot menaikkan setorannya, belum lagi setiap kami masuk terminal
harus bayar retribusi yang juga naik dan ketika kami keluar harus bayar
lagi untuk orang yang ngatur di pintu keluar, itu juga naik. Belum lagi
kalo kena preman dan calo terminal, bayar lagi Dik. Kalo kami hanya
menaikkan ongkos cuma 300 ndak cukup Dik, trus kami makan apa ?"
Kami
berdua diam. Memang keputusan itu jadi tidak berarti sama sekali Nggak
ada yang menggubris. Meskipun wali kota yang memutuskan, jika tidak
paham keadaan yang sebenarnya seperti "macan ompong", mengaum sekeras
apapun kancil tidak akan lari.
"ITP kiri Pak" Hampir saja kelewat. Aku turun dari angkot "Makasih Pak"
"Sama-sama Dik" jawab Pak Mul.
****
Aku sungguh tidak mengira akan ketemu Pak Mul lagi di sini, di tempat parkir kampus tempatku kuliah.
"Pak Mul" aku menyapa terlebih dahulu.
"Lho Dik, Adik kuliah disini" tanya Pak Mul
"Iya Pak, Bapak kok ada disini ada apa Pak"
"Ini Dik, sedang nyelesaikan administrasi, kemarin Bapak habis ujian"
"Lho Bapak S2 ya"
Pak
Mul tidak menjawab, hanya tersenyum saja. Aku melirik buku yang dibawa
Pak Mul, hanya sebagian saja judul makalahnya terlihat dan tertulis
"ANGKOT"
"Makanya" kataku dalam hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar