Pages

Kamis, 28 Desember 2006

Pendidikan Dan Pengangguran

Kamis, 28 Desember 2006








Dalam beberapa artikel yang saya baca menyebutkan bahwa berbagai masalah yang dialami bangsa Indonesia dapat diselesaikan, salah satunya dengan meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat. Pendidikan adalah investasi sebuah bangsa. Pembangunan sektor pendidikan diyakini dapat menumbuhkembangkan sektor-sektor yang lain.

Untuk itu sejak 1984 pemerintah melaksanakan program wajib belajar (wajar) 6 tahun dan sepuluh tahun kemudia, 1994 ditingkatkan menjadi 9 tahun. Komitmen pemerintah dalam bidang pendidikan tercermin juga pada alokasi anggaran untuk pendidikan. Pada 2007 mendatang, anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 14,7 persen atau Rp 43,489 trilyun, lebih besar dibanding 2006 yang hanya 12 persen.

Usaha itu mendapatkan hasil, berdasarkan laporan UNDP 2004, angka partisipasi sekolah untuk penduduk usia 7 sampai 12 tahun mencapai 96,1 persen dan usia 13 sampai 15 tahun 79,3 persen. Artinya hampir seluruh penduduk Indonesia sudah dapat menikmati sekolah sampai sekolah dasar (SD) dan 79,3 persen sampai tingkat SMP.

Prestasi tersebut cukup menggembirakan dan kita pantas berharap bangsa ini mempunyai sumber daya manusia yang cukup untuk membawa bangsa ini tumbuh menjadi bangsa yang besar. Namun demikian pencapaian tersebut perlu dibandingkan dengan indikator-indikator yang lain agar jangan menjadi fatamorgana yang menyesatkan.

Tadi pagi saya mengikuti sebuah diskusi yang membicarakan tentang keterkaitan antara partisipasi sekolah dan pengangguran. Kresnayana Yahya, sebagai salah satu pemateri menyampaikan adanya kecenderungan daerah-daerah di Jawa Timur yang mempunyai angka partisipasi sekolah yang tinggi juga mempunyai tingkat pengangguran terbuka (usia 15 tahun keatas) yang tinggi pula. Menurut saya dan sebagian peserta diskusi yang lain merasa ini sebuah keanehan. Bagaimana bisa kecenderungan itu terjadi ? Lalu, apakah dapat disimpulkan bahwa pendidikan tidak membawa dampak pada penyerapan tenaga kerja, sehingga banyak yang menganggur ?

Masih menurut Kresnayana Yahya, fenomena ini disebabkan karena pendidikan kita lebih banyak menyiapkan anak didiknya untuk bekerja di bidang industri dan kecenderungan masyarakat kita yang mendambakan bekerja menjadi pegawai negeri, terbukti dengan semakin banyaknya pendaftar dalam setiap tes pegawai negeri. Padahal lapangan kerja untuk sektor industri semakin sempit dan daya tampung pegawai negeri juga kecil. Pendidikan belum mampu menyiapkan anak didiknya untuk kreatif dan inovatif menciptakan lapangan kerja.

Itu kasus di Jawa Timur, bagaimana dengan Indonesia ? Saya iseng-iseng mencari data partisipasi sekolah dan tingkat pengangguran daerah-daerah di Indonesia. Saya menemukannya di laporan UNDP 2004. Dari angka partisipasi sekolah SD dan SMP digabung dengan tingkat penganggurannya, saya membuat dua kelompok daerah. Kelompok I, daerah-daerah dengan rata-rata partisipasi sekolah SD 96,96 persen dan SMP 84,96 persen. Kelompok II, rata-rata partisipasi sekolah SD 92,34 persen dan SMP 72,97 persen. Ternyata kecenderungan di Jawa Timur terjadi juga pada Indonesia. Dareah-daerah dengan partisipasi sekolah tinggi, Kelompok I, mempunyai tingkat pengangguran yang lebih tinggi dibanding daerah-daerah dengan angka partisipasi sekolahnya rendah, Kelompok II.

Jadi, usaha untuk meningkatkan tingkat pendidikan yang sudah terlihat keberhasilannya, harus dibarengi dengan peningkatan mutu pendidikan agar lulusannya menjadi manusia yang lebih kreatif yang mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.










Senin, 25 Desember 2006

Bunuh Diri Dan Pengendalian Emosi Pada Anak

Senin, 25 Desember 2006














Bagi orang tua, sangat sulit memahami peristiwa bunuh diri yang dilakukan anak-anak pada tahun-tahun terakhir ini. Melihat dari usianya saja, sudah menimbulkan pertanyaan, bagaimana mereka, yang masih belasan tahun mempunyai pikiran mengakhiri hidupnya secara tragis ? Apalagi melihat penyebab yang melatarbelakanginya, hanya masalah sepele bahkan sangat sepele.

Kita buka arsip media tiga tahun terakhir. Tahun 2004, Yudianto (12) siswa SDN 1 Karangtengah, Kecamatan Ampelgading, Pemalang, meninggal bunuh diri di atas ranjang ibunya. Diduga Yudianto nekat bunuh diri karena kecewa mendapatkan nilai jelek untuk pelajaran IPA dan setelah dimarahi ibunya. (Suara Merdeka, 04 Agustus 2004)

Tahun 2005, Eko Haryanto (15) siswa kelas VI SD Kepunduhan 01, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, mencoba bunuh diri di rumahnya gara-gara merasa malu menunggak uang sekolah selama sembilan bulan. Setiap bulannya Eko dikenai biaya sekolah 5 ribu rupiah. Untung nyawanya masih bisa diselamatkan. (Kompas, 03 Mei 2005)

Bulan ini, 16 Desember, Tosan (11), warga RT. 09/04, Dusun Kotakan Utara, Desa Kotakan, Kecamatan Situbondo, ditemukan tetangganya sudah tidak bernyawa di pohon mangga dekat rumahnya. Gara-garanya sangat sepele, hanya karena kehilangan layang-layang dan benangnya. (tempointeraktif, 16 Desember 2006). Kalau lebih detail mencarinya, masih banyak kasus-kasus serupa di arsip media.

Perilaku menyimpang pada anak, seperti kasus bunuh diri, banyak disebabkan karena ketidaksiapan anak menyikapi kondisi lingkungan sekitarnya. Kecewa pada kondisi keluarganya yang miskin, rasa malu karena prestasi yang rendah dan amarah yang tidak terkendali. Penyimpangan yang terjadi bersumber pada ketidakmampuan anak mengelola dan mengendalikan emosinya.

Benar, sejak awal, anak-anak harus dibiasakan mengelola dan mengendalikan emosinya agar lebih bijaksanya merespon kondisi lingkungan yang dihadapinya. Lantas, bagaimana mengajarkan anak untuk bisa mengelola dan mengendalikan emosi ?

Masa perkembangan anak mulai bayi sampai akhir masa pubertas (16 sampai 18 tahun) merupakan masa yang sangat penting dan menentukan masa depan anak. Karena sangat pentingnya, masa ini biasa disebut sebagai masa emas perkembangan anak. Otak berkembang dengan sangat cepat. Ketika anak baru lahir, otak mempunyai sambungan syaraf yang lebih banyak dibanding masa dewasanya. Melalui proses yang dikenal sebagai "pemangkasan", otak terus menerus menghilangkan sambungan syaraf yang jarang digunakan, dan memperkuat sambungan yang sering digunakan. Otak dapat terbentuk karena pengalaman-pengalaman yang diterimanya.

Torsten Nils Wiesel dan David Hunter Hubel, peraih hadiah nobel untuk psikologi medis, membuktikannya. Kedua ilmuan ini melakukan percobaan pada hewan, kucing dan kera. Terdapat masa kritis perkembangan otak pada kedua hewan tersebut yang lamanya beberapa bulan sejak dilahirkan, otak menerima sinyal-sinyal yang dikirimkan oleh indranya. Selama masa kritis ini, salah satu mata ditutup sehingga jumlah sinyal yang dikirimkan ke otak berkurang, sedangkan sinyal dari mata yang terbuka tidak mengalami perubahan. Setelah masa kritis berakhir, penutup mata di buka kembali. Apa yang terjadi ? Mata yang ditutup mengalami kebutaan secara fungsional, tidak ada cacat pada mata itu, hanya sambungan saraf ke otak yang mengalami penyusutan sehingga terlalu sedikit sinyal yang diterima otak.

Hal yang sama akan terjadi pada manusia, hanya saja masa kritisnya lebih lama, kurang lebih enam bulan. Seandainya pada masa kritis tersebut, mata anak kecil ditutup selama beberapa minggu saja, akan terjadi penurunan kemampuan melihat pada mata tersebut.

Masa kritis untuk perkembangan emosi lebih lama dibandingkan wilayah indranya. Bagian otak tempat pengendalian diri, pemahaman dan respon yang bijaksana terus tumbuh sampai akhir masa pubertas, kurang lebih usia enam belas sampai delapan belas tahun. Kebiasaan mengelola emosi yang berulang-ulang pada masa ini akan memperkuat sambungan syaraf di otak sehingga sinyal yang diterima semakin banyak. Sambungan yang kuat ini akan menjadi permanen ketika anak menjadi dewasa nanti.

Orang tua hendaknya memperhatikan masa kritis ini. Kesalahan memberikan perlakuan kepada anak akan membentuk sikap emosi yang salah pada anak ketika dewasa. Tiga perlakuan pada anak yang umunya tidak efisien dan mengganggu perkembangan emosi anak adalah :

Mengabaikan perasaan anak. Menganggap emosi anak sebagai hal yang kecil atau gangguan. Respon yang diberikan kepada anak biasanya berupa bentakan, lebih parahnya menjurus kekerasan fisik. Orang tua dengan gaya seperti ini gagal memanfaatkan momentum emosi anak sebagai peluang membangun hubungan yang dekat dengan anak dan melewatkan kesempatan untuk memberikan pelajaran bagi anak trampil secara emosional.

Tawar-menawar yang cenderung menyuap. Orang tua ini sudah peka pada emosi anak, tetapi penyelesaian dilakukan dengan tawar-menawar yang cenderung menyuap. Misalnya, anak menangis ingin ikut ayahnya bekerja, ibunya mengiming-iming memberikan sesuatu dengan catatan harus berhenti menangis, tanpa ada penjelasan mengapa anak tidak boleh ikut ayahnya bekerja.

Mencela dan menghina. Orang tua semacam ini tidak menghargai perasaan anak. Setiap emosi anak ditanggapi dengan cacian, celaan dan kecaman. Kata-kata "bandel", "bodoh", "tak tahu aturan", sering terlontar pada anaknya.

Memang otak manusia terus berkembang selama hidupnya, tetapi akan lebih sulit memberikan pelajaran yang bersifat korektif pada anak ketika mereka sudah dewasa. Anak yang sudah trauma sulit sekali dikembalikan pada kondisi normal . Jadi orang tua harus berhati-hati memberikan pengalaman pada anak di masa kritisnya. Pengalaman yang diterima anak sangat berpengaruh pada masa depannya nanti.

















Rabu, 20 Desember 2006

Bekerja Keras dan Bereksperimen.....!!!!

Rabu, 20 Desember 2006





Ketika jalan-jalan di dunia maya banyak saya temukan jurnal-jurnal yang menarik dan bagus, bahkan ada jurnal di sebuah blog yang menurut saya sangat bagus. Setiap kali saya membaca jurnal di blog tersebut, saya selalu terkagum dengan kedalaman pemikirannya. Terasa wawasannya luas sekali, mungkin bahan bacaannya sangat banyak. Tema-tema yang disampaikan juga up to date.

Untuk membuat jurnal yang semacam itu bagi saya perlu waktu yang cukup lama, bisa berhari-hari bahkan berbulan-bulan, itupun belum sampai pada tingkat kualitas yang sama seperti jurnal di blog tersebut. Herannya, setiap hari selalu ada jurnal terbaru di blognya. Saya pun bertanya-tanya, bagaimana ia melakukannya ? Apa pekerjaannya ? Apakah yang ditulis tersebut ada hubungannya dengan pekerjaannya ? Bagaimana mengingat tema bacaan yang sudah dibacanya ?

Pernah saya mendapatkan pengetahuan tentang knowledge management dari dosen saya. Jika saya ingin dapat mengelola pengetahuan yang pernah saya peroleh sehingga menjadi pengetahuan yang terintegrasi dalam diri saya, knowledge management adalah kuncinya, begitu kata beliau. Ya. Saat inipun saya sedang belajar untuk itu, meski sudah setua ini saya belum bisa merasakan hasilnya, belum pandai-pandai juga mengelola pengetahuan, masih amburadul.

Saya juga sering dengar dan membaca, segala sesuatu akan tercapai bila dikerjakan dengan kerja keras dan tekun. Pernah juga mendapat nasehat dalam hal tulis-menulis bahwa bakat itu hanya 10 persen saja, sedangkan yang 90 persennya adalah kerja keras. Thomas Alfa Edison pun baru menemukan bola lampu listrik setelah melakukan eksperimen ribuan kali. Dosen saya pun baru menjadi seperti sekarang ini setelah belajar selama 25 tahun.

Sepertinya saya masih berada pada tahap bekerja keras dan bereksperimen. Lebih banyak membaca, lebih sering berjalan-jalan ke blog teman-teman dan lebih banyak meluangkan waktu untuk merenung dan berlatih. Entah sampai kapan tahap ini saya lalui. Belum terbayang kapan saya bisa menemukan bola lampu yang sangat berharga itu.

Selamat bagi teman-teman yang sudah menemukannya, bahagia bukan ???









Senin, 11 Desember 2006

Bermain Di Pantai Lombang

Senin, 11 Desember 2006

Sebelum mulai bermain, kita membentuk kelompok, menentukan nama kelompok dan membuat yel. Kata teman-teman, yang megang megapon kayak pedagang asongan, hahahahaha.....

Hari Minggu kemarin, kami memandu Bapak dan Ibu pegawai Pemerintah Kabupaten Sumenep bermain di Pantai Lombang. Selain untuk melepas kejenuhan, kami belajar untuk bekerjasama dalam tim memecahkan masalah.

Pantai Lombang asyik sekali, selain luas juga bersih. Di sepanjang tepinya tumbuh pohon Cemara Udang. Pohon ini konon tidak boleh dibawa keluar dari pantai tanpa ijin karena dilindungi. Tanaman khas ini tidak ada di tempat lain.

Sayang...kemarin ada masalah dengan card reader kami, sehingga tidak banyak gambar yang kami ambil...

Rabu, 06 Desember 2006

Mata Air A. Mustofa Bisri

Rabu, 06 Desember 2006

http://gusmus.net/
Membayangkan berada di sebuah mata air dengan percik air yang sejuk, udara segar berembun, duduk termenung diatas rumput di tepian telaga sambil mendengar gemericik air gerimis tipis yang mendadak datang, tunas-tunas bunga teratai bergoyang. Wahai air, disini kamu memulai dan di muara kamu berakhir.

Begitulah suasana hati saya ketika berkunjung ke Gubuk maya A. Mustofa Bisri. Banyak hal dapat saya temukan dalam ruang itu, mulai dari guyonan, agama sampai catatan kritis dan analisis aktual dari beliau.

Teman-teman juga bisa masuk dalam komunitas mata air untuk berdiskusi dengan beliau atau sekedar komentar terhadap isi gubuk mayanya. Suasana kekeluargaan sengaja dibangun untuk merekatkan hubungan persaudaraan, saya mendaftarkan diri dalam komunitas mata air sebagai cucu, teman-teman bisa memilih sebagai ayah, anak atau kakek, bebas sesuai keinginan teman-teman.

Selamat berkunjung, semoga teman-teman merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan.

Selasa, 28 November 2006

Apa manfaat acara seperti ini ?

Selasa, 28 November 2006







Hari-hari terakhir ini saya sangat sedih. Lagi-lagi karena tragedi yang terjadi di negeri ini. Korban jatuh lagi. Kali ini karena pengaruh tayangan TV yang tidak mendidik, smack down.

Mengejutkan, begitu besar pengaruh acara tersebut membentuk prilaku anak. Suatu saat, ketika menunggu teman di bengkel, saya melihat gurauan seorang anak kecil (mungkin anak pemilik bengkel itu) dengan pekerja. Tiba-tiba muncul ungkapan dari anak itu "Jangan macam-macam, tak smack down nanti". Waktu itu kedengarannya biasa saja. Tapi sekarang, menjadi kenyataan yang sangat menakutkan.

Dalam proses awal perkembangannya, seorang anak akan melakukan observasi terhadap lingkungan sekitarnya. Selanjutnya anak akan menirukannya dalam bentuk perilaku. Dan akhirnya prilaku menjadi kebiasaan. Tidak heran memang kalau anak-anak SD bahkan TK sudah pandai menirukan adekan-adekan dalam tayangan smack down karena setiap hari mereka melihat dan menyukai acara tersebut. Apalagi tidak ada pendampingan dan pengarahan dari orang tua atau guru mereka. Dalam masa-masa awal perkembangan, anak belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, jika tidak ada respon dari lingkungannya, orang tua atau guru, mereka akan menirukannya.

Tragedi smack down ini hendaknya menyadarkan kita semua sebagai bagian dari lingkungan pembentuk prilaku anak, generasi penerus bangsa. Sudahkah kita menyediakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak ? Sudahkah pengelola media, khususnya TV, melihat dari sudut pandang perkembangan anak dalam menentukan apa yang akan dipublikasikan ?

Semoga tidak terjadi lagi tragedi-tragedi yang menyedihkan di negeri ini.












Kamis, 23 November 2006

Bunga Ini Untukmu

Kamis, 23 November 2006




Bunga ini untukmu. Bawalah harumnya pergi menghadap-Nya. Kumohon bawalah, hanya ini yang bisa kuberikan, tanda terima kasihku padamu. Iya. Aku tahu kau tak butuh semuanya, kau tak butuh harumnya karena kau sendiri adalah harum itu. Kau juga tidak butuh terima kasih karena hanya rela yang kaupunya. Bunga ini hanyalah tanda.

Bawalah harumnya karena hanya harum yang akan abadi, bunga sendiri akan layu dan mati. Sama seperti dirimu. Jasatmu memang layu, rapuh terpanggang dan kelam terendam. Tapi harummu abadi. Terus terkenang sepanjang pagi. Pertanda bagi kami yang lalai mengurus bumi. Serakah menguras isi dan lupa menyirami.

Jika kau bertemu dengan-Nya, sampaikan sembah sujudku. Sampaikan pula permohonan ampunku. Tidak. Tidak yang lain. Hanya ampunan yang aku harapkan. Iya. Kaupun hanya menyampaikan saja, terserah pada-Nya berkenan atau tidak menerimanya.

Bunga ini untukmu, bawalah harumnya karena hanya harumnya yang abadi, bunga sendiri akan layu dan mati.






Banner




Save Indonesia From Corruption

Kamis, 16 November 2006

Aku Rindu......

Kamis, 16 November 2006

Sudah sekian lama aku tidak merasakan sejuk dan segarnya air hujan. Sebenarnya, menurut hitungan jaman dulu, bulan ini sudah masuk musim penghujan, puncaknya di bulan Desember. Kata orang-orang tua bulan Desember diartikan sebagai Gedhe-gedhene Sumber (sumber yang paling besar), maksudnya di bulan Desember air di sumur-sumur penduduk paling banyak. Tapi entahlah, Desember akan tiba, hujanpun belum juga turun.

Untuk mengobati kerinduanku akan hujan, aku googling (berselancar di Google), mencari puisi-puisi tentang hujan. Dan menemukan satu puisi dari Sapardi Djoko Damono, " Hujan Bulan Juni"

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Teringat pula masa kecil di kampung ketika penghujan tak kunjung tiba, setiap habis adzan magrib, kami berpujian bersama di mushola dekat rumah memohon pada Yang Mengatur Musim untuk mendatangkan hujan.

Duh Gusti Allah
Kulo nyuwun jawah
Jawah ingkang deres
Sarto nylametaken

Ya Allah / Kami mohon turunkan hujan / Hujan yang deras / Dan hujan menyelamatkan. Begitulah doa kami waktu itu yang sekarang menjadi doaku. Semoga Allah mendengarkan dan mengabulkan permintaanku.




Kamis, 09 November 2006

Untuk Direnungkan : Siapa Pahlawan Itu ?

Kamis, 09 November 2006

Orang yang berjasa untuk terciptanya suasana yang memungkinkan setiap
manusia berkembang menjalankan tugas kehidupannya, itulah Pahlawan.



Tanggal 10 November mempunyai sejarah tersendiri bagi bangsa Indonesia, lebih khusus lagi bagi masyarakat Surabaya. Lebih dari setengah abad yang lalu, sejarah mencatat terjadinya perlawanan dari rakyat Surabaya (yang lebih dikenal dengan sebutan Arek Surabaya) dengan senjata seadanya melawan tentara Sekutu yang bersenjata lebih modern. Pertempuran yang tidak seimbang itu mengakibatkan banyak Arek Surabaya yang gugur, menjadi Pahlawan. Saya tidak tahu persis siapa yang memenangkan pertempuran itu, Arek Surabaya atau tentara Sekutu. Saya hanya tahu dari informasi yang disampaikan guru sejarah saya waktu SMA dulu bahwa Arek Surabaya berhasil menjadikan tentara sekutu kalang kabut hingga Sang Jendral (Mallaby) tewas dalam pertempuran itu. Arek Surabaya juga berhasil merobek warna biru dari bendera Belanda sehingga hanya tersisa warna merah dan putihnya dan mengibarkannya kembali di tiang menara Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit).

Karena peristiwa itu, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan dan Surabaya disebut sebagai Kota Pahlawan. Di pusat pertempuran itu juga dibangun Tugu Pahlawan sebagai tugu peringatan.

Pahlawan. Siapa sebenarnya pahlawan itu ? Orang yang berjasa, benar. Berjasa untuk apa ? Merebut kemerdekaan dan mempertahankannya, menjadikan bangsa kita menjadi bangsa yang terhormat sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, menegakkan keadilan dan menciptakan kemakmuran, menjadikan dan mengupayakan kecerdasan bangsa, menjaga moral dan martabat bangsa, mengentaskan bangsa dari kemiskinan (bukan memberantas kemiskinan lho). Saya kira semuanya benar. Orang yang berjasa untuk terciptanya suasana yang memungkinkan setiap manusia berkembang menjalankan tugas kehidupannya, itulah Pahlawan.

Manusia yang hidup tertindas dialam penjajahan (manusia yang tidak merdeka), manusia yang bodoh, manusia yang tidak bermoral dan manusia yang hidup dalam kemiskinan tentu tidak bisa berkembang, tidak bisa menjalankan tugas kehidupannya. Atau paling tidak, mereka tidak bisa memaksimalkan potensi yang diberikan kepadanya untuk tugas kehidupannya. Seorang yang disebut Pahlawan berjasa untuk menghilangkan semua hambatan itu.

Siapa yang memberi gelar Pahlawan kepada seseorang ? Tentu bukan orang itu sendiri, tapi masyarakatlah yang memberikan pengakuannya. Semakin banyak masyarakat yang mengakui jasanya semakin tinggi pula kualitas kepahlawanannya.

Ada dua contoh menarik yang bisa kita renungkan di Hari Pahlawan ini.

Pertama, Muhammad Yunus, peraih nobel perdamaian 2006, seorang berkewarganegaraan Bangladesh. Keluarganya termasuk orang kaya sehingga Dia berkesempatan mengenyam pendidikan sampai memperoleh gelar Ph.D. Hidup berkecukupan dan jenjang pendidikan yang tinggi itu tidak membuatnya tercerabut dan melepaskan diri dari kondisi lingkungannya yang saat itu sedang terjadi bencana kelaparan. Kegelisahan melihat sesama warga yang menderita menggerakkan hatinya untuk ikut terjun membantu menyelesaikan bencana itu. Dia percaya, sebenarnya rayat miskin mempunyai kemampuan bertahan hidup yang tinggi, terbukti sampai saat ini dengan banyak keterbatasanpun mereka masih dapat bertahan. Jika mereka diberi kesempatan dan kemudahan akses pasti mereka dapat memperbaiki hidupnya. Dengan keyakinannya itu, didirikanlah Grameen Bank yang memberikan pinjaman kepada sesama warga yang miskin tanpa jaminan apapun. Dengan model pinjaman itu, banyak rakyat miskin terbantu dan berhasil keluar dari jurang kemiskinan.

Yang kedua. George W Bush, presiden AS saat ini. Dia mempunyai keyakinan yang kuat bahwa usaha-usaha yang dilakukannya saat ini adalah untuk menciptakan perdamaian dunia. Negara-negara yang dianggap mempunyai potensi membuat dunia menjadi kacau ditentangnya, bahkan sering kali penekanan-penekanan baik melalui jalur diplomatik maupun jalur militer dilakukannya. Banyak negara-negara yang sudah menjadi target operasinya. Beberapa contoh saja, Afganistan menjadi sasaran penyerbuan pasukan-pasukannya (dibantu sekutunya) karena dianggap sarang teroris yang membahayakan. Irak, karena isu senjata pemusnah masal, negara itu diluluh lantakkan. Iran, karena mempunyai riset nuklir juga dianggap berpotensi merusak perdamaian dunia sehingga dikecam dan dimusuhinya. Mungkin Indonesia bisa menjadi target operasi berikutnya, tinggal bilang saja ada sarang teroris yang berbahaya di Indonesia.

Sekarang terserah Anda sekalian, siapa yang bisa dianggap Pahlawan dan siapa yang Pecundang.














Selasa, 07 November 2006

Apotik online dan media informasi obat - penyakit

Selasa, 07 November 2006

http://www.medicastore.com/
Ketika anak saya sakit dan diberi resep dokter biasanya saya menanyakan ke dokter bagaimana cara penggunaannya, apa kandungannya dan apa efek samping obat yang diberikan kepada anak saya. Tidak lupa saya menanyakan apakah obat ini sejenis antibiotik atau bukan untuk tahu apakah harus diminum habis atau tidak. Jika masih kurang puas saya menelepon adik saya yang dokter, menanyakan informasi yang lebih lanjut.

Kemarin teman saya dikantor menginformasikan ada situs "Apotik online". Cukup banyak informasi yang ada di situs tersebut, terutama untuk memenuhi keingintahuan saya diatas. Yang menarik, situs tersebut juga memberi informasi tentang obat, kandungannya, indikasi, dosis yang tepat untuk usia tertentu dan harganya, serta obat jenis lain yang mempunyai fungsi dan kandungan yang sama.

Tetapi perlu diingat, situs ini bukan penggantu dokter, seperti yang dituliskan dalam akhir setiap halamannya (boks paling bawah) :

"Informasi yang tersedia di medicastore.com dikumpulkan dari berbagai sumber dan tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat, saran, konsultasi ataupun kunjungan kepada dokter anda. Bila anda memiliki masalah kesehatan, hubungilah dokter anda."

Jumat, 03 November 2006

Kopdar Sekaligus Hala-bihalal MPers Jatim

Jumat, 03 November 2006
Start:     Nov 4, '06 6:15p
Coppy paste kalendernya Cak Nono

Bagi MP-ers yang ada di Jawa Timur (Surabaya dan sekitarnya khususnya) ayok kopdar sekalian silaturahmi serta temu kenal sesama MPers. Setelah berhasil dengan baksos di Malang puasa kemarin...yuk kita ketemu disini

Foodcourt Tunjungan Plaza lantai paling atas.
Jamnya...liat di waktu (paling apes jam nam seperempat sore)
Ayo, sekalian kumpul-kumpul yuk....
Dan insyaallah ada MPers Malaysia yang datang kesana juga...

Ditunggu kehadirannya...:)

Cak Nono
(hubungi disini : 081334987750)

Rabu, 01 November 2006

Fenomena Mudik Dan Pemerataan Ekonomi

Rabu, 01 November 2006


Seperti biasa pada lebaran ini saya dan keluarga mudik, pulang ke kampung halaman saya dan juga kampungnya istri. Kebetulan kami berasal dari daerah yang sama, jadi tidak terlalu sulit mengatur waktu kunjungan. Kebanyakan orang Indonesia juga melakukan hal yang sama, mudik menjadi tradisi yang khas masyarakat Indonesia yang mungkin tidak ditemui di negara-negara lain. Memang ada yang mempunyai tradisi mudik seperti itu tetapi tidak sebesar dan sefenomena seperti di Indonesia.

Ada rasa bahagia, senang, gembira ketika bertemu kedua orang tua, kakak, adik, kemenakan dan saudara-saudara lainnya, termasuk teman-teman semasa kecil. Maklum, sudah setahun tidak bertemu, bahkan ada teman yang sudah tidak bertemu bertahun-tahun baru bertemu dan ngobrol lebaran kemarin. Suasana keakraban sangan terasa sekali. Kata ibu saya, lebaran menjadi momen yang sangat membahagiakan karena kembali menjadi ibu yang sebenarnya.

Tapi ada sesuatu yang menggelisahkan hati saya tentang fenomeda mudik dan nasib kampung yang tidak banyak berubah.

Selain segi positif dari mudik yang sudah saya sampaikan di awal tulisan ini, ada beberapa dampak negatif yang timbul karena tradisi mudik. Yang pasti terlihat adalah banyaknya kendaraan yang melintas di jalan khususnya di jalur mudik dalam waktu yang hampir bersamaan. Selain menimbulkan kemacetan yang luar biasa juga menambah jumlah kecelakaan laulintas, apalagi sekarang banyak pemudik yang menggunakan sepeda motor. Dari DKI Jakarta saja diperkirakan ada 1 juta pemudik yang menggunakan transportasi darat dan 300 - 400 ribu pemudik yang menggunakan sepeda motor. Seluruh Indonesia jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor diperkirakan mencapai 3 jutaan. Pihak kepolisian mencatat jumlah kasus kecelakaan lalu-lintas meningkat dibanding tahun lalu. Selama arus mudik dan arus balik lebaran tahun ini terjadi 54 peristiwa kecelakaan lalu-lintas yang mengakibatkan 21 orang meninggal dunia, 44 orang luka berat dan 54 luka ringan.

Secara sosial, pergerakan puluhan juta pemudik menimbulkan banyak kasus kriminal, apalagi di pusat-pusat keramaian seperti terminal, stasiun dan pusat-pusat perbelanjaan. Kasus pencurian dan perampokan juga sering terjadi di rumah-rumah yang kosong ditinggal mudik pemiliknya. Secara ekonomipun, fenomeda mudik ini menimbulkan inefisiensi. Milyaran bahkan triliunan rupiah habis untuk biaya konsumsi jangka pendek yang tidak banyak berpengaruh pada perkembangan ekonomi secara makro. Mungkin akan berbeda jika uang sebesar itu digunakan untuk investasi yang produktif.

Memang tidak bisa kita hanya menyalahkan pemudik saja. Setiap manusia menginginkan kehidupan yang lebih layak yang lebih menjamin masa depannya. Saat ini keinginan tersebut belum bisa dipenuhi oleh kampung-kampung pemudik, kesempatan kerja lebih banyak berada di kota-kota besar. Kesenjangan ekonomi antara kampung dan kota masih besar. Daerah perkotaan yang di dominasi oleh kegiatan ekonomi modern (industri pengolahan, perdagangan, komunikasi, dan jasa keuangan) mengalami pertumbuhan yang jauh lebih cepat dibandingkan kampung yang didominasi oleh kegiatan ekonomi tradisional.

Kondisi ini disebabkan karena kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada ekonomi tradisional khususnya bidang pertanian, sektor yang dominan di kampung. Pertanian tidak bisa berkembang mengikuti perkembangan ekonomi modern. Bekerja di sektor pertanian dianggap bukan profesi yang membanggakan sehingga banyak yang tidak berminat terjun di sektor pertanian. Di sebuah survey tentang pertanian mengungkapkan bahwa pekerja sektor ini kebanyakan berusia tua bahkan ada yang sudah lanjut usia.

Memang benar pendapat beberapa orang ahli, pemerataan ekonomi akan mengurangi urbanisasi, mengurangi pergerakan orang dari kampung ke kota sehingga mengurangi arus mudik dan balik pada saat lebaran yang akhirnya menekan dampak-dampak negatifnya. Mungkinkah pemerataan bisa tercapai ? Kenapa tidak, sumber daya manusia yang handal di kota-kota kan banyak yang berasal dari kampung. Tinggal membangun komitmen dari sisi manusianya dibarengi usaha pemerintah untuk membangun infrastruktur dan menciptaakan peluang-peluang kerja di kampung.

Referensi :
Ekonomi Mudik (Republika Online 21/10/06)
21 Tewas di Jalur Mudik Pantura Jawa Barat
(Tempointeraktif.com 30/10/06)


Gambar dari:
Otokir Plus












Rabu, 18 Oktober 2006

Misteri Rezeki

Rabu, 18 Oktober 2006

Tadi malam saya bersama istri berbuka puasa di luar. Anak saya sudah mudik duluan, dijemput neneknya kemarin, tanggung mau masak sendiri. Beberapa kali kami berembuk untuk menentukan menu makanan, dan beberapa kali juga kami mlongo karena warung tutup atau sedang ramai. Baiklah, kami memutuskan untuk jalan saja dulu, menu makanan kita pilih sambil jalan. Sampailah kami di depan sebuah warung. Sudah lama kami tidak makan di warung itu, akhirnya kami berhenti dan makan di warung itu.

Sambil makan kami ngobrol. "Memang sudah menjadi rezeki warung ini. Pemberi Rezekilah yang membawa kita sampai di warung ini" kataku. Ya itulah misteri rezeki. Rezeki sudah ada yang menentukan. Manusia hanya berusaha, mencarinya sekuat tenaga, tapi yang menetapkan ya Sang Pemberi Rezeki sendiri.

Suatu saat untuk menghidupi keluarganya, Bibi saya ingin mendirikan warung klontong. Suaminya meninggal beberapa bulan sebelumnya. Ada rasa kawatir di benak Bibi saya. Sudah banyak warung klontong yang berdiri satu jalan dengan rumahnya, malah ada yang sudah terkenal dan besar. Tapi Bibi saya tetap jualan, selain tidak punya keahlian lain, Bibi saya sudah tua, jadi tidak kuat bekerja terlalu berat. Mulanya memang sepi, setelah beberapa bulan mulai ada yang membeli, satu dua orang. Dan sekarang, Bibi saya sudah punya pelanggan. Apakah warung-warung lama berkurang ramainya ? Ternyata tidak, mereka punya pelanggan sendiri-sendiri. Rezeki memang sudah ada yang mengatur.

Kalau rezeki itu sudah ada yang mengatur, mengapa kita masih diwajibkan untuk berusaha mencarinya ?

AA Gym pernah mengatakan, ada rezeki yang diberikan Allah tanpa harus mencarinya, sudah tersedia melimpah di alam, tinggal mengambilnya saja. Udara yang kita hirup dan panas matahari contohnya. Di beberapa tempat, air bersih juga rezeki yang melimpah. Ada juga rezeki yang kita dapatkan setelah kita berusaha mencarinya, jika tidak berusaha mencarinya, rezeki itu tidak akan kita dapatkan.

Lalu, ada orang yang sudah berusaha mati-matian mencari rezeki tetapi tidak didapatkannya atau hanya mendapatkannya sedikit, nah untuk apa berusaha ?

Sayangnya, dunia ini tidak disusun berdasarkan konsep hitam dan putih, tetapi tersusun berdasarkan konsep probabilistik. Banyak ketidakpastian yang terjadi di dunia ini. Kita belajar dengan sungguh-sungguh karena besok akan ujian. Apakah dengan belajar sungguh-sungguh itu, kita pasti bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan besok dengan benar ? Tidak bukan. Belajar itu memperbesar kemungkinan kita bisa mengerjakan soal ujian dengan benar. Katakanlah, dengan belajar sungguh-sungguh, 99% kita bisa mengerjakan soal ujian itu dengan benar.

Begitu juga misalnya kita berdagang di pasar. Kita berjalan mengelilingi pasar dan berteriak-teriak menawarkan barang dagangan kita. Tentu, usaha itu akan memperbesar kemungkinan dagangan kita habis terjual. Bandingkan jika kita berdiam diri di rumah, siapa yang mau beli dagangan kita ? Mungkin ada, tapi kecil sekali kemungkinannya bukan ?.

Nah....terakhir saya ingin berbagi cerita dari keluarga Ali bin Abi Tholib dan Fatimah binti Rosulullah yang patut kita tauladani tentang bagaimana mereka menyikapi rezeki yang diberikan Allah kepada mereka.

----------------------------------------

Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyabut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.

Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun."Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala."

"Terima kasih," jawab Ali. Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama'ah. Sepulang dari sembahyang, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?" Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''

Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya."Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.Ali pun bergegas berangkat ke pasar.

Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan."

Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya.Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita."

----------------------------------------

Gambar diambil dari : galerikeadilan.net






Selasa, 10 Oktober 2006

Kebahagiaan Ketika Berbagi

Selasa, 10 Oktober 2006

Catatan kopdar MPers Jawa Timur di Panti Asuhan Sunan Giri Malang

Ungkapan bahagia saya sampaikan berkaitan dengan acara buka puasa bersama hari Minggu (08/10/06) di panti asuhan Sunan Giri kemarin. Teman-teman yang ikut dalam kegiatan tersebut juga mengungkapkan hal yang sama. Intinya, kami merasa senang dan bahagia berbagi dengan teman-teman di panti asuhan. Sebuah pengalaman yang mungkin tidak akan terlupakan selama hidup. Membuat mereka tertawa, melupakan sejenak kesedihan dan kepenatan hidup yang selalu mereka hadapi sehari-hari meninggalkan goresan dalam benak kami semua.

Pengalaman yang sama pasti juga dialami teman-teman ketika ikut andil dalam kegiatan-kegiatan sosial, membantu saudara-saudara yang mengalami kesusahan untuk sedikit mengurangi beban hidup yang dipikulnya sehari-hari. Inilah menurut saya yang disebut kebahagiaan sejati, kebahagiaan saat kita berarti bagi orang lain.

Mengapa sesuatu yang kecil menjadikan luapan emosi kebahagiaan yang begitu dasyat ?

Sebuah percobaan dilakukan oleh Martin Seligman (penggagas psikologi positif) kepada mahasiswa yang diasuhnya. Sebagian mahasiswa diberikan uang untuk dibelanjakan sesuai dengan keinginannya, sebagian yang lain diikutkan dalam kegiatan-kegiatan sosial. Dalam waktu yang telah ditentukannya, dilakukan pengujian terhadap kedua kelompok mahasiswa tersebut mengenai kepuasan hidupnya. Dan hasilnya sangat mengejutkannya.

"Saya menemukan sesuatu yang mengejutkan; bahwa pengejaran terhadap kesenangan tampaknya tidak banyak menyumbang bagi kepuasan hidup, Namun keterlibatan dalam kegiatan hidup dan menemukan arti dalam hidup sangat banyak menyumbang bagi tercapainya kepuasan".

Dalam teori tingkat kebutuhan manusia (Hierarchy of Needs) yang diperkenalkan oleh Maslow, tingkat teratas kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk dapat mengaktualisasikan diri. Pada akhirnya, setelah manusia tercukupi kebutuhan fisiknya (Physiological/biological needs), sudah merasa aman dalam lingkungannya (Safety), mempunyai keluarga dan komunitas yang baik (Love/belonging) dan menjadi manusia yang diperhitungkan dalam keluarga dan komunitasnya (Status/esteem), manusia membutuhkan pemaknaan hidupnya (Actualization). Dalam hubungan bermasyarakat, manusia butuh untuk menjadi bagian dan memberikan kontribusi yang berarti untuk menciptakan kehidupan yang baik. Dalam hubungannya dengan Penciptanya (terkait dengan agama dan etika moral), manusia butuh pengakuan bahwa segala yang dilakukannya mempunyai nilai yang baik dihadapan Penciptanya atau paling tidak memberikan citra yang baik sebagai manusia yang beretika dan bermoral.

Namun demikian, apa yang kami rasakan kemarin memberikan pemahaman yang sedikit berbeda, bahwa untuk mencapai tingkatan teratas teori kebutuhannya Maslow tidak harus sesuai dengan tahapan seperti kalau kita naik tangga. Tetapi, setiap anak tangga memberikan kemungkinan kita mencapai kebutuhan teratas. Untuk berbagi dengan orang lain, mensedekahkan sebagian harta kita kepada orang lain yang membutuhkan tidak perlu menunggu kita menjadi kaya, sedikitpun asal iklas pasti akan bermanfaat bagi orang lain dan berefek positif bagi jiwa kita. Untuk berbagi-bagi ilmu tidak harus menunggu kita menjadi orang yang paling pandai, apa yang kita ketahui meskipun sedikit sudah cukup untuk kita bagi-bagikan kepada orang lain.

Mungkin inilah yang dimaksudkan bahwa kita tidak akan kehilangan harta/ilmu yang kita sedekahkan, malah akan dilipatgandakan besarnya. Tentu pelipatgandaan itu bisa dalam bentuk yang sama berupa datangnya rejeki dari tempat yang tidak kita sangka-sangka atau berupa perasaan bahagia yang tidak ternilai harganya, atau bangkitnya suatu bangsa dari keterpurukan. Meminjam ungkapan Ustad Yusuf Mansur "bangsa ini akan bangkit dari keterpurukan jika kita bisa saling berbagi".



Kamis, 21 September 2006

Dan Ketika Mimpi Itu Pergi. Semua Kau Akhiri

Kamis, 21 September 2006

Sudah berkali-kali aku memahami fikiranmu. Masuk kedalam lekuk liku paling rumit dalam dirimu. Menyusuri lorong gelap dan pengap. Bahkan hampir saja aku tersesat tak bisa keluar lagi. Tapi, tetap saja tak mengerti caramu itu.

Beberapa tahun yang lalu kau membawa bangga. Namamu dan keluargamu harum semerbak menyebar ke seluruh pelosok desa. Meskipun ada saja orang yang tidak percaya, dan mengatakan hanya keberuntunganlah yang membawamu sampai disini. Tapi riak itu hilang karna kerasnya sanjungan dan pujaan padamu.

Tidakkah kau ingat itu kawan ?

Tongkat itu kau yang pegang. Semua rela. Semua lega. Berharap kau bawa tongkat itu ke puncak, menghunjamkannya keras-keras. Hingga batangnya hilang ditelan bumi. Dan pesta diadakan. Gendang dan tambur dibunyikan. Tembang-tembang riang dinyanyikan. Makanan dihidangkan. Lonceng berdentang sepanjang pekan. Tanda kemenangan telah datang.

Tidakkah kau ingat itu kawan ?

Puncak kian dekat. Rumput hijau diatasnya terlihat jelas. Hutan kau tinggalkan. Hanya ilalang saja yang tersisa. Kau bisa pilih jalan mana saja yang kau suka. Tidak ada yang mendua. Semua berujung kesana.

Tapi apa yang kaulakukan kawan. Tidaklah lekas bergegas. Berlari melupakan perih. Berdiri meninggalkan tindih. Tendang meninggalkan kenang.

Kau terlalu menepi. Terlena keindahan puri. Meskipun itu hanya mimpi.

Dan ketika mimpi itu pergi. Semua Kau akhiri



Selasa, 19 September 2006

Aku Memilih Untuk Berhenti Kuliah

Selasa, 19 September 2006

Sebuah catatan tersendiri bagi saya untuk Hendy
Setiono, salah satu nominator dari Indonesia dalam pemilihan Asia's Best Entrepreneurs Under 25.
Karena pertama, Ia memutuskan berhenti kuliah untuk memulai usahanya.
Kedua Ia berhenti kuliah dari Perguruan Tinggi yang pernah meluluskan saya.



Berhenti kuliah, sebuah keputusan yang aneh bagi kebanyakan orang. Tapi
itulah yang dipilih Hendy yang saat itu masih berusia 20 tahun. "Dengan
berhenti kuliah, saya tidak punya ijazah untuk melamar kerja. Dengan
begitu saya dikondisikan untuk memiliki bisnis sendiri," inilah alasan
yang diungkapkan Hendy kepada Business Week Indonesia yang mewawancarainya.

Sejak
saat itu Hendy memulai bisnisnya menjual Kebab Turki dengan nama Baba Rafi. Sebenarnya Ia
tidak mempunyai darah wirausaha. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan
minyak di Timur Tengah sedangkan ibunya seorang guru. Motivasi
bisnisnya Ia peroleh dari seminar-seminar bisnis yang puluhan kali Ia
ikuti. Ide munjual Kebab Turki Ia peroleh setelah Ia berkesempatan
jalan-jalan ke Timur Tengah. Kebab, salah satu makanan yang sangat populer di Timur Tengah. Sedangkan di
Indonesia waktu itu masih belum banyak yang mengenalnya.



Sekarang Kebab Turki Baba Rafi sudah mempunyai 70 gerai yang tersebar
di Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Malang, Yogyakarta, Pekan Baru dan
Medan. Secara total, omzet Baba Rafi mencapai 900 juta sampai 1 miliar
per bulan. Jumlah yang sangat besar bukan ? Karena usahanya itu Hendy
pernah menerima The Indonesian Small & Medium Business Entrepreneur Award (ISMBEA) dari pemerintah Indonesia.



Tetapi jangan diartikan harus berhenti kuliah untuk menjadi sukses.
Tidak semua orang yang berhenti kuliah (diberhentikan), menjadi orang
yang sukses dalam usaha. Pun sebaliknya, tidak semua orang yang sukses, berhenti kuliah. Terus untuk apa kuliah ? Tau
ah..., cari sendiri jawabanya.











Kamis, 14 September 2006

Jangan-jangan Darwin Benar

Kamis, 14 September 2006


Bukan, saya bukan pendukung teori evolusi Darwin, tidak bermaksud pula mengkoreksi Harun Yahya yang menentang teori evolusi itu.
Saya hanya pembaca dan penikmat teori kedua tokoh tersebut. Pernyataan yang kurang berdasar itu tercetus ketika saya naik bus
dari Surabaya ke Malang. Sopir bus mengendarainya dengan ugal-ugalan,
meliuk-liuk kekanan dan kekiri, padahal waktu itu lalulintas sedang
padat. Sering bus melewati batas tengah jalan meskipun terlihat jelas diarah yang
berlawanan ada kendaraan yang akan lewat. Apa boleh buat, daripada tertabrak bus dan mati konyol, kendaraan yang berlawanan
arah mengalah dan turun dari badan jalan. Memang jalan seperti sudah menjadi
milik sopir bus.



Semua tahu kalau bus itu sudah mondar-mandir Surabaya-Malang
berkali-kali bahkan mungkin sudah ratusan kali. Semuapun tahu kalau
sopir bus itu mempunyai jam kendara (menyamakan dengan jam terbang
untuk pilot) yang tinggi, sangat mahir mengendalikan kendaraan yang
berbadan besar itu. Tapi, apakah pada tempatnya mengendalikan bus
sesuka hatinya, tidak memberi kesempatan pengguna jalan yang lain untuk
melewatinya dengan nyaman.



Gila. Sebutan itu mungkin pantas diberikan untuknya. Jangankan sepeda
motor, truk besarpun dilawan. Tidak merasa bersalah, malah tertawa
dengan bangga. Benar-benar sopir yang kurang waras.



Kemudian, saya ingat, saya pernah melihat tayangan di TV tentang
sekolompok kera yang hidup di hutan. Dalam hidup berkelompok,
kera-kera menandai batas-batas daerah yang dianggap wilayah
kekuasaannya. Jika ada kera dari kelompok lain masuk daerah itu,
pasti akan dilawan. Tidak perduli, kera pendatang itu bermaksud baik
atau jahat. Semua makanan di daerah kekuasaan itu juga menjadi milik
kelompok itu.



Darwin mendasarkan teorinya pada garis keturunan yang sama (common descent), keanekaragamaan makhluk hidup di alam ini terjadi karena penyesuaian diri dengan habitat hidupnya. Karena
kesamaan sifat antara sopir bus dan kera, mungkin Darwin benar. Jika
dirunut jauh ke belakang, sopir bus itu mempunyai nenek moyang yang
sama dengan kera-kera yang ada di hutan.



Ya... semoga hanya sopir bus itu saja yang bernenek moyang kera.














Kamis, 07 September 2006

Menang, sangat menyenangkan. Kalah, ah tidak masalah.

Kamis, 07 September 2006
Sejak kecil saya sangat suka sekali bermain olahraga. Banyak permainan
olahraga yang pernah saya mainkan, sepak bola, bola voli, basket,
pingpong, bulu tangkis, kasti, balap sepeda, lari, catur. Waktu itu
saya belum tau apa yang bisa didapat dari melakukan permainan olahraga
tersebut, senang saja bisa beradu ketrampilan dengan lawan tanding.



Lambat laun, seiring dengan bertambahnya usia dan semakin banyak
berinteraksi dengan orang, saya bisa memahami, ternyata ada satu
pelajaran yang dapat kita ambil dari bermain olahraga itu. Ada kalanya
kita memenangkan permainan itu, tetapi tidak jarang berakhir dengan
kekalahan. Dalam permainan olahraga, kalah dan menang tidak menjadi
masalah karena pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Saya jadi
terbiasa merasa senang dan bahagia menjadi pemenang, dan terbiasa juga,
bahkan lebih sering, merasa terpuruk dan sedih menyesali kekalahan.
Saking seringnya kedua kondisi itu saya alami akhirnya menimbulkan
sikap yang tidak arogan ketika mendapatkan kemenangan karena lain hari
kekalahan pasti saya dapatkan juga. Sebaliknya, tidak terlalu kecewa
dan larut dalam kesedihan ketika kalah karena masih ada waktu untuk
memperbaiki diri untuk mendapatkan kemenangan esok hari. Pengalaman
saya ini pasti juga akan dialami oleh setiap orang yang dimasa kecilnya
juga sering bermain olah raga.



Mungkin banyak orang yang tidak sepakat dengan apa yang saya tulis
diatas. Kalau olahraga mengajari kita tidak arogan ketika menang dan
tidak kecewa ketika kalah, mengapa banyak kerusuhan yang terjadi
akhibat permainan olah raga ?. Yang menang jadi sombong dan yang kalah
tidak bisa menerima kekalahannya dan akhirnya brutal seperti kasus
bonek beberapa hari kemarin.







Selasa, 05 September 2006

Hentikan Semburan Lumpur Lapindo : Perlukah Minta Bantuan Aliran Kejawen ?

Selasa, 05 September 2006


Semburan lumpur Lapindo sudah menginjak hari ke 100. Berbagai upaya
sudah dilakukan, tetapi tanda-tanda semburan akan berhenti masih belum
terlihat. Permasalahan sosial yang muncul akibat bencana itu sudah pada
taraf yang mengkawatirkan, mulai dari terhambatnya jalur lalulintas
yang sangat berpengaruh pada perkembangan ekonomi Jawa Timur sampai
pada bentrokan antar warga yang tidak ingin lumpur masuk ke desanya.



Permasalahan tersebut bertambah berat mengingat sebentar lagi musim
hujan tiba. Jika hujan sudah turun, penanganan luberan lumpur akan
semakin sulit ditanggulangi. Daerah yang terkena banjir lumpur akan
semakin luas.



Inilah yang mungkin membuat Mulyono (77), seorang bapak penganut Aliran
Kejawen Sapta Darma di Semarang, merasa ikut prihatin. Keprihatinannya
itu membuatnya melakukan ritual (sembahyang) ala kejawen untuk meminta
petunjuk dari Yang Maha Agung. Dan pada Jum'at Wage kemarin (1
September 2006) dia mendapat bisikan yang menyebutkan dia dan
teman-temannya harus membantu menghentikan semburan lumpur Lapindo.



"Bisikan itu menyebutkan bahwa saya dan teman-teman harus membantu bencana lumpur di Sidoarjo."



Perlu ritual khusus (semacam sembahyang juga) untuk menghentikan
lumpur itu, tambahnya. Bantuan itu akan diberikan Mulyono jika korban
atau warga Sidoarjo memintanya. Jika tidak maka dia hanya akan membantu
dengan doa.



Akankah warga Sidoarjo tergerak meminta bantuan pada Mulyono dan Sapta Darma ?







Minggu, 03 September 2006

Mengapa ????

Minggu, 03 September 2006


Persebaya vs Arema Rusuh



Saya tidak mengerti, apa yang dipikirkan mereka...

Katanya pecinta sepak bola, malah merusaknya...

Saya tidak mengerti, mengapa tidak berpikir panjang...

Rusuh, rusuh dan rusuh yang kau tunjukkan...



(tidak tahan untuk tidak menuliskannya)





Senin, 28 Agustus 2006

Menjadi Ilmuan ? Belajarlah Menerima Kebenaran Orang Lain.

Senin, 28 Agustus 2006


Tidak mudah memang menjadi ilmuan, selain harus punya etos kerja yang
tinggi, punya ketelatenan dan punya semangat yang prima untuk
mempelajari sesuatu, seorang ilmuan juga harus punya jiwa yang besar
ketika suatu saat nanti teori yang dikembangkannya (ditemukannya) tidak
dipakai lagi (gagal) karena ada teori baru yang lebih menunjukkan
kebenarannya.



Hari Kamis kemarin (24/08/06) para Pekerja Astronomi Internasional (IAU) memutuskan untuk mencoret Pluto
dari deretan planet dalam tata surya kita. Kini Tata Surya dengan Matahari sebagai pusatnya hanya mempunyai 8 planet saja
(Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus dan Uranus).



Pluto ditemukan pada 18 Februari
1930 oleh seorang astronom dari Amerika, Clyde William Tombaugh
(February 4, 1906 – January 17, 1997). Pada saat itu Tombaugh menemukan
sebuah objek yang bergerak (moving object) dari foto-foto yang
diambilnya pada 23 dan 29 Januari tahun yang sama. Berita penemuannya
itu kemudian dikirimkan ke Harvard College Observatory pada 13 Maret
1930.



Setelah lebih dari 70 tahun akhirnya status Pluto direvisi menjadi
planet kerdil. Persatuan Astronomi
Internasional merumuskan ulang definisi palnet. Setelah melalui
perdebatan yang sengit, definisi planet disepakati. Menurut definisi
yang baru tersebut, benda-benda luar angkasa yang dapat disebut planet jika
memenuhi syarat-syarat :



  1. Mengorbit ke Matahari


  2. Memiliki massa yang cukup untuk bergravitasi sendiri sehingga memiliki bentuk yang relatif bulat.


  3. Tidak membagi orbitnya dengan benda-benda lain yang berukuran relatif sama besarnya selain satelitnya sendiri.



Pluto tidak memenuhi syarat yang ketiga karena pada orbit pluto masih
ada benda angkasa lain yang termasuk kelompok Trans Neptunus. Dengan demikian, buku-buku ilmu pengetahuan atau ensiklopedia yang menjadi referensi tentang planet-planet harus direvisi.

























Orbit
of Pluto – polar view. This 'view from above' shows how Pluto's orbit
(in red) is less circular than Neptune's (in blue), and also shows how
Pluto is sometimes closer to the Sun than Neptune. The darker halves of
both orbits show where they pass below the plane of the ecliptic. The
positions of both are marked as of April 16th, 2006; in April 2007 they
will have barely changed by about 1 pixel.



Begitulah, jika anda ingin menjadi seorang ilmuan, belajarlah untuk
menerima kebenaran dari orang lain meskipun kebenaran itu bertentangan
dengan kebenaran yang kita yakini sebelumnya.




























Selasa, 22 Agustus 2006

Karnaval

Selasa, 22 Agustus 2006



Karnaval sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan perayaan 17
Agustus (Pitulasan dalam bahasa Jawa). Arak-arakan ini mejadi
alternatif hiburan bagi masyarakat setiap bulan Agustus.



Waktu masih di Sekolah Dasar dulu, saya selalu ikut dalam rombongan karnaval
dengan berpakaian khas daerah Ponorogo. Teman-teman yang lain
berpakaian khas daerah-daerah lain sehingga menjadikan karnaval sebagai
pagelaran budaya Nusantara yang kaya. Masyarakat yang melihatnya
menjadi bangga karena kekayaan dan keragaman budaya yang dimiliki
bangsanya.



Tanggal 20 Agustus kemarin, anak dan istri saya menyaksikan karnaval di
lingkungan tempat tinggal kami di Malang, pembantu saya sudah duluan
pergi setelah mendengar suara drumband yang bergemuruh, sampai-sampai
menunda makannya. Saya tidak ikut serta karena masih memasang lampu dan
saklar di rumah sekaligus menjadi penjaga rumah, kampung saya sangat
sepi sekali waktu itu.



Setelah hari menjelang gelap, mereka pulang. "Bagaimana karnavalnya,
bagus ?" tanya saya. Istri saya langsung menyahut dengan nada ketus,
"Apanya yang bagus, parah."



Malamnya istri saya bercerita, karnaval
tadi sore sangat menakutkan. Ada yang membawa meriam bambu, suaranya
sangat keras memekakkan telinga. Ketika arak arakan meriam itu
melintas, anak saya langsung mengajak pulang. Istri saya menjelaskan,
"Tidak apa-apa, itu hanya mainan". Anak saya menurut sambil terus
menutup kedua telinganya. Yang lebih parah lagi ada arak-arakan musik
laki-laki muda (mungkin juga ada bapak-bapaknya) yang berpakaian
perempuan dengan gaya yang tidak senonoh dan jorok.



Istri saya masih bertahan untuk melihatnya, berharap ada arak-arakan
yang lebih bagus untuk ditunjukkan pada anak saya. Ada sepasang laki dan
perempuan (laki-laki yang berpakaian perempuan, lengkap dengan
tanda-tanda keperempuanan yang terbuat dari balon karet). Mungkin untuk
menggambarkan keharmonisan pasangan orang tua. Memang keduanya sayang akrab. Tetapi kemudian, sangat
mengejutkan, mereka melakukan perbuatan yang sangat menjijikkan untuk
dilihat masyarakat dan anak kecil.



Saya sangat prihatin mendengar cerita istri saya. Karnaval perayaan 17
Agustus kemarin lebih menunjukkan ekspresi yang bermoral rendah
daripada rasa bangga menjadi bangsa dan rasya syukur mendapat rahmat
kemerdekaan.





Kamis, 03 Agustus 2006

Jurnal Orang Gunung Kepada Imam Isnaini (Bagian 2)

Kamis, 03 Agustus 2006

Media Massa Sebagai Pilar Demokrasi

(Ditulis pada 2 Desember 2004, 7:01 pm)



Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik dengan lisan
maupun tulisan adalah salah satu hak asasi manusia. Media massa
(khususnya koran atau surat kabar) merupakan salah satu sarana yang
penting dan berpengaruh untuk mengungkapkannya. Disini, koran berfungsi
untuk menyebarkan ide dan gagasan. Dikatakan salah satu karena masih
banyak sarana lain yang mungkin lebih efektif untuk menyebarkan ide
atau gagasan,misalnya melalui selebaran, pidato, ceramah di berbagai
kesempatan dan forum, diskusi, debat, kuliah, grup-grup diskusi,
tempat-tempat ibadah, dan sebagainya.



Sebagai sarana penyebaran ide dan gagasan, media massa menjadi salah
satu pilar demokrasi. Media massa berperan sebagai pembentuk pendapat
umum sehingga media masa dapat melakukan fungsi kontrol kebijakan
pemerintah. Karena fungsi tersebut media massa menjadi "kekuatan atau
kekuasaan keempat" (le quatrième pouvoir, the fourth power) disamping
legeslatif, yudikatif dan eksekutif.



Tetapi perlu diingat juga bahwa media masa tidak terlepas dari kekuatan
pemilik modal yang memberikan nafas keberadaannya. Bisa diambil sebuah
contoh pada masa pemerintahan Orde Baru. Pada masa itu, secara langsung
maupun tidak langsung, media massa menjadi corong Orde Baru. Media
massa yang tidak demikian akan mendapat tekanan yang kuat dan bisa-bisa
dihilangkan dari peredarannya. Ya, kondisi tersebut menggambarkan
betapa dasyatnya penindasan Orde Baru. Jika sudah demikian, bagaimana
kita bisa menggantungkan "kekuatan keempat" ini sebagai pilar demokrasi
?



Ignacio Ramonet, pemimpin redaksi bulanan Le Monde Diplomatique, Paris,
dalam tajuknya menyebut tentang lahirnya "kekuatan kelima" (le
cinquième pouvoir
). "Kekuatan kelima" berwujud pengawasan dari
masyarakat sipil baik yang terorganisasi maupun tidak dalam membela
hak-hak sipil mereka, melaksanakan dan membela nilai-nilai sosial dan
budaya termasuk demokrasi.



Lahirnya Kekuatan Kelima, erat hubungannya dengan tingkat kesadaran
akan hak-hak asasi, nilai-nilai republiken yang diajarkan sejak dini di
sekolah-sekolah, sehingga masyarakat sipil akhirnya tampil sebagai
pilar dan aktor kekuasaan sipil itu sendiri.



Ham dan Kewajiban Asasi Manusia


(Ditulis pada 2 Desember 2004, 10:18 pm)



Tulisan Kusni untuk topik ini senada dengan tulisan dan artikel lain yang
pernah saya baca. Intinya, HAM di
Indonesia dirasa masih belum dilaksanakan dengan baik, malah cenderung
dilanggar. Disini Kusni mengatakan, indikator yang paling gampang dilihat adalah dibentuknya
Komnas HAM dan kasus pembunuhan Munir.

"Meninggalnya Munir karena diracun menunjukkan bahwa HAM belum membudaya
di negeri kita dan pelanggaran serta penginjakannya merupakan praktek
umum."
Pelanggaran HAM semakin terasa di luar Jawa. Semakin jauh dengan Jawa
pelanggaran HAM semakin meraja lela, akibatnya muncul masalah daerah
berupa upaya pemisahan diri dengan NKRI.



Sebenarnya jika kita melaksanakan dengan konsekwen nilai-nilai
republiken dan keindonesiaan, kita sudah melaksanakan HAM di negeri
kita. Republik Indonesia, paduan dari republik dan Indonesia adalah
rumusan singkat padat akan nilai yang semestinya kita laksanakan dalam
berbangsa, bernegeri dan bernegara. Politik Jawanisasi yang diterapkan
oleh Orba tidak lain dari usaha membentuk suatu imperium ala Mataram.
Dari segi budaya barangkali di sinilah berpangkalnya kericuhan negeri
dan bangsa sekarang.



Tetapi, pelaksanaan HAM yang terlalu dipaksakan justru akan menimbulkan
penindasan. Atas nama HAM bisa saja seseorang bertindak semaunya,
menghilangkan kemerdekaan dan melanggar hak orang lain. Disinilah,
selain HAM perlu juga diperhatikan "kewajiban asasi manusia" yaitu
kewajiban untuk pemanusiawian manusia, kehidupan dan masyarakat.
Memperlakukan orang lain sebagai anak manusia, menghadapi kehidupan dan
masyarakat sebagai kehidupan dan masyarakat manusia untuk terus-menerus
diamusiawikan.





Tulisan asli Kusni :

Media Massa Sebagai Pilar Demokrasi

HAM dan Kewajiban Asasi Manusia









Rabu, 02 Agustus 2006

Jurnal Orang Gunung Kepada Imam Isnaini (Bagian 1)

Rabu, 02 Agustus 2006



Judul diatas adalah judul serangkaian tulisan JJ. Kusni (selanjutnya
saya sebut Kusni karena secara prinsip Beliau menolak untuk dipanggil
Bapak dan lebih suka dipanggil namanya saja) untuk menanggapi surat (lebih tepatnya e-mail)
yang saya tujukan kepadanya. Jurnal Orang Gunung ini ditulisnya pada
bulan Desember 2004 yang lalu.



Dibandingkan dengan e-mail saya kepadanya, jurnal ini sangatlah
panjang, ada 5 topik yang dikemukanan oleh Kusni, pertama Tentang
Manusia dan Negeri Kambé, kedua Tentang Bahasa Nasional, Pola Pikir dan
Mentalitas
, ketiga Media Massa Sebagai Pilar Demokrasi, keempat Ham dan
Wajib Asasi Manusia
dan yang kelima Eksotis dan Eksotisme. Rangkaian
tulisan Kusni ini saya ceritakan kembali karena saya ingin mengingat
banyak kritikan yang ditujukan kepada saya yang memang benar adanya
sekaligus saya ingin berbagi kepada pembaca mengenai topik-topik diatas.




Mengapa rangkaian tulisan ini dinamakannya Jurnal Orang Gunung ? Kusni
adalah orang asli Dayak yang sudah puluhan tahun merantau di negeri
orang, tepatnya di Montmartre, sebuah daerah tertinggi di Paris. Karena
hidup sebagai orang kampung di pegunungan, Kusni merasa dirinya tidak
lebih dari orang gunung belaka. Selain itu, Kusni melihat ada masalah yang serius dengan sebutan orang
gunung atau orang kampung yang sangat mengganggu bahkan merusak
hubungan antar anak bangsa.




Tentang Manusia dan Negeri Kambé.

( Ditulis pada 1 Desember 2004,  11:06 am ).

Dalam topik ini Kusni mengungkapkan penolakannya terhadap kehidupan
berbangsa kita yang cenderung terkotak-kotak. Pengkotakan-pengkotakan
itu menimbulkan pelecehan, penindasan dan penghisapan terhadap orang
gunung, orang desa atau kampung. Perlakuan terhadap orang kampung
seperti itu adalah wujud keangkuhan supremasi dan kebanggaan
berhegemoni yang membawa pada sebuah kedunguan primer alias hewani,
bukan tanda kemanusiawian. Lebih dalam lagi, pelecehan itu dinilai
sebagai kemerosotan manusia ke taraf "setan" dan "hantu" (Kambé,
menurut istilah Dayak Kalteng). Jika kondisi ini terus-menerus terjadi
bukan tidak mungkin Indonesia menjadi Negeri Kambé. Tidakkah sekarang
kita didominasi oleh Kambé ?.


Indonesia yang manusiawi tidak memerlukan pengkotkan-pengkotakan, tidak
memerlukan kambé-kambé dan bahasa Indonesia bukanlah bahasa kambé
seperti juga Indonesia bukanlah negeri kambé.




Tentang Bahasa Nasional, Pola Pikir & Mentalitas.


( Ditulis pada 1 Desember 2004, 8:44 pm )




Saya tertohok dalam topik ini. Kusni menilai ada masalah yang prinsip
yang terlihat pada e-mail saya. Masalah yang berkaitan dengan
penggunaan bahasa, pola pikir dan mentalitas saya yang selanjutnya
Kusni menyebutnya sebagai gambaran pola pikir generasi muda jaman
sekarang. Permasalahan terungkap ketika dalam e-mail, saya
mengakhirinya dengan kata regards.




Munculnya kata regards dalam komunikasi antar anak bangsa menunjukkan adanya masalah yang besar pada
pola pikir dan mentalitas generasi muda sekarang. Mengapa generasi muda sekarang memilih regards padahal dalam bahasa nasional kita
sudah mempunyai padanannya. Regards sama artinya dengan "salam" atau
"tabé" (dalam bahasa Dayak Kalteng). Bahasa
Indonesia masih bisa digunakan sebagai sarana komunikasi yang baik,
lebih-lebih dengan sesama anak bangsa. Pemilihan kata regards dibanding
"salam" atau "tabé" menggambarkan generasi muda sekarang sudah tidak
mempunyai kepercayaan diri dan identitas sebagai bangsa. Bukan tidak
mungkin, hilangnya kepercayaan diri dan identitas sebagai bangsa itu
membuka pintu neo-kolonialisme sehingga memudahkan bangsa dan negeri
ini terjual.



Kerusakan pola pikir dan mentalitas generasi muda yang saat ini sudah
masuk dalam alam bawah sadarnya, tidak terlepas dari peran Orde
Baru (Orba) yang berkuasa cukup lama (32 tahun) di negeri ini..




Membicarakan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
terkait juga dengan penggunaan bahasa tersebut dalam dunia
tulis-menulis lebih khusus dunia pers. Pers sangat berperan dalam
membangun dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Dalam hal ini, Kusni menilai pers kita banyak merusak bahasa Indonesia,
sayang sekali Kusni tidak menyebutkan contoh-contoh kerusakannya. Hal
ini menyangkut kesadaran berbahasa para wartawannya. Kesadaran
berbahasa termasuk dalam lingkup kesadaran nasional, pembangunan watak
bangsa dan tingkat pengetahuan serta wawasan sang wartawan..



Dengan melihat gejala penggunaan bahasa Indonesia pada generasi muda
sekarang ini, negeri dan bangsa kita masih belum terlepas dari sebutan
"bangsa koeli" (Pada jaman kolonialisme Belanda, bangsa kita pernah
disebut sebagai "bangsa koeli" yang hidup dari "sebenggol"). Alih-alih
meninggalkan "bangsa koeli" dan "benggolan", kita malah menikmati dan
membanggakannya. Untuk membebaskan bangsa kita dari "bangsa koeli" diperlukan suatu politik kebudayaan nasional
yang tandas..




(Bersambung...)





Tulisan asli Kusni dan e-mail saya:

Tentang Manusia dan Negeri Kambé.

Tentang Bahasa Nasional, Pola Pikir & Mentalitas.












Selasa, 01 Agustus 2006

Azif 2 Tahun

Selasa, 01 Agustus 2006

Kur kur kur....yam makan yam

Azif saat usia 2 tahun. Foto-foto diambil waktu di rumah eyangnya di kampung.

Senin, 31 Juli 2006

Epifani

Senin, 31 Juli 2006




Secara luar biasa Pak Klasmono sembuh dari penyakitnya. Padahal kemarin
dokter yang juga teman seprofesinya sudah memvonis hidupnya tinggal
menghitung hari. Kecil sekali kemungkinan untuk sembuh. Tapi justru
yang kecil itu yang sekarang terjadi.



Sejak kesembuhannya itu, Pak Klasmono mengalami perubahan yang drastis
menyangkut pandangan hidup dan kehidupannya. Ia merasa ada maksud
tertentu dibalik kesembuhannya yang luar biasa itu. "Saya sudah
disembuhkan, berarti sekarang ganti saya yang harus menyembuhkan"
katanya pada suatu malam.



Pak Klasmono menjadi dokter yang sangat diminati banyak pasien di
daerahku, bahkan banyak juga pasien yang datang jauh dari luar kota.
Caranya menghadapi pasien yang ramah dan tutur katanya yang lembut
menjadikannya berbeda dari dokter-dokter lain. Setiap pasien yang masuk
ke ruang prakteknya disambut dengan sapaan dan senyuman yang sejuk.
Satu lagi, biaya periksa sangat murah bahkan kadang biaya tersebut
sudah termasuk obat yang diberikannya. Tidak heran jika sebagian besar
pasiennya adalah masyarakat kalangan bawah. Keluargaku dan keluarga
istriku termasuk juga dalam buku daftar kunjungannya.


Sayang, saat ini Pak Klasmono telah menyelesaikan tugasnya sebagai
seorang dokter dan sebagai seorang manusia di dunia. Ia telah dipanggil
menghadap-Nya.



Dalam perjalanan hidup seseorang ada suatu peristiwa yang dapat
merubah arah hidupnya. Dr. Martin Seligman menyebut peristiwa itu
sebagai epifani. Ia pernah mengalami epifani
sehingga merubah pandangannya terhadap ilmu psikologi yang selama ini
digelutinya. Dr. Martin Seligman pendiri aliran baru dalam psikologi,
ia menyebutnya Psikologi Positif. Aliran psikologi ini berorientasi
menumbuh kembangan sifat-sifat dan kekuatan positif yang dimiliki
manusia, seperti kebahagiaan, rasa percaya diri dan sebagainya. Berikut
kisah tentang epifani yang pernah dialaminya (dikutip dari buku Authentic Happines yang ditulisnya).



Waktu itu saya sedang menyiangi taman kami bersama putri saya, Nikki,
yang berumur lima tahun. Saya harus mengakui bahwa walaupun telah
menulis sebuah buku dan banyak artikel tentang anak-anak, saya tidak
terlalu pandai menghadapi mereka. Saya berorientasi-tujuan dan hemat
waktu, dan ketika menyiangi taman, saya hanya menyiangi. Namun, Nikki
melemparkan rumput-rumput liar itu ke udara sambil menari dan menyanyi.
Oleh karena dia mengganggu, saya berteriak kepadanya, dan dia berjalan
menjauh. beberapa menit kemudian dia kembali, dan berkata, "Ayah, aku
ingin bicara dengan Ayah."



"Ya, Nikki?"



"Ayah ingat sebelum ultahku yang ke-5? Sejak berumur 3 tahun sampai 5
tahun, aku suka merengek. Aku merengek setiap hari. Pada hari ultahku
yang ke-5, aku memutuskan untuk tidak lagi merengek. Itu hal tersulit
yang pernah kulakukan. Dan kalau aku bisa berhenti merengek, Ayah juga
bisa berhenti menjadi penggerutu."



Peristiwa itu menyadarkannya bahwa dia harus berubah "Ini ilham bagi
saya. Perkataan Nikki tepat sasaran. Saya memang penggerutu. Saya telah
menghabiskan lima puluh tahun hidup saya sebagian besar dengan cuaca
mendung di dalam jiwa, dan sepuluh tahun terakhir saya bagaikan awan
nimbus yang berjalan di sebuah rumah tangga yang disinari mentari.
Nasib apa pun yang saya dapatkan barangkali bukan karena saya seorang
penggerutu, lebih tepatnya saya tetap bernasib baik walaupun saya
penggerutu. Pada saat itu, saya memutuskan untuk berubah."
Akhirnya Ia memfokuskan diri meneliti kekuatan-kekuatan dan
kelebihan-kelebihan yang ada pada manusia, yang akan mengantarkan
dirinya untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.



Setiap manusia mempunyai kemungkinan untuk mengalami epifani, bahkan
dapat terjadi beberapa kali dalam masa hidupnya. Menurut saya, epifani
itu muncul karena pemaknaan hidup. Semakin sering seseorang melakukan
perenungan untuk memaknai perjalanan hidupnya, semakin besar
kemungkinan untuk menemukan epifani.








Jumat, 28 Juli 2006

Apa Yang Akan Kita Tinggalkan Setelah Kita Mati ?

Jumat, 28 Juli 2006




Gajah mati meninggalkan gading...
Harimau mati meninggalkan belang...
Manusia mati meninggalkan amal budi...




Ungkapan diatas teringat kembali setelah saya membaca dialog imajener
Gus Mus (KH Achmad Mustofa Bisri) dengan KH. Hasyim Asy'ari. Keduanya
adalah seorang kyai. Yang satu kyai sekaligus budayawan dan cendikiawan
pengasuh pondok pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang, Yang satunya
lagi tokoh pendiri NU dan juga pendiri pondok pesantren Tebu Ireng,
Jombang.



KH. Hasyim Asy'ari yang wafat hampir 60 tahun yang lalu seolah hadir
dihadapan Gus Mus dalam bentuk pemikiran dan cita-citanya. Gus Mus
sangat prihatin dengan kondisi umat (jam'iyah) saat ini. Menurut
Beliau, ummat saat ini tidak saja berbeda pendapat tetapi sudah
mengarah pada perpecahan dan saling benci. Bahkan lebih parah lagi,
sesama saudara, sebangsa, setanah air, seagama, seummat, se-jam'iyah
saling memutuskan hubungan.




Pemikiran dan cita-cita KH. Hasyim Asy'ari untuk menyatukan ummat dan
membangun kehidupan yang baik berbangsa dan bernegara menjadi
penghilang dahaga dan penyejuk hati yang panas. Ingatan akan kewibawaan
dan kesahajaannya kembali hadir meskipun selama hidupnya, Gus Mus belum
pernah bertemu dengan Hadlratussyeikh, sebutan Gus Mus pada KH. Hasyim
Asy'ari. Waktu wafatnya, Gus Mus masih berusia 3 tahun.



Manusia boleh mati, jasadnya boleh lebur dengan tanah, tapi kenangan
akan kebaikan dan buah pemikirannya akan abadi sampai akhir nanti.




Sebagai seorang muslim, tentu saya terkenang usaha Muhammad saw sebagai
seorang warga negara berfikir bagaimana mengeluarkan saudara
sebangsa dan setanah airnya, bahkan saudara sesama umat manusia untuk
keluar dari krisis moral yang sangat parah dan menuju kehancuran. Buah
dari renungan dan pemikirannya itu, Beliau mendapat petunjuk berupa
wahyu Al Qur'an. Sampai saat ini wahyu tersebut menjadi pegangan hidup
bagi seluruh umat muslim sedunia. Dengan diterimanya wahyu itu,
Muhammad saw menjadi nabi sekaligus utusan-Nya.




Lebih dekat lagi, terbebasnya bangsa ini dari cengkraman penjajahan
Belanda, Portugis dan Jepang beratus-ratus tahun lamanya adalah hasil
doa dan perjuangan pendahulu kita. Kita bisa jadi melek ilmu
pengetahuan karena jasa guru-guru kita dan kita bisa tumbuh dan
berkembang sampai sekarang, bersekolah dan berkarya, karena doa dan
perjuangan orang tua kita.




Kematian pasti akan kita alami. Yang menjadi masalah adalah, apa yang
akan kita tinggalkan untuk anak cucu dan generasi penerus setelah kita
? Apa yang akan dikenang mereka dari diri kita, ketika kita sudah tidak
bersama mereka lagi ? Atau, biarlah kita meninggal tanpa dikenang dan kehidupan kita berlalu begitu saja seolah terlahir atau
tidaknya kita, tidak ada bedanya.




















Rabu, 26 Juli 2006

Terapi Ion : Mengeluarkan Racun Dalam Tubuh

Rabu, 26 Juli 2006


Waktu kami berkunjung ke rumah mertua, tiba-tiba Ibu mertua saya
menawari kami mencoba terapi ion. Kebetulan sebulan yang lalu ibu
dibelikan kakak ipar seperangkat alat terapi tersebut. Sebetulnya saya
agak geli menerima tawaran tersebut dan bertanya-tanya benarkah terapi
semacam itu dapat menghilangkan berbagai macam penyakit termasuk
penyakit yang berat. Tapi tidak apa-apa mencobanya sekaligus
menyenyangkan hati ibu mertua.




Memang, akhir-akhir ini banyak saya lihat spanduk dan brosur yang
mengiklankan pengobatan alternatif dengan terapi ion. Katanya, terapi
ini dapat menghilangkan racun-racun yang ada dalam tubuh dan juga dapat
mengobati berbagai gejala tidak enak badan seperti susah tidur, badan
pegel linu, rematik dan daya tahan tubuh yang lemah. Bahkan dapat juga
menghilangkan (mengurangi) keluhan penyakit-penyakit dalam seperti
ginjal, lever, asam urat dan aliran darah yang kurang lancar.

Terapi ini cukup mudah dan murah. Pasien hanya merendamkan kedua kaki
dengan air garam bersama dengan alat terapi diantara kedua telapak
kakinya. Penyakit yang diderita pasien di diteksi dengan melihat warna
air rendaman, misalnya kalau air rendaman berwarna kuning kehijauan
berarti pasien menderita penyakit ginjal dan saluran kencing lainnya,
kalau coklat kehitaman berarti liver atau gangguan akibat merokok,
warna hijau tua berarti gangguan pada empedu dan sebagainya. Untuk satu
kali terapi biaya yang dikenakan pasien antara 5 sampai 10 ribu. Terapi
akan efektif jika diulang sebanyak 6 kali.


Menjamurnya terapi ion tersebut menggelitik seorang profesor dari salah
satu universitas negri di Surabaya untuk membuktikannya dalam
serangkaian penelitian. Setelah meneliti kandungan air rendaman di
laboratorium, ternyata tidak ada racun didalamnya, air rendaman itu
hanya mengandung leburan logam yang bersal dari elektroda yang
digunakan. Jadi terapi ion itu sama sekali tidak dapat menghilangkan
racun dalam tubuhr

Tapi mengapa penelitian itu berbeda dengan testimoni para pasien yang
pernah menggunakannya ? Berikut tertimoni pasien yang dimuat dalam
salah satu surat kabar nasional.





















Marlina (48 tahun),
karyawati sebuah penerbitan di Jakarta, sudah lama susah tidur.Berbagai
terapi sudah diikuti, tetapi belum juga terlihat hasilnya. Akibatnya,
ia terlihat kurang segar. Untunglah, lewat terapi ion detoks , Marlina
bisa tidur nyenyak. Badan pun lebih segar. Katanya, saat didetoks, air rendaman kakinya berwarna cokelat tua.








Perasaan
dikungkung stres menimpa Rini (40), karyawati sebuah perusahaan asuransi. Seperti
halnya Marlina, terapi penghilang stres
telah dijalaninya. Sayangnya, semua pengobatan itu tak juga menunjukkan hasil signifikan. Nah, setelah menjalani
detoksifikasi sebanyak 3 kali, Rini
mampu berpikir jernih. Selain itu, berat badan turun, semula 70 kg menjadi 67 kg. Saat diterapi, warna air
berubah menjadi kehitaman dan timbul genangan minyak.








Subianto
(27)
didiagnosis mengalami gangguan hati. Ia merasa nyeri luar biasa bila perut
sebelah kanan ditekan dengan jari. Setelah menjalani terapi ion detoks , Subianto
tidak merasa sakit lagi. Warna air hasil
rendaman kaki Subianto hitam pekat dan terdapat endapan seperti lumut.

Lebih aman, untuk menghilangkan racun dalam tubuh, banyak-banyak minum
air putih. Racun dan zat-zat lain yang tidak dibutuhkan dalam tubuh
akan dibuang melalui keringat.





















Selasa, 18 Juli 2006

Belenggu

Selasa, 18 Juli 2006

Sudah aku bilang. Aku butuh melompat dan berlari. Lompatan-lompatan itu
membangkitkan energiku. Jalan menjadi terang karena energi itu. Kamu
sudah merasakan kan ? Satu dua kali lompatan kemarin membuat jalan kita
terang, tujuan kita semakin nampak. Aku perlu berlari untuk sampai ke
tujuan itu dan membawamu kesana.



Kamu bisa merasakan kan ? begitu nikmatnya melompat dan berlari. Dengan
jalan yang terang dan tujuan yang jelas. Sudah lama kita berjalan dalam
kegelapan, berjalan tanpa arah dan tujuan. Mengejar sesuatu yang tidak
tampak.



Kamu bisa merasakan kan ? Kemarin kita bisa bernafas lega, menghirup
angin yang berhembus, merasakan udara kebebasan yang sejuk. Energi yang
melimpah ruah.



Tapi sekarang. Lompatan-lompatan tidak bisa kulakukan. Bola besi itu
terlalu berat, rantai itu terlalu pendek untuk melompat tinggi.
Jangankan untuk berlari, melangkah saja rasanya sulit sekali. Aku hanya
bisa bergeser, menyeret kaki.



Jalan redup kembali, energi itu tidak muncul lagi. Kembali kita berjalan dalam kegelapan. Tujuan tak terlihat lagi.



Apa sebenarnya maumu dengan memasang pemberat itu. Yang membuatku tidak
bisa bergerak, melompat dan berlari. Atau memang ini tujuanmu.
Menciptakan belenggu-belenggu.



Senin, 19 Juni 2006

Mengapa Tidak Rambunya Saja Yang Diperbaiki ?

Senin, 19 Juni 2006




Setiap melewati pertigaan itu saya selalu melihat pengguna jalan yang
kena tilang, kadang mobil, kadang sepeda motor. Ada saja yang melanggar
rambu dilarang belok kanan antara jam 06.00 sampai 09.00 di pertigaan
itu.



Pagi ini saya melihat seorang pengendara mobil bersitegang dengan
polisi yang memberhentikannya. Tampak, pengendara itu menanyakan
kesalahannya. Sebentar kemudian pengendara dan polisi berjalan menuju
rambu larangan belok kanan. Pengendara melihat dari sisi jalan tempat
dia tadi muncul. Memang tanda itu sulit untuk dilihat dari sisi jalan
itu, apalagi pas jam-jam segitu, lalu lintas sedang ramai, padat sekali, pengemudi
lebih berkonsentrasi melihat ke arah jalan dibanding melihat rambu itu.



Meskipun kelihatan kesal bapak tadi tetap menerima kartu tilang. Siapa
sih yang bisa menolak kartu itu ? Meskipun ngotot membuktikan tidak
bersalah, tetap saja SIM atau STNK ditahan. Sebagai gantinya kartu
berwarna merah itu.



Mengapa tidak rambunya saja yang diperbaiki letaknya, atau ditambah
rambu lain di sisi jalan itu ? Bukankah banyaknya pengendara yang
melanggar rambu itu sudah cukup menjadi alasan untuk itu ? Mengapa
sepertinya polisi malah berharap ada pengendara yang melanggar dengan bersembunyi di balik gapura pintu gerbang ?



Mohon maaf kepada Pak Polisi yang membaca ini. Tapi prasangka saya itu
bukan tanpa dasar. Saya mempunyai pengalaman yang unik dan menarik
tentang tilang menilang.



Suatu malam lampu depan sepeda motor saya mati. Ketika melewati pos
penjagaan, saya diberhentikan. Saya bilang lampu itu baru saja mati.
Pak Polisi yang memberhentikan saya tidak mau tahu alasan yang saya
utarakan dan langsung menilang.



Surat tilang itu tidak langsung ditulis, tapi menanyai saya dulu, mau
titip atau tidak. Saya tau maksudnya. Saya bertanya berapa ? Dua puluh
ribu katanya. Ok lah saya bayar, tapi saya minta kuitansi sebagai bukti
pembayaran. Saya beralasan, kuitansi itu sebagai tanda bahwa saya
sudah ditindak karena pelanggaran itu, jadi kalau ada polisi lagi tidak kena tilang. Bukan apa-apa, saya hanya pingin
tahu reaksinya saja.



Tau apa jawabannya ? Lewat jalan sana saja, disana tidak ada polisi yang jaga, dijamin selamat lah, katanya.



Haaa.... Saya bengong...terheran-heran....kok bisa ya jawabannya seperti itu ?











12duadua © 2014