Pages

Rabu, 01 November 2006

Fenomena Mudik Dan Pemerataan Ekonomi

Rabu, 01 November 2006


Seperti biasa pada lebaran ini saya dan keluarga mudik, pulang ke kampung halaman saya dan juga kampungnya istri. Kebetulan kami berasal dari daerah yang sama, jadi tidak terlalu sulit mengatur waktu kunjungan. Kebanyakan orang Indonesia juga melakukan hal yang sama, mudik menjadi tradisi yang khas masyarakat Indonesia yang mungkin tidak ditemui di negara-negara lain. Memang ada yang mempunyai tradisi mudik seperti itu tetapi tidak sebesar dan sefenomena seperti di Indonesia.

Ada rasa bahagia, senang, gembira ketika bertemu kedua orang tua, kakak, adik, kemenakan dan saudara-saudara lainnya, termasuk teman-teman semasa kecil. Maklum, sudah setahun tidak bertemu, bahkan ada teman yang sudah tidak bertemu bertahun-tahun baru bertemu dan ngobrol lebaran kemarin. Suasana keakraban sangan terasa sekali. Kata ibu saya, lebaran menjadi momen yang sangat membahagiakan karena kembali menjadi ibu yang sebenarnya.

Tapi ada sesuatu yang menggelisahkan hati saya tentang fenomeda mudik dan nasib kampung yang tidak banyak berubah.

Selain segi positif dari mudik yang sudah saya sampaikan di awal tulisan ini, ada beberapa dampak negatif yang timbul karena tradisi mudik. Yang pasti terlihat adalah banyaknya kendaraan yang melintas di jalan khususnya di jalur mudik dalam waktu yang hampir bersamaan. Selain menimbulkan kemacetan yang luar biasa juga menambah jumlah kecelakaan laulintas, apalagi sekarang banyak pemudik yang menggunakan sepeda motor. Dari DKI Jakarta saja diperkirakan ada 1 juta pemudik yang menggunakan transportasi darat dan 300 - 400 ribu pemudik yang menggunakan sepeda motor. Seluruh Indonesia jumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor diperkirakan mencapai 3 jutaan. Pihak kepolisian mencatat jumlah kasus kecelakaan lalu-lintas meningkat dibanding tahun lalu. Selama arus mudik dan arus balik lebaran tahun ini terjadi 54 peristiwa kecelakaan lalu-lintas yang mengakibatkan 21 orang meninggal dunia, 44 orang luka berat dan 54 luka ringan.

Secara sosial, pergerakan puluhan juta pemudik menimbulkan banyak kasus kriminal, apalagi di pusat-pusat keramaian seperti terminal, stasiun dan pusat-pusat perbelanjaan. Kasus pencurian dan perampokan juga sering terjadi di rumah-rumah yang kosong ditinggal mudik pemiliknya. Secara ekonomipun, fenomeda mudik ini menimbulkan inefisiensi. Milyaran bahkan triliunan rupiah habis untuk biaya konsumsi jangka pendek yang tidak banyak berpengaruh pada perkembangan ekonomi secara makro. Mungkin akan berbeda jika uang sebesar itu digunakan untuk investasi yang produktif.

Memang tidak bisa kita hanya menyalahkan pemudik saja. Setiap manusia menginginkan kehidupan yang lebih layak yang lebih menjamin masa depannya. Saat ini keinginan tersebut belum bisa dipenuhi oleh kampung-kampung pemudik, kesempatan kerja lebih banyak berada di kota-kota besar. Kesenjangan ekonomi antara kampung dan kota masih besar. Daerah perkotaan yang di dominasi oleh kegiatan ekonomi modern (industri pengolahan, perdagangan, komunikasi, dan jasa keuangan) mengalami pertumbuhan yang jauh lebih cepat dibandingkan kampung yang didominasi oleh kegiatan ekonomi tradisional.

Kondisi ini disebabkan karena kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada ekonomi tradisional khususnya bidang pertanian, sektor yang dominan di kampung. Pertanian tidak bisa berkembang mengikuti perkembangan ekonomi modern. Bekerja di sektor pertanian dianggap bukan profesi yang membanggakan sehingga banyak yang tidak berminat terjun di sektor pertanian. Di sebuah survey tentang pertanian mengungkapkan bahwa pekerja sektor ini kebanyakan berusia tua bahkan ada yang sudah lanjut usia.

Memang benar pendapat beberapa orang ahli, pemerataan ekonomi akan mengurangi urbanisasi, mengurangi pergerakan orang dari kampung ke kota sehingga mengurangi arus mudik dan balik pada saat lebaran yang akhirnya menekan dampak-dampak negatifnya. Mungkinkah pemerataan bisa tercapai ? Kenapa tidak, sumber daya manusia yang handal di kota-kota kan banyak yang berasal dari kampung. Tinggal membangun komitmen dari sisi manusianya dibarengi usaha pemerintah untuk membangun infrastruktur dan menciptaakan peluang-peluang kerja di kampung.

Referensi :
Ekonomi Mudik (Republika Online 21/10/06)
21 Tewas di Jalur Mudik Pantura Jawa Barat
(Tempointeraktif.com 30/10/06)


Gambar dari:
Otokir Plus












26 komentar:

12duadua © 2014