Pages

Selasa, 22 Agustus 2006

Karnaval

Selasa, 22 Agustus 2006



Karnaval sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan perayaan 17
Agustus (Pitulasan dalam bahasa Jawa). Arak-arakan ini mejadi
alternatif hiburan bagi masyarakat setiap bulan Agustus.



Waktu masih di Sekolah Dasar dulu, saya selalu ikut dalam rombongan karnaval
dengan berpakaian khas daerah Ponorogo. Teman-teman yang lain
berpakaian khas daerah-daerah lain sehingga menjadikan karnaval sebagai
pagelaran budaya Nusantara yang kaya. Masyarakat yang melihatnya
menjadi bangga karena kekayaan dan keragaman budaya yang dimiliki
bangsanya.



Tanggal 20 Agustus kemarin, anak dan istri saya menyaksikan karnaval di
lingkungan tempat tinggal kami di Malang, pembantu saya sudah duluan
pergi setelah mendengar suara drumband yang bergemuruh, sampai-sampai
menunda makannya. Saya tidak ikut serta karena masih memasang lampu dan
saklar di rumah sekaligus menjadi penjaga rumah, kampung saya sangat
sepi sekali waktu itu.



Setelah hari menjelang gelap, mereka pulang. "Bagaimana karnavalnya,
bagus ?" tanya saya. Istri saya langsung menyahut dengan nada ketus,
"Apanya yang bagus, parah."



Malamnya istri saya bercerita, karnaval
tadi sore sangat menakutkan. Ada yang membawa meriam bambu, suaranya
sangat keras memekakkan telinga. Ketika arak arakan meriam itu
melintas, anak saya langsung mengajak pulang. Istri saya menjelaskan,
"Tidak apa-apa, itu hanya mainan". Anak saya menurut sambil terus
menutup kedua telinganya. Yang lebih parah lagi ada arak-arakan musik
laki-laki muda (mungkin juga ada bapak-bapaknya) yang berpakaian
perempuan dengan gaya yang tidak senonoh dan jorok.



Istri saya masih bertahan untuk melihatnya, berharap ada arak-arakan
yang lebih bagus untuk ditunjukkan pada anak saya. Ada sepasang laki dan
perempuan (laki-laki yang berpakaian perempuan, lengkap dengan
tanda-tanda keperempuanan yang terbuat dari balon karet). Mungkin untuk
menggambarkan keharmonisan pasangan orang tua. Memang keduanya sayang akrab. Tetapi kemudian, sangat
mengejutkan, mereka melakukan perbuatan yang sangat menjijikkan untuk
dilihat masyarakat dan anak kecil.



Saya sangat prihatin mendengar cerita istri saya. Karnaval perayaan 17
Agustus kemarin lebih menunjukkan ekspresi yang bermoral rendah
daripada rasa bangga menjadi bangsa dan rasya syukur mendapat rahmat
kemerdekaan.





4 komentar:

12duadua © 2014