
Sering juga bukan saya yang membuka obrolan. Seperti Jum'at kemarin. Saya naik dari Tebet menuju Prapanca. Hanya beberapa menit setelah kami duduk (kebetulan saya bersama seorang teman), sopir mengajak kami ngobrol.
Dia bilang, "kalau bawa kamera begitu biasanya wartawan". Kami agak kaget. "Benar Pak," jawab saya. Kemudian dia cerita, dulu dia sempat sebel sama wartawan. Kerena penasaran, saya bertanya "memang kenapa Pak?"
Suatu ketika istrinya sakit panas setelah pulang dari Hongkong. Urusan menjadi panjang karena waktu itu sedang ramai dengan kasus virus SARS. Dokter di puskesmas merujuknya ke RS Sulianti Saroso. Setelah di rujuk ke rumah sakit itu, istrinya dirawat di ruang khusus. "Dokter dan perawatnya berpakaian seperti astronot," katanya.
Lalu apa hubungannya dengan wartawan? Ceritanya, saat ia makan di warung dekat rumah sakit, ia didatangi seseorang yang dikira pengunjung rumah sakit sepertinya. Ia pun cerita tentang istrinya dan bagaimana nasibnya di rumah sakit itu. Nah keesokan harinya, ia membaca di sebuah surat kabar tentang SARS. Ia terperanjat mengetahui isi berita persis seperti obrolannya di warung kemarin. Ternyata orang yang mengajaknya ngobrol adalah seorang wartawan.
Pernah juga ia diminta untuk wawancara oleh reporter salah satu televisi. Ia bersedia tapi tanpa ada sorot kamera. Reporter tersebut menyanggupinya. Ternyata kameramen televisi itu tidak benar-benar pergi, ia menzoom wawancara dari jarak jauh. Ia mengetahuinya setelah beberapa kerabat menelpon karena melihat ia ada di televisi.
"Tapi itu dulu Mas, sekarang sih biasa aja," katanya sambil melihat saya dari spion diatasnya. Mungkin ia sedikit sungkan dengan kami atau agar kami tidak marah padanya. Kami berkata, "tidak apa-apa Pak, nyantai saja."
Obrolan kami semakin hangat, meski tidak menambah hangat badan saya karena AC-nya dingin sekali dan cuaca diluar sedang mendung.
"Meski saya sopir, tapi saya bangga dan suka dengan profesi saya Mas, bisa kenal banyak orang dan bisa belajar dari mereka." Dari caranya bicara, sepertinya ia memang sangat menikmati duduk di belakang kemudinya. Ia bilang, karena belajar dari penumpanglah ia bisa bahasa Arab, Mandarin dan Inggris. Ia pun mempraktekkan kemampuannya.
Saya melirik teman saya. Kami kagum dengan semangatnya belajar.
Obrolan kami berlanjut. Saya semakin menikmatinya. Suatu ketika ia mendapat langganan seorang perempuan, katanya pacarnya bule dari Amerika. Meski belum menjadi istrinya, perempuan itu sudah dicukupi semua kebutuhannya. Disewakan apartemen, pakaian dibelikan, dan uang saku diberikan. "Alhamdulillah, mereka sekarang sudah kawin Mas, dia dibawa suaminya ke Amerika sono."
"Karena sudah lama saya layani, perempuan itu sangat dekat dengan saya, seperti bapak sendiri Mas." Ia membuktikan kata-katanya dengan bercerita bahwa ia pernah meminjam uang dalam jumlah yang banyak. Uang itu digunakan untuk membantu pelanggannya yang lain.
Selain perempuan itu, ia juga punya langganan. Seorang laki-laki parlente, makelar calon PNS. Ya, kerjaannya nyari orang yang ingin masuk PNS. Dengan bekal hubungan dengan orang dalam yang disebutnya bos, ia bisa memasukkan seseorang untuk menjadi pegawai pemerintahan.
Suatu kali ia diminta mengantar laki-laki itu berbelanja di sebuah mall. Memborong perhiasan mahal dan pakaian mewah, untuk seorang perempuan yang cantik. "Bukan berburuk sangka Mas, tapi keliahatannya perempuan itu bukan istrinya."
Ketika pulang belanja, Si bos, orang dalam tadi, menelepon laki-laki itu untuk menagih janji. Si bos meminta sejumlah uang komisi. Makelar itu pun langsung lemas, betapa tidak, uangnya sudah habis diobral bersama kekasihnya.
Tahu langganannya tak berdaya, bapak sopir taxi punya jalan keluar. Ia menelepon perempuan pacar orang Amerika itu untuk meminjam uang. Karena sudah percaya, perempuan itu memberinya uang. Ia sangat senang bisa memberi jalan keluar bagi penumpangnya yang kesusahan.
Obrolan kami terputus ketika tempat yang kami tuju sudah dekat. Teman saya memandu, belok kiri atau kanan. Sebentar kemudian kami pun sampai. Setelah taxi itu pergi, kami berdua tersenyum mengingat apa yang kami obrolkan barusan. Kami terhibur, meski kurang percaya dengan kisah perempuan pacar bule Amerika dan makelar PNS itu. ---
ctt: gambar pinjam dari sini
16 komentar: