Masyarakat di kampung saya mempunyai pandangan bahwa sekolah itu gunanya untuk mencari pekerjaan. Semakin tinggi sekolah, maka semakin bonafit pekerjaan yang di dapat. Jadi kalau ada seorang sarjana berjualan di pasar, akan dicemooh, "Sarjana kok jualan. Kalau akhirnya jualan juga, mengapa sekolah tinggi-tinggi. Sayang kan biaya yang dikeluarkan orang tuanya."
Cukup lama juga saya memikirkan hal ini. Saya yakin, pada prinsipnya, sekolah itu bukan untuk mencari pekerjaan, meskipun saya juga membenarkan, konsekuensi dari kita bersekolah dan berijazah itu, lebih mudah melamar pekerjaan.
Kemarin, saya bertemu dengan seorang pengusaha roti yang sukses. Awalnya memang usahanya kecil-kecilan, tapi sekarang, berkat jualan roti itu, ia bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Ia punya satu rumah produksi (pabrik) dan dua toko, satunya dipegang kakaknya. Saat ini ia sedang mencari tempat baru untuk membuka cabang.
Ada ceritanya yang membuat saya senang. Tentu masih tentang sekolah. Orang tuanya mempunyai pandangan yang lain dibanding dengan orang-orang di kampung saya. Bagi orang tuanya, sekolah itu tidak harus terkait dengan pekerjaan. Meski anaknya lulusan interior design, tidak menjadi masalah punya usaha jualan roti.
Bapaknya seorang wiraswasta di bidang telekomunikasi, sedangkan ibunya mengurus keperluan keluarga di rumah. Ibunya hobi sekali bikin kue dan sepertinya hobi itu menurun pada anaknya.
Dorongan untuk membuka usaha sendiri, membuatnya mencari-cari, usaha apa yang akan dia kerjakan? Ketemulah usaha membikin dan menjual roti. Tinggal menyiapkan modal untuk membeli bahan kue. Sedangkan peralatannya, menggunakan peralatan warisan ibunya. Sebelum lulus kuliah, ia sudah mulai merintis usahanya itu. Ia sangat serius dan tekun. Akhirnya usahanya sukses. Tapi ia tetap melanjutkan kuliah sampai lulus dan mendapat gelar sarjana.
Kemudian saya bertanya, untuk apa ijasahnya itu? Ia menjawab, tidak untuk apa-apa. Ijazah dari perguruan tinggi yang cukup terkenal itu, belum sekalipun dipakainya. Saya tanya lagi, "lantas, untuk apa ia sekolah?" Apa jawabnya. Ternyata, bagi dia sekolah itu bukan untuk mengejar gelar atau supaya mendapat selembar ijazah. Yang lebih penting dari sekolah itu adalah prosesnya. Sekolah, membuat orang menjadi lebih baik, dalam hal pikiran maupun sikapnya.
Lagi, saya bertanya tentang hubungan antara interior design dan roti. "Memang, kelihatannya tidak ada hubungannya Mas," katanya. Kemudian ia mengambil salah satu roti buatanya danmemperlihatkan pada saya. "Coba Mas lihat roti ini, apa yang bisa Mas katakan?"
Saya mengamati roti itu, karyanya memang berbeda dengan roti-roti kebanyakan. Unsur seni masuk disitu. Roti produknya lebih indah dan kelihatan lebih menarik. Ia bilang bahwa disitulah kekuatan rotinya. Banyak pelanggan yang senang dengan keunggulan itu.
Ya, saya mengerti sekarang. Bukan gelar sarjana atau selember ijazah yang membuatnya sukses, tapi bagaimana ia mempunyai kompetensi dalam bidang yang ia pelajari di sekolah. Saya sudah cukup lega membawa oleh-oleh ini dan tak perlu membawa oleh-oleh lain ke rumah. Saya pun menolak saat ia memberi satu kotak roti untuk saya bawa pulang yang saya sesali kemudian.
Di rumah, saya ceritakan pengalaman itu pada istri saya. Istri saya malah tertawa. Rupanya, ia juga mendapat pengalaman lain tentang sekolah. Tadi pagi ia berbelanja sayuran pada abang sayur yang lewat di depan rumah. Abang itu heran, kok tumben istriku yang belanja, bukan pembantu saya.
"Kuliah saya libur Bang," kata istri saya. Abang sayur heran, kok masih sekolah juga, padahal sudah berkeluarga. "Untuk apa neng sekolah lagi, sayang atuh duwitnya."[]
Gambar pinjam dari Picture Books
6 komentar: