Pages

Rabu, 25 Februari 2009

[Hikayat] Petaka Bagi Orang Rakus

Rabu, 25 Februari 2009

Tersebut dalam kisah bahwa pada zaman Nabi Isa as ada seorang laki-laki yang ingin sekali menjadi sahabat beliau. Suatu hari ia menemui Nabi Isa as dan berkata, “Wahai Isa, ingin sekali aku bersahabat denganmu ke mana pun kau pergi.” Nabi Isa as mengizinkannya, “Baiklah jika demikian.”

Suatu hari kedua sahabat tersebut berjalan di tepi sebuah sungai. Karena lapar, mereka beristirahat dan membuka perbekalan berupa tiga potong roti. Nabi Isa as mengambil satu potong, lelaki itu juga mengambil satu. Masih tersisa satu potong lagi. Ketika Nabi Isa as pergi ke sungai dan kemudian kembali, roti yang tinggal sepotong tadi sudah tidak ada. Nabi Isa as bertanya pada sahabatnya, “Siapakah yang telah mengambil sepotong roti?” Sahabatnya menjawab, “Aku tak tahu.”

Kemudian mereka melanjutkan perjalanan. Setelah jauh berjalan, mereka bertemu sungai lagi, Nabi Isa memegang erat tangan sahabatnya itu, menariknya untuk menyeberang. Nabi Isa berkata, “Wahai sahabatku, sebenarnya siapa yang mengambil roti itu?” Tetap, lelaki itu menjawab, “Aku tak tahu.”

Sampailah dua sahabat itu di sebuah hutan. Saat mereka duduk-duduk untuk beristirahat, Nabi Isa as menemukan sejumlah perhiasan. Kemudian, Nabi Isa as membaginya menjadi tiga bagian, ia berkata, “Untukku sepertiga, dan kamu sepertiga, sedangkan yang sepertiganya lagi untuk orang yang mengambil roti.” Dengan cepat sahabatnya itu berkata, “Akulah yang mengambil roti itu.” Nabi Isa as pun berkata, “Ambillah semua bagian ini untukmu.” Lalu keduanya berpisah.

Laki-laki itu sangat girang. Kemudian datanglah dua orang yang akan merampok perhiasan itu. Saat perampok itu ingin membunuhnya, laki-laki itu berkata, “Lebih baik perhiasan ini kita bagi tiga saja.” Dua perampok itu setuju, lalu menyuruh salah seorang untuk membeli makanan ke pasar.

Muncullah keinginan orang yang pergi ke pasar untuk menguasai seluruh perhiasan itu. Ia berkata, “Untuk apa perhiasan itu dibagi tiga, lebih baik untuk aku semua. Makanan ini aku racun agar mereka berdua mati.” Sementara itu, dua orang yang menunggu di hutan pun berpikiran sama. Salah satu dari mereka berkata, “Lebih baik, saat ia datang membawa makanan, kita bunuh saja. Dan harta ini menjadi milik kita berdua.”

Dua orang tadi bersepakat. Kemudian saat orang yang membawa makanan itu datang, mereka membunuhnya. Keduanya sangat senang mendapat bagian yang lebih banyak dari yang seharusnya. Kemudian mereka memakan makanan yang telah diberi racun. Keduanya pun mati.

Ketika Nabi Isa as berjalan melintasi hutan dan melihat tiga mayat yang mati di sekitar perhiasan, maka ia berkata, “Inilah contohnya dunia. Maka berhati-hatilah kamu kepadanya.”

Kamis, 19 Februari 2009

Makanan: Menyehatkan atau Justru Merusak?

Kamis, 19 Februari 2009

Ada temuan yang patut untuk dicermati dari Badan Kesehatan Dunia [WHO]. Badan dunia tersebut memperkirakan penderita diabetes di Indonesia akan meningkat tajam. Pada tahun 2000 lalu, terdapat 8,4 juta penderita diabetes di Indonesia. Jika tak ada upaya serius untuk menanggulanginya, diperkirakan pada tahun 2030 nanti, penderita diabetes di Indonesia mencapai 21,3 juta.

Analisa tersebut sangat mengerikan menginggat bahwa diabetes biasanya dibarengi dengan munculnya penyakit-penyakit lain. Penderita diabetes yang tak segera ditangani bisa menyebabkan stroke, kerusakan ginjal, maupun kebutaan. Diabetes bisa juga terjadi pada anak-anak, bahkan menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Banyak temuan yang menunjukkan gejala itu. Ikatan Dokter Anak Indonesia [IDAI] mencatat, setiap tahun terjadi 240 kasus baru diabetes pada anak Indonesia.

Ada beberapa faktor penyebab diabetes. Selain karena faktor keturunan, penyakit yang sering disebut the silent killer ini juga disebabkan karena obesitas atau kegemukan. Kondisi itu terjadi karena kebiasaan mengonsumsi makanan secara berlebihan tanpa diimbangi olahraga yang teratur.

Mengonsumsi makanan secara baik [seimbang] berfungsi untuk menghasilkan energi, mengganti sel-sel tubuh yang tua atau rusak, juga untuk menjaga metabolisme dalam tubuh. Ujung dari ketiga fungsi tersebut adalah untuk menjaga kelangsungan hidup manusia agar bisa menjalankan tugas kehidupannya. Tapi, apabila keseimbangan itu dilanggar, makanan tak mendatangkan manfaat, bahkan akan merusak tubuh. Dalam ajaran Islam, ada diperintahkan untuk makan makanan yang halal dan baik [halâlan thayyiban]. Allah swt berkalam dalam al-Qur’an yang artinya “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” [QS al-Baqarah [2]: 168].

Jadi, tak cukup hanya halal saja, tetapi harus thayyib, karena belum tentu makanan yang halal itu thayyib. Udang dan ikan laut itu pada dasarnya halal untuk dimakan, tetapi menjadi tak baik [tidak thayyib] untuk mereka yang menderita alergi. Ke-thayyib-an makanan paling tidak memenuhi tiga syarat yaitu baik dari sisi kandungannya, jumlah konsumsinya, dan cara mengonsumsinya.

Kandungan Makanan
Karena fungsi makanan yang begitu penting, banyak ahli gizi yang menyarankan agar makanan yang kita makan selalu mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tubuh seperti protein, karbohidrat, mineral, lemak, dan vitamin. Berbagai unsur tersebut hendaknya dikonsumsi secara seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh. Berlebihan pada salah satunya berakibat kurang baik, seperti makanan cepat saji [fast food] misalnya.

Pada umumnya, fast food mengandung gizi yang tak seimbang. Kandungannya lebih banyak lemak, gula, dan garam, sedikit sekali mengandung serat. Padahal kelebihan lemak dalam tubuh bisa menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dalam darah. Kadar kolesterol yang berlebihan itu merupakan pemicu munculnya penyakit jantung, stroke, dan diabetes.

Selain itu ada penelitian terbaru dari University of Alberta yang menyatakan, bagi ibu menyusui, mengonsumsi fast food lebih dari satu atau dua kali seminggu akan mengurangi fungsi ASI bagi bayi.

Sebelumnya, banyak penelitian menyimpulkan bahwa pada anak yang disusui dengan ASI akan mengurangi resiko menderita asma. Bagi ibu yang mengonsumsi fast food melebihi batas, fungsi ASI tersebut tereliminasi.

Perlu juga untuk memerhatikan zat tambahan pada makanan baik itu sebagai bahan pengawet, pewarna, maupun penyedap rasa. Dalam kadar yang dibolehkan, makanan yang mengandung zat tambahan dari bahan kimia masih aman untuk dikonsumsi. Namun jangan salah pengertian, jika makanan tersebut dikonsumsi terus-menerus dalam jangka waktu yang lama tetap saja berbahaya. Zat kimia tersebut akan menumpuk dan menjadi racun dalam tubuh.

Jumlah yang Dikonsumsi
Jumlah makanan yang dikonsumsi juga perlu diperhatikan untuk menjaga keseimbangan bagi tubuh. Memang, memenuhi selera makan sampai perut menjadi kenyang boleh-boleh saja, tapi tetap saja ada batasnya. Ketika sudah melampai batas itu, mengonsumsi makanan menjadi kurang baik. Setiap orang punya batas yang berbeda-beda, tergantung dari kondisi tubuhnya. Bagaimana menentukan batas itu?

Al-Thabari, salah seorang ulama tafsir, mengatakan, “Meskipun kenyang hukumnya mubah, tapi ia memiliki batasan puncaknya. Jika batasan ini dilanggar, maka hal itu disebut berlebih-lebihan. Yang mutlak dalam hal ini adalah kenyang yang dapat membantu pelakunya untuk melakukan ketaatan kepada Allah, dan keadaannya tidak membuatnya berat dalam melaksanakan kewajiban.”

Kenyang dalam batasan At-Thabari dikaitkan dengan aktivitas manusia. Jika kenyang itu masih memungkinkan manusia melakukan aktivitas, kekenyangannya masih dianggap wajar. Namun jika sudah menjadikan manusia malas untuk bergerak dan beraktivitas, maka kekenyangan itu sudah melampau batas. Dalam ungkapan yang berbeda, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menentukan batasan konsumsi makanan berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi. Menurut Ibnu Qayyim, ada tiga tingkat dalam hal mengonsumsi makanan. Tingkat yang pertama adalah mengonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan. Sabda Rasulullah: “Cukuplah bagi manusia untuk mengkonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang rusuknya”. Artinya, sudah cukup bagi manusia mengonsumsi makanan sampai pada kebutuhan dasarnya. Memenuhi selera menjadi prioritas yang tak utama.

Namun, jika manusia memang berkehendak untuk memenuhi selera makannya, maka Rasulullah melanjutkan sabdanya: “Kalaulah dia harus berbuat, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” Pada tingkat ini, memenuhi selera makan masih dalam tahap yang wajar, masih memerhatikan keseimbangan asupan makanan.

Jika konsumsi makanan sudah melampaui batas keseimbangan itu, dikatakan sudah berlebihan dan sangat tidak baik untuk dilakukan.

Cara Mengonsumsi
Cara mengonsumsi makanan juga penting untuk diperhatikan. Meski kandungan makanan sudah baik, konsumsinya juga tak berlebihan, tapi jika cara mengonsumsinya tak baik juga belum bisa dikatakan thayyib.

Rasulullah Saw memberikan contoh bagaimana cara makan yang baik. Sebelum makan, Rasulullah Saw mengucap basmallah. Jika makanan yang dihidangkan masih panas, beliau bersabar menunggu sampai makanan itu dingin dan layak dimakan. Kemudian, Rasulullah Saw tak tergesa-gesa dalam makan, mengunyahnya terlebih dahulu sebelum ditelan. Setelah makan, beliau mencuci tangannya.

Para ulama terdahulu juga melakukan ijtihad dalam masalah ini. Ada anjuran dari para ulama untuk mencuci tangan sebelum makan, meski tak ditemukan hadis nabi yang membicarakan hal tersebut.<<

ctt: gambar pinjam dari Ellen Rixford Studio

-----------------------------------------------
ALiF Edisi 17: Halalan Thayyiba
-----------------------------------------------

Rabu, 18 Februari 2009

Ibu Orang-orang Miskin

Rabu, 18 Februari 2009

Zainab binti Khuzaimah sangat menyayangi orang-orang miskin, selalu menyantuni dan bermurah hati kepada mereka. Sifat kedermawanannya melebihi kepentingan terhadap dirinya sendiri. Masyarakat pun menyebutnya sebagai “ibu orang-orang miskin” [Ummul Masâkin]. Ia termasuk golongan wanita-wanita pertama yang mengakui kebenaran Muhammad Saw.

Sebelum menjadi istri Rasulullah Saw, kehidupannya sungguh memprihatinkan. Bersama Thufail bin Harits bin Abdul-Muththalib, suami pertamanya, ia mengikuti Rasulullah Saw hijrah ke Madinah. Namun segera setelah itu, ia diceraikan karena tidak bisa mendatangkan keturunan.

Terdapat banyak riwayat yang berbeda-beda mengenai siapa yang menikahinya setelah perceraiannya itu. Ada yang mengatakan Ubaidah bin Harits yang menjadi suaminya. Riwayat yang lain mengatakan Abdullah bin Jahsy. Namun yang paling banyak dipercaya oleh para ulama adalah riwayat yang mengatakan, setelah bercerai dengan Thufail, Ubaidah bin Harits, yang juga saudara laki-laki Thufail, ingin menjaga kemuliaan Zainab dengan menikahinya.

Kesedihan kembali melingkupi Zainab setelah Ubaidah gugur dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah Saw. Ubaidah terkenal sebagai salah seorang prajurit penunggang kuda paling perkasa setelah Hamzah bin Abdul-Muththalib dan Ali bin Abi Thalib. Mereka bertiga menjadi prajurit andalan dalam setiap peperangan melawan orang-orang Quraisy.

Tak banyak riwayat yang menceritakan kisah hidup Zainab setelah Ubaidah gugur sampai Rasulullah Saw menikahinya. Rasulullah Saw menjadikannya istri karena, hati beliau trenyuh melihat Zainab hidup menjanda, tanpa ada yang memperhatikan dan menyayanginya. Sementara sejak kecil ia menjadi pelindung dan penyayang bagi orang-orang miskin. Wajahnya memang tidak cantik sehingga tidak seorang pun dari kalangan sahabat yang bersedia menikahinya.

Rasulullah Saw sangat menghormatinya. Gelar Ummul Masâkin yang sudah disandangnya sejak jaman jahiliyah tidak diingkari oleh Rasulullah Saw, padahal beliau banyak tidak menyukai nama atau julukan yang dikenal di masa jahiliyah.

Kehidupan bersama Rasulullah Saw dilaluinya dengan sangat singkat karena ia meninggal dunia di usia yang masih muda. Sebuah riwayat mengatakan, ia menjadi bagian keluarga Rasulullah Saw selama tiga bulan. Ada juga riwayat lain yang mengatakan delapan bulan. Tetapi tak ada riwayat yang menjelaskan sebab-sebab ia meninggal. Karena kemuliaan dan keagungannya, tangan Rasulullah Saw sendiri yang mengurus jenazahnya.

Selasa, 17 Februari 2009

Rumah Sakit yang Nyaman

Selasa, 17 Februari 2009



Saya berkunjung ke Rumah Sakit di daerah BSD. Bersih dan terawat. Di dekat ruang dokter anak ada tempat bermain dan ada pojok yang terisolasi untuk bayi sehat. Pelayanannya juga excellence, mulai dari tukang parkir, para suster dan dokternya ramah. Di ruang periksa dokter anak juga ada alat-alat bermain. Beberpa foto saya ambil menggunakan kamera di hp saya.

Meski demikian, ogah ah kalau menggunakan fasilitas di rumah sakit itu.

Senin, 16 Februari 2009

Traffic Multiply di Dunia Maya

Senin, 16 Februari 2009

Beberapa hari ini, saya membaca posting teman-teman yang merasakan aktifitas (traffic) di Multiply menurun. Saya juga pernah mendengar kabar kalau memang secara umum, aktifitas bloging menurun baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Dari artikel yang ditulis Bung Enda, saya mendapat ide bermain-main dengan Google Trends untuk melihat traffic Multiply di dunia maya. Google Trend ini merupakan fasilitas dari Google untuk mengetahui perkembangan akses dari suatu situs atau blog, termasuk Multiply. Baik, kita mulai dengan traffic Multiply dulu.

Memang, dengan melihat grafik diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa aktifitas di Multiply menurun. Traffic mulai menurun pada bulan September 2008 dan terus menurun sampai Januari 2009. Penurunan terbesar terjadi antara bulan September dan Oktober 2008 (terlihat gambarnya membentuk palung yang dalam). Bagaimana dengan yang lain? Mari kita lihat Wordpress.

Wordpress juga mengalami hal yang sama. Polanya mirip dengan multiply. Cuma, traffic Wordpress lebih tinggi dibanding Multiply (garis Wordpress berada diatas Multiply). Kita lanjutkan dengan memasukkan Blogspot.

Grafic Blogspot tidak terlihat. Mungkin karena traffic-nya yang terlalu kecil dibanding Multiply dan Wordpress. Untuk memudahkan, Blogspot kita keluarkan (mengingat Google Trend hanya memuat lima situs secara bersamaan). Apakah situs-situs berita juga mengalami hal yang sama? Coba kita masukkan Kompas.

Ternyata, situs Kompas juga mengalami hal yang sama. Traffic Kompas mendekati Multiply. Kita lanjutkan dengan Detik.

Tak berbeda dengan Kompas, grafic detik kelihatan menurun. Namun grafiknya berada pada bagian atas. Mulai bulan Septerber, grafik Detik berhimpit dengan Worpress. Ini yang dikatakan Bung Enda, pola dan traffic Multiply mirip dengan Kompas, sedangkan Wordpress mirip dengan Detik.

Nah, terakhir kita masukkan facebook. Situs ini dituduh menjadi kambing hitam dari menurunnya traffic blog. Bagaimana hasilnya?

Waw, ternyata, mulai bulan November, traffic facebook paling tinggi. Lebih tinggi dibanding Detik, Kompas, Wordpres, maupun Multiply. Trend-nya juga menunjukkan kenaikan, padahal yang lain menurun. Apa artinya? Dimungkinkan tuduhan bahwa facebook menjadi penyebab menurunnya situs berita dan blog adalah benar adanya.

Sabtu, 14 Februari 2009

Sekolah

Sabtu, 14 Februari 2009

Masyarakat di kampung saya mempunyai pandangan bahwa sekolah itu gunanya untuk mencari pekerjaan. Semakin tinggi sekolah, maka semakin bonafit pekerjaan yang di dapat. Jadi kalau ada seorang sarjana berjualan di pasar, akan dicemooh, "Sarjana kok jualan. Kalau akhirnya jualan juga, mengapa sekolah tinggi-tinggi. Sayang kan biaya yang dikeluarkan orang tuanya."

Cukup lama juga saya memikirkan hal ini. Saya yakin, pada prinsipnya, sekolah itu bukan untuk mencari pekerjaan, meskipun saya juga membenarkan, konsekuensi dari kita bersekolah dan berijazah itu, lebih mudah melamar pekerjaan.

Kemarin, saya bertemu dengan seorang pengusaha roti yang sukses. Awalnya memang usahanya kecil-kecilan, tapi sekarang, berkat jualan roti itu, ia bisa mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Ia punya satu rumah produksi (pabrik) dan dua toko, satunya dipegang kakaknya. Saat ini ia sedang mencari tempat baru untuk membuka cabang.

Ada ceritanya yang membuat saya senang. Tentu masih tentang sekolah. Orang tuanya mempunyai pandangan yang lain dibanding dengan orang-orang di kampung saya. Bagi orang tuanya, sekolah itu tidak harus terkait dengan pekerjaan. Meski anaknya lulusan interior design, tidak menjadi masalah punya usaha jualan roti.

Sejak kecil orang tuanya selalu menanamkan padanya bahwa lebih baik mempekerjakan orang lain dibanding bekerja pada orang lain. Artinya, lebih baik membuka lapangan pekerjaan daripada mencari pekerjaan. "Membuka lapangan pekerjaan itu juga membantu kesusahan orang lain," kata bapaknya.

Bapaknya seorang wiraswasta di bidang telekomunikasi, sedangkan ibunya mengurus keperluan keluarga di rumah. Ibunya hobi sekali bikin kue dan sepertinya hobi itu menurun pada anaknya.

Dorongan untuk membuka usaha sendiri, membuatnya mencari-cari, usaha apa yang akan dia kerjakan? Ketemulah usaha membikin dan menjual roti. Tinggal menyiapkan modal untuk membeli bahan kue. Sedangkan peralatannya, menggunakan peralatan warisan ibunya. Sebelum lulus kuliah, ia sudah mulai merintis usahanya itu. Ia sangat serius dan tekun. Akhirnya usahanya sukses. Tapi ia tetap melanjutkan kuliah sampai lulus dan mendapat gelar sarjana.

Kemudian saya bertanya, untuk apa ijasahnya itu? Ia menjawab, tidak untuk apa-apa. Ijazah dari perguruan tinggi yang cukup terkenal itu, belum sekalipun dipakainya. Saya tanya lagi, "lantas, untuk apa ia sekolah?" Apa jawabnya. Ternyata, bagi dia sekolah itu bukan untuk mengejar gelar atau supaya mendapat selembar ijazah. Yang lebih penting dari sekolah itu adalah prosesnya. Sekolah, membuat orang menjadi lebih baik, dalam hal pikiran maupun sikapnya.

Lagi, saya bertanya tentang hubungan antara interior design dan roti. "Memang, kelihatannya tidak ada hubungannya Mas," katanya. Kemudian ia mengambil salah satu roti buatanya danmemperlihatkan pada saya. "Coba Mas lihat roti ini, apa yang bisa Mas katakan?"

Saya mengamati roti itu, karyanya memang berbeda dengan roti-roti kebanyakan. Unsur seni masuk disitu. Roti produknya lebih indah dan kelihatan lebih menarik. Ia bilang bahwa disitulah kekuatan rotinya. Banyak pelanggan yang senang dengan keunggulan itu.

Ya, saya mengerti sekarang. Bukan gelar sarjana atau selember ijazah yang membuatnya sukses, tapi bagaimana ia mempunyai kompetensi dalam bidang yang ia pelajari di sekolah. Saya sudah cukup lega membawa oleh-oleh ini dan tak perlu membawa oleh-oleh lain ke rumah. Saya pun menolak saat ia memberi satu kotak roti untuk saya bawa pulang yang saya sesali kemudian.

Di rumah, saya ceritakan pengalaman itu pada istri saya. Istri saya malah tertawa. Rupanya, ia juga mendapat pengalaman lain tentang sekolah. Tadi pagi ia berbelanja sayuran pada abang sayur yang lewat di depan rumah. Abang itu heran, kok tumben istriku yang belanja, bukan pembantu saya.

"Kuliah saya libur Bang," kata istri saya. Abang sayur heran, kok masih sekolah juga, padahal sudah berkeluarga. "Untuk apa neng sekolah lagi, sayang atuh duwitnya."[]

Gambar pinjam dari Picture Books

Kamis, 12 Februari 2009

Umur

Kamis, 12 Februari 2009
Saat ini para ilmuan sedang mencari, apa yang bisa dilakukan untuk menghambat proses penuaan pada manusia. Mereka menginginkan, dengan menghambat proses itu, rentang umur manusia menjadi lebih panjang.

Dr Jan Staessen dari Leuven University berhasil menemukan hubungan antara faktor gen dengan panjang pendeknya umur manusia. Faktor itu terletak pada ujung kromosom X yang dinamakan telomere. Meski saat ini masih berbentuk hipotesa, tapi bukan tidak mungkin, di masa mendatang benar-benar akan ditemukan apa sebenarnya yang mengendalikan umur manusia.

Jika sudah demikian, suatu saat nanti tak ada manusia yang bertubuh seperti nenek atau kakek, semuanya akan tampak muda. Umur manusia akan sangat panjang, bisa seratus atau bahkan seribu tahun. Saat ini pun tren itu sudah bisa kita lihat. Bukankah sudah ada bengkel tubuh, yang bisa mengganti bagian tubuh yang sudah rusak?

Lalu, apakah rahasia tentang umur manusia sudah terungkap? Pasti, jawabannya belum. Umur diatas adalah umur secara biologis. Mungkin secara biologis, manusia bisa menghambat penuaan dan mengulur kematian. Namun kematian (secara biologis juga) itu tak hanya faktor penuaan saja. Banyak faktor lain yang menyebabkan takdir Allah berupa kematian itu terjadi.

Yang saya maksud dengan umur dan kematian secara biologis itu berkaitan dengan jasad atau badan. Adakah umur dan kematian yang lain? Ada. Sukarno, Suharto, Chairil Anwar, para pahlawan kita, para penjahat perang yang ikut mati, jasad mereka sudah tiada. Tapi, bukankah jiwa mereka masih hidup? Yang kita anggap pahlawan, semangatnya kita warisi. Dan yang kita anggap penjahat ideologinya kita takuti.

Tinggal pilih, mau hidup abadi (dikenang) sebagai apa, pahlawan atau penjahat. Kalau tidak kedua-duanya berarti jiwanya mati (terlupakan). Itulah orang yang ada dan tiadanya tidak memberi pengaruh apa-apa pada lingkungan sekitarnya.

Mana yang hendaknya dikejar? Umur biologis atau umur jiwa? Kalau bisa ya kedua-duanya. Bukankah orang yang paling baik itu berumur panjang dan beramal baik sehingga nama baik dan jasanya dikenang sepanjang masa?

Tapi ada orang yang tidak memikirkan masalah umur baik biologis maupun jiwa. Ikhlas saja, mau umur berapa pun terserah. Mau mati besok atau lusa silahkan. Seratus atau seribu tahun lagi juga silahkan. Mau dikenang sebagai pahlawan terserah. Sebagai penjahat pun juga terserah. Yang dia pikirkan adalah bagaimana menjalani itu semua sesuai kehendak-Nya.

Gambar pinjam dari wikipedia

Rabu, 11 Februari 2009

Oh Ponari...

Rabu, 11 Februari 2009

"Anakmu sedelo maneh wis iso nyenengno keluarga." Inilah kata-kata yang diucapkan ulama berjubah putih dalam mimpi Mukaromah, ibunda Ponari. Semula ia anggap mimpi itu biasa saja, tapi tak lama kemudian mimpi itu menjadi kenyataan. Ponari, menjadi anak yang sakti, bisa mengobati orang yang sakit. Ia bukan saja menyenangkan keluarganya, tapi ribuan orang.

Kalau menurut saya, sebenarnya bukan Ponari-nya yang sakti, tetapi batunya itu. Konon batu itu terkena sambaran petir. Ponari melihatnya sendiri saat bermain hujan-hujanan. Kemudian batu itu diambil dan dibawanya pulang.

Ponari menceritakan apa yang terjadi kepada keluarganya. Semua tak mempercayainya. Bahkan neneknya sempat membuang batu itu. Tapi anehnya, batu itu kembali lagi ke rumah.

Fenomena dukun cilik dari Jombang ini sempet juga menjadi obrolan kami dikantor. Apakah ini syirik? Ya, kalau kita percaya, yang memberi kesembuhan itu adalah Ponari atau batunya. Sama juga saat kita datang ke dokter dan percaya bahwa yang membuat kita sembuh adalah dokter itu.

Kalau tetap percaya bahwa sebenarnya yang memberi kesembuhan adalah Allah, bukan yang lain, ya boleh-boleh saja kita mencari jalan kemanapun untuk kesembuhan penyakit kita, asal tidak dengan bantuan jin atau semacamnya.

Dari sisi sosial, sebenarnya fenomena dukun cilik ini sangat menarik. Fenomena ini menunjukkan bahwa ternyata banyak sekali masyarakat Indonesia yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang murah. Kabarnya, Ponari tidak mau menerima imbalan banyak. Ia hanya meminta dua ribu dan dimasukkan kedalam kotak yang sampai sekarang belum dibukanya.

Ramainya pengobatan alternatif juga pernah saya lihat di Bandung. Suatu hari saya jalan pagi-pagi, sehabis shalat shubuh. Saya melihat ada kerumunan banyak orang di salah satu ruko di Jalan Kopo. Setelah saya mendekat, ternyata mereka mengantri untuk mendapatkan terapi gratis. Kata orang, banyak penyakit yang bisa disembuhkan dengan terapi itu.

Teman saya, istrinya terkena lupus. Setiap hari seluruh badannya sakit luar biasa. Sudah beberapa kali ke dokter tapi tidak ada perubahan. Memang, penyakit ini tak ada obatnya. Teman saya mencoba terapi itu. Setelah beberapa kali terapi, kondisi badan istrinya membaik. "Sekarang nafsu makannya kembali normal," katanya.

Pagi itu antriannya sudah panjang bekelok, padahal buka prakteknya baru jam delapan nanti. Di Sukabumi, saya juga pernah melihat hal yang sama. Kenyataan ini hendaknya menjadi catatan kita, terutama bagi yang terkait langsung dengan urusan kesehatan.

Saya teringat Pak Klasmono, dokter di kota saya. Berobat ke dia cuma belasan ribu rupiah saja, sangat murah dibanding dokter-dokter yang lain, sekalian dengan obatnya lagi. Tak heran pelanggannya banyak sekali, termasuk kami sekeluarga.

Cerita-punya cerita, mengapa Pak Klasmono memasang tarif yang murah? Dulu ia pernah terkena sakit yang parah. Secara medis diperkirakan umurnya tak panjang. Kemudian ia bertekat kalau diberi kesembuah, ia akan lebih banyak membantu orang lain.

Dan kesembuhan pun didapatkannya, malah ia bisa bertahan hidup beberapa tahun. Sayang sekarang ia telah tiada, sepertinya hutangnya sudah lunas. Masyarakat di kota saya menunggu dokter seperti dia lagi, mungkin juga seluruh masyarakat Indonesia. <<

Gambar pinjam dari Robert Webman MD

Minggu, 08 Februari 2009

Mengapa Tidak Bisa?

Minggu, 08 Februari 2009

Setelah membaca Balthasar's Odyssey, saya kecanduan membaca karya Amin Maalouf lainnya. Kebetulan, di sebuah majalah, saya menemukan resensi "Misteri Rubaiyat Omar Khayyam" karya Amin Maalouf juga. Saya langsung berketetapan hati untuk membeli buku itu jika nanti ke toko buku.

Di toko buku deket kantor belum ada. Akhirnya saya menemukannya di Gramedia Mall D'Best, Jl Fatmawati. Saat masuk ke toko buku itu, saya langsung menuju komputer pencarian. Saya ketik "Amin Maalouf" dan keluarlah judul bukunya. Wah masih ada 36 buah. Tapi, kok tidak ada kode rak bukunya, bagaimana saya harus mencari?

Tanpa pikir panjang, saya langsung mencari petugas dan menanyakannya. Eh, petugas itupun tidak tahu. Dicarilah atasannya. Tak lama berselang, atasannya datang, kedua orang petugas itu membantu saya mencari. Rak buku kelompok novel sudah kami ubek, hasilnya kosong. Beberapa petugas lainnya ikut membantu. Masih belum ketemu juga.

Ya sudah, mungkin memang belum waktunya membeli buku. Saya melangkah untuk keluar. Tiba-tiba teman saya menunjuk ke tumpukan buku. Hehehehe....ternyata buku yang saya cari ada di situ, jauh dari rak kelompok novel. Saya ambil satu. Sebelum menuju kasir, saya memberi tahu petugas bahwa buku yang saya cari sudah ketemu. Kasihan mereka jika terus mencari.

Sampai di rumah, saya kecewa. Bukan, bukan karena isi buku itu. Tapi karena bukunya yang cacat. Ada satu lembar, di tengahnya, terlipat. Saya tidak yakin bisa membuka lipatannya, kedua ujungnya melekat di dasar buku. Karena itu harus saya tukarkan. Struk belanja masih saya simpan. Dulu pernah mengalami hal serupa. Saya bisa menukarnya dengan yang baru, struk menjadi senjatanya, padahal jangka waktu pembeliannya sudah lama. Saya terkesan, Gramedia memang te o pe.

Tapi kesan saya itu berubah. Saya pergi ke Gramedia di Serpong, dekat dengan rumah. Saya berharap bisa menukar buku yang cacat itu. Ternyata, Gramedia Serpong menolak, buku harus ditukar di tempat pembelian. Padahal kalau Gramedia mau fleksibel, seharusnya hal itu bisa dilakukan.

Yah, perhatian Gramedia kepada pelanggannya masih belum penuh. Terpaksa, harus nunggu kesempatan ke D'Best lagi untuk mendapat gantinya.

Kamis, 05 Februari 2009

Bekas Lokalisasi Itu

Kamis, 05 Februari 2009

Kami salah masuk. Seharusnya bukan pintu gerbang yang ini yang harus kami lewati agar dekat dengan tempat yang kami tuju. Kami harus berputar mengitari kompleks Islamic Center. Tapi kami senang, justru karena kesalahan itu kami mengetahui beberapa sudut bangunan itu.

Ada bangunan yang mangkrak. Sepertinya pembangunannya terhenti. Esthi, teman saya bilang, "sayang ya Mam, bangunan segede ini tidak maksimal dimanfaatkan, jadi ingat saudaramu." Saudaraku itu maksudnya Imam B Prasojo. Ia selalu meledekku begitu karena nama kami sama. Imam bilang banyak Fisical Capital yang mubazir. "Inilah contohnya," kata Esthi lagi.

Kata orang yang berkantor di situ, bangunan mangkrak dan tak terawat itu rencananya untuk diklat. Itu zaman Sutiyoso menjadi gubernur dulu. Sekarang, setelah ganti gubernur, pembangunannya berhenti.

Ya, memang sayang. Dalam perjalanan pulang kami mikir, buat apa ya bangunan segede dan seindah itu. "Mungkin buat nampung pengungsi banjir akan lebih bermanfaat," kataku. Sekarang kan pada musim banjir. Kasihan para korban yang tidak dapat tempat berteduh.

"Nggak Mam, lebih baik untuk pendidikan. Buat sekolah misalnya. Pasti banyak anak-anak di sekitar situ yang perlu dibantu sekolahnya."

Ya. Pendidikan. Apalagi pendidikan yang berkonsep sosial, membantu anak yang kurang mampu. Sepakat. Ditambah dengan fasilitas perpustakaan yang besar dan lengkap, wah sungguh dasyatnya.

Pikiranku melayang pada kota Alexandria, abad 3-2 SM, khususnya pada perpustakaannya yang sangat besar. Koleksinya diperkirakan antara 400.000 sampai 700.000 buku. Dari tempat itu lahirlah karya-karya besar diberbagai bidang. Cendikiawan dan ilmuan besar dunia tumbuh bersamanya. Archimedes, matematikawan terkenal itu mengembangkan teori-teorinya di tempat itu.

Tiba-tiba sopir taksi di depan ikut nimbrung. "Tetap saja, penghuninya yang dulu masih ada. Cuma tempatnya saja yang beda, malah semakin menyebar ke mana-mana."

Hahahahaha....kami tertawa. "Memang sulit sekali menghapus itu Pak," kataku.

Selasa, 03 Februari 2009

Akhir Yang Baik

Selasa, 03 Februari 2009

Seorang wakil rakyat di Sumatra Utara meninggal ditengah demonstrasi yang rusuh. Masa yang tak terkendali menghalangi evakuasi terhadap dirinya, sehingga serangan jantung terlambat di tangani. Nyawanya tak bisa diselamatkan. Salah satu ruang di tempatnya bekerja menjadi tempat terakhirnya menghirup nafas.

Sebuah catatan kelam tercatat dalam sejarah negara yang merangkak mewujudkan dekokrasi. Seorang teman dalam kesedihannya bertanya, "haruskah setiap perubahan itu perlu ditandai dengan jatuhnya korban?" Sulit untuk mengatakan tidak. Sejarah kita mencatat bahwa perubahan selalu muncul ditandai dengan jatuhnya korban. Reformasi, revolusi 65 dan tentu perubahan yang kita agung-agungkan, Kemerdekaan Indonesia. Semuanya memakan korban.

Ingatan saya melayang pada suatu pagi, empat belas tahun yang lalu ketika bel masuk sekolah belum berbunyi. Ada kabar duka, teman kami meninggal dunia. Ia ditabrak truk dalam perjalanannya menuju sekolah. Saya dan beberapa teman langsung pergi ke rumah duka.

Dalam suasana khidmad prosesi pemakamannya, sesepuh desa memberi petuah. Kematian adalah sebuah kepastian yang tak seorang pun tahu kapan waktunya. Ia adalah akhir sekaligus awal perjalanan. Akhir hidup di dunia dan awal menuju akhirat. Semua pasti berharap, kematian menjadi takdir yang baik, khusnul khatimah.

Tokoh desa itu pun mengatakan, meninggal dalam usaha menuntut ilmu adalah akhir yang baik. Kita semua menjadi saksi, ia adalah anak yang baik, bergaul dengan baik, meninggal pun dalam keadaan baik. Semoga Allah Swt memberi kelapangan baginya. Kami semua mengamini.

Suasana jiwa yang sama pernah saya alami saat mengantar jenazah Mbah Surya, tetangga sebelah rumah. Ia terjatuh dari pohon jati yang akan dirobohkannya. Ya, ia adalah seorang blandong, orang yang berprofesi menebang kayu. Orang kampung yang ingin pohon di kebunnya menjadi kayu penyangga rumah, dialah ahlinya.

Mbah Surya adalah tetangga yang baik, orang tua yang ramah dan kakek yang sangat sayang pada cucunya. Di atas makamnya, kami pun berdoa agar kematiannya adalah akhir yang baik dan karenanya diakhirat nanti ia mendapat tempat yang baik di sisi-Nya.

Saya tidak mengetahui bagaimana pribadi wakil rakyat yang meninggal itu. Namun saya ikut mendoakannya. Semoga kematiannya adalah akhir yang baik. Saya meyakini bahwa seseorang yang meninggal ketika melaksanakan peran (menjalankan profesinya) menciptakan kehidupan yang baik di dunia adalah akhir yang terhormat.

Minggu, 01 Februari 2009

Sopir Taxi

Minggu, 01 Februari 2009
Kalau naik taxi dan sedang tidak suntuk atau capek, saya sering ngobrol dengan sopirnya. Macem-macem yang diobrolin. Biasanya saya buka dengan menanyakan sudah berapa lama menjadi sopir. Terus mengalir sampai ngobrol tentang keluarganya.

Sering juga bukan saya yang membuka obrolan. Seperti Jum'at kemarin. Saya naik dari Tebet menuju Prapanca. Hanya beberapa menit setelah kami duduk (kebetulan saya bersama seorang teman), sopir mengajak kami ngobrol.

Dia bilang, "kalau bawa kamera begitu biasanya wartawan". Kami agak kaget. "Benar Pak," jawab saya. Kemudian dia cerita, dulu dia sempat sebel sama wartawan. Kerena penasaran, saya bertanya "memang kenapa Pak?"

Suatu ketika istrinya sakit panas setelah pulang dari Hongkong. Urusan menjadi panjang karena waktu itu sedang ramai dengan kasus virus SARS. Dokter di puskesmas merujuknya ke RS Sulianti Saroso. Setelah di rujuk ke rumah sakit itu, istrinya dirawat di ruang khusus. "Dokter dan perawatnya berpakaian seperti astronot," katanya.

Lalu apa hubungannya dengan wartawan? Ceritanya, saat ia makan di warung dekat rumah sakit, ia didatangi seseorang yang dikira pengunjung rumah sakit sepertinya. Ia pun cerita tentang istrinya dan bagaimana nasibnya di rumah sakit itu. Nah keesokan harinya, ia membaca di sebuah surat kabar tentang SARS. Ia terperanjat mengetahui isi berita persis seperti obrolannya di warung kemarin. Ternyata orang yang mengajaknya ngobrol adalah seorang wartawan.

Pernah juga ia diminta untuk wawancara oleh reporter salah satu televisi. Ia bersedia tapi tanpa ada sorot kamera. Reporter tersebut menyanggupinya. Ternyata kameramen televisi itu tidak benar-benar pergi, ia menzoom wawancara dari jarak jauh. Ia mengetahuinya setelah beberapa kerabat menelpon karena melihat ia ada di televisi.

"Tapi itu dulu Mas, sekarang sih biasa aja," katanya sambil melihat saya dari spion diatasnya. Mungkin ia sedikit sungkan dengan kami atau agar kami tidak marah padanya. Kami berkata, "tidak apa-apa Pak, nyantai saja."

Obrolan kami semakin hangat, meski tidak menambah hangat badan saya karena AC-nya dingin sekali dan cuaca diluar sedang mendung.

"Meski saya sopir, tapi saya bangga dan suka dengan profesi saya Mas, bisa kenal banyak orang dan bisa belajar dari mereka." Dari caranya bicara, sepertinya ia memang sangat menikmati duduk di belakang kemudinya. Ia bilang, karena belajar dari penumpanglah ia bisa bahasa Arab, Mandarin dan Inggris. Ia pun mempraktekkan kemampuannya.

Saya melirik teman saya. Kami kagum dengan semangatnya belajar.

Obrolan kami berlanjut. Saya semakin menikmatinya. Suatu ketika ia mendapat langganan seorang perempuan, katanya pacarnya bule dari Amerika. Meski belum menjadi istrinya, perempuan itu sudah dicukupi semua kebutuhannya. Disewakan apartemen, pakaian dibelikan, dan uang saku diberikan. "Alhamdulillah, mereka sekarang sudah kawin Mas, dia dibawa suaminya ke Amerika sono."

"Karena sudah lama saya layani, perempuan itu sangat dekat dengan saya, seperti bapak sendiri Mas." Ia membuktikan kata-katanya dengan bercerita bahwa ia pernah meminjam uang dalam jumlah yang banyak. Uang itu digunakan untuk membantu pelanggannya yang lain.

Selain perempuan itu, ia juga punya langganan. Seorang laki-laki parlente, makelar calon PNS. Ya, kerjaannya nyari orang yang ingin masuk PNS. Dengan bekal hubungan dengan orang dalam yang disebutnya bos, ia bisa memasukkan seseorang untuk menjadi pegawai pemerintahan.

Suatu kali ia diminta mengantar laki-laki itu berbelanja di sebuah mall. Memborong perhiasan mahal dan pakaian mewah, untuk seorang perempuan yang cantik. "Bukan berburuk sangka Mas, tapi keliahatannya perempuan itu bukan istrinya."

Ketika pulang belanja, Si bos, orang dalam tadi, menelepon laki-laki itu untuk menagih janji. Si bos meminta sejumlah uang komisi. Makelar itu pun langsung lemas, betapa tidak, uangnya sudah habis diobral bersama kekasihnya.

Tahu langganannya tak berdaya, bapak sopir taxi punya jalan keluar. Ia menelepon perempuan pacar orang Amerika itu untuk meminjam uang. Karena sudah percaya, perempuan itu memberinya uang. Ia sangat senang bisa memberi jalan keluar bagi penumpangnya yang kesusahan.

Obrolan kami terputus ketika tempat yang kami tuju sudah dekat. Teman saya memandu, belok kiri atau kanan. Sebentar kemudian kami pun sampai. Setelah taxi itu pergi, kami berdua tersenyum mengingat apa yang kami obrolkan barusan. Kami terhibur, meski kurang percaya dengan kisah perempuan pacar bule Amerika dan makelar PNS itu. ---

ctt: gambar pinjam dari sini

12duadua © 2014