
Mungkin mereka menyamakan nilai sebuah buku dengan sepotong pakaian, semakin usang harganya semakin turun sehingga harus diobral biar laku. Buat apa menyimpan banyak stok di gudang, bisa-bisa dimakan rayap atau hanyut dibawa air bah yang datang tiba-tiba. Masalah harga murah tidak masalah, toh dulu sudah balik modal bahkan lebih meski sedikit. Itung-itung ini untuk menambah keuntungan. Sebenarnya dibagikan gratis pun tidak masalah.
..........
Sudahlah, buat apa mempermasalahkan obral buku. Masih untung ada yang mau jual buku murah. Lihat, buku-buku apik di rak-rak toko, harganya selangit, mampukah dibeli ? Kalau tidak ada obral buku, perpustakaan di kampung-kampung mana bisa menambah koleksinya, uang darimana, meminjamnya saja gratis. Lalu anak-anak nanti mau baca apa. Apa iya disuruh baca buku yang itu-itu saja, bosan kan ?
Tapi mengapa harus disamakan dengan pakaian seribu tiga, tidakkah ada sedikit penghargaan bagi yang membuatnya, bukankah itu hasil olah pikir dan gambaran jiwa manusia ?
Kalau nggak begitu lalu bagaimana, mau ditaruh di rak-rak kayu yang mahal atau dipajang di almari kaca berhias lampu warna-warni kayak perhiasan. Sudahlah jangan mengurusi itu, yang penting buku-buku itu bisa sampai ditangan yang membutuhkan. Lha kamu sendiri ikut ngambil, tiga malah. Kalau nggak di obral mana mungkin kamu bisa bawa pulang tiga sekaligus, paling-paling cuma satu itupun yang tipis.
Hari sudah malam, mari pulang, bersuka citalah kamu. Tiga buku itu bisa menjadi milikmu. Kalau kamu ingin menghargai empunya ya baca dan resapi apa maunya. Syukur kalau bisa kamu bagikan ke teman-teman yang lain.
11 komentar: