
Saya tahu arah sindiran itu kepada siapa. Saya merasa jengkel dan marah. Tapi saya berusaha manahan diri dan tidak menanggapinya. Tidak juga melakukan pembelaan apalagi mendebatnya. Saya hanya tersenyum saja, seolah mengiyakan perkataannya.
Saya memang pernah meminta tolong padanya untuk menilai tulisan di blog saya. Saat itu dia bilang bagus. Ternyata penilaian itu cuma di bibir saja, tidak benar-benar keluar dari hati. Ia tidak memberi penilaian yang sesungguhnya, mungkin malah mengejek saya.
Dia memang seorang jurnalis yang pernah bekerja di beberapa surat kabar ternama. Karena itu dia sangat menguasai teknik menulis dan paham betul dunia jurnalistik. Tulisan-tulisannya bagus. Selain di tempatnya bekerja ia juga sering menulis di majalah. Karena itu saya ingin sekali menimba ilmu pada orang seperti dia, salah satunya meminta menilai tulisan saya. Saya berharap ada koreksi dan perbaikan.
Memang harapan itu tercapai dengan ada sedikit koreksi darinya. Tapi setelah perkataannya itu saya jadi ragu dia benar-benar ingin membagi ilmunya pada saya. Saya benar-benar kecewa dan marah. Sampai di rumah saya merenung, apakah pantas saya kecewa dan marah ?
Setelah lama merenung dan berpikir, saya mendapat jawaban, kenapa saya harus kecewa dan marah ? Sindiran itu harusnya menjadi koreksi diri bahwa tulisan saya memang kurang bagus dan perlu untuk diperbaiki. Harus lebih giat belajar, lebih banyak lagi membaca dan lebih tajam lagi mengasah pikiran dan perasaan.
Dan, memang saya tidak ingin menjadi jurnalis. Saya menulis blog karena saya ingin berbagi. Yang lebih penting, saya menulis karena saya ingin menyusun sejarah saya sendiri. Apa yang saya alami, saya pikirkan dan saya rasakan bisa saya baca kembali di masa datang. Lebih senang lagi kalau anak cucu saya nanti bisa membacanya.
Alhamdulillah, saya menjadi tenang dan menerima apa yang dikatakan teman saya. Saya pun bersyukur, ada pemacu untuk terus belajar. Perkataannya itu keluar karena kekurangtahuan tentang apa niat saya menulis dan belum paham dunia blog. Saya yakin kalau dia mengetahuinya, tidak akan muncul perkataan itu.
Terima kasih teman, meski sempat jengkel, perkataanmu sangat berguna bagi pengembangan diri saya, memacu saya untuk terus belajar, belajar dan belajar lagi. Dan percayalah teman, menulis di blog itu sangat menyenangkan bagi orang biasa seperti saya, tanpa harus menjadi jurnalis.
26 komentar: