
Keluarga sakînah, mawaddah dan rahmah, bukanlah keluarga yang tanpa gejolak. Penyatuan dua jiwa dengan sifatnya masing-masing mustahil tanpa ada benturan dan kesalahpahaman. Begitu pun juga, dari berbagai peristiwa yang mengiringi perjalanan waktu keduanya [suami dan istri] ada perkara yang menimbulkan sikap yang berbeda. Tak jarang pula perbedaan itu berakhir dengan percekcokan dan perselisihan.
Pasangan yang berharap menjadi keluarga sakînah, mawaddah dan rahmah,justru menjadikan semua gejolak itu sebagai bumbu penyedap keharmonisan hubungannya. Seperti garam yang asin itu menjadi bumbu penyedap masakan sehingga menjadi lezat. Kekurangan-kekurangan dari pasangan yang diketahui setelah sekian lama bersama tidak menimbulkan kekecewaan.
Masing-masing menyadari sepenuhnya bahwa ia terlahir memang untuk menutupi kekurangan dan menjadi pelindung kelemahan pasangannya. Allah swt memberi perumpamaan, suami atau istri menjadi penutup dan pelindung pasangannya seperti sebuah pakaian. Kalam-Nya: “Mereka [istri-istri] itu adalah pakaian bagi kamu [wahai para suami], dan kamu pun [para suami] adalah pakaian bagi mereka [para istri kamu]” [QS 2: 187].
Di bawah ini ada dua kisah nyata yang menceritakan bagaimana hubungan suami-istri bisa saling melengkapi dan melindungi sehingga tergambar hubungan yang dilandasi dengan cinta sejati.
Keajaiban Cinta
Seperti setiap laki-laki yang akan menikah, Eko Priyo Pratomo berharap istrinya nanti bisa menjadi istri dan ibu yang baik dah shalehah sekaligus menjadi sahabat yang bisa saling mendukung hingga akhir hayat.
Harapan itu tidaklah berlebihan, Dian Syarif, istrinya adalah perempuan yang sangat aktif, energik, dan memunyai kondisi fisik yang prima dengan pemikiran yang cerdas. Karena kemampuannya itu ia dipercaya menjabat sebagai Corporate Communication Manager di salah satu bank swasta nasional.
Namun tiba-tiba, Dian terserang penyakit yang menurut dokter tak bisa disembuhkan. Seumur hidupnya, ia harus bergantung pada obat-obatan. Dian divonis terkena penyakit lupus. Penyakit bernama lengkap Systemic Lupus Erythematosus [SLE] yang dialami Dian menyerang darah. Karena itu ia diberi obat-obatan untuk meningkatkan trombositnya.
Terapi obat yang Dian jalani memiliki efek yang cukup berat. Selain membuat wajahnya membengkak, obatobatan tersebut mengakibatkan rusaknya saraf mata. Sekarang kemampuan penglihatan Dian hanya lima persen saja. Ia hanya bisa melihat siluet tanpa bisa mencermati detai-detail benda di depannya.
Kondisi fisik Dian melemah karena penyakit ini juga menyerang organ-organ tubuh yang lain. Kandungan Dian pun harus diangkat karena mengalami pendarahan terus-menerus. Hilanglah kesempatan Dian mengandung anak.
Melihat kondisi istrinya itu, Eko sangat takut sekali. Terlintas dalam pikiran Eko, Dian akan meninggalkannya. Karena itu Eko berjuang melawan perasaannya itu dan harus tetap memberi semangat hidup pada istrinya sambil terus berusaha mencari cara mengurangi penderitaannya.
Tak sedikit pun terlintas dalam pikiran Eko untuk berpaling dari Dian. Padahal, karena merasa hidupnya sangat merepotkan, Dian sempat meminta Eko untuk menikahi wanita lain. Tetapi Eko menolak, ia sangat mencintai Dian dan menurutnya cinta adalah kebahagiaan ketika bisa memberi dan berkorban tanpa merasa terbebani.
Ia menambahkan, “Saya juga sedang belajar mencintai sebagai ungkapan terimakasih dan syukur kita kepada Allah swt yang begitu mencintai dan menyayangi kita.” Tak cuma itu, bagi Eko, sekarang Dian bukan hanya menjadi pendamping hidup, tetapi juga sebagai ladang amal baginya dan orang lain.
Pernikahan bagi Eko tidak sekedar memenuhi hasrat manusia sebagai mahkluk biologis dan sosial yang membutuhkan pendamping dalam hidup di dunia. Namun yang jauh lebih penting, pernikahan harus menjadi bagian dari ibadah dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Perhatian, cinta dan kasih sayang Eko beserta seluruh keluarga menjadi pendorong Dian untuk bisa bertahan. Semua itu menjadikannya tetap bersemangat dan berkeinginan kuat untuk tetap hidup. Di saat itulah Dian merasakan keajaiban cinta. Meski dengan segala keterbatasannya, Dian tetap bisa menerapkan kemampuannya berkomunikasi, tetapi yang dikomunikasikannya berbeda. Melalui Syamsi Dhuha Foundation [SDF], yayasan yang didirikan bersama EKO, Dian berbagi dengan sesama penderita lupus [odapus] dan sahabat low vision [lovi].
Kamu Tetap Kepala Keluarga
Cerita yang kedua ini berkisah tentang perjuangan seorang ibu bernama Tingka yang selalu menjaga semangat hidup keluarganya setelah suaminya terkena stroke. Kisahnya berawal pada Minggu sore sekitar sepuluh bulan yang lalu. Pada hari itu, Bambang–suaminya–tiba-tiba terkulai tak berdaya di ruang ICU sebuah rumah sakit. Hari itu juga tim dokter memutuskan untuk melakukan operasi.
Usaha yang dilakukan dokter ternyata tak segera membuat Bambang pulih kembali. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai wartawan itu lumpuh total dan belum bisa diajak berkomunikasi meski hanya bahasa isyarat.
Melihat kondisi suaminya seperti itu Tingka menyadari bahwa kini ia yang harus memegang kendali rumahtangga. Berusaha agar kehidupannya bersama seluruh anggota keluarga bisa terus berjalan. Menjaga tiga anak mereka agar tetap punya semangat hidup. Apalagi anaknya yang pertama sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir lulus SMA.
Ia berujar kepada ketiga anaknya, “Kalian semua harus tabah dan tetap bersikap seperti biasa. Bersekolah dan bermainlah seperti sebelum ayah sakit. Kalau hari libur ingin jalan-jalan bersama teman-teman kalian, silakan saja. Namun kalian harus lebih bisa menjaga diri kalian, sekarang ayah di rumah sakit dan ibu harus sering berada di sana.”
Setelah suaminya boleh dirawat di rumah, Tingka memperlakukannya seperti orang yang tidak sakit. Ia selalu bercerita kegiatan apa yang dilakukan hari ini, berkirim email dan bertemu dengan siapa. Padahal ia tahu kalau suaminya belum bisa merespon semua yang dibicarakannya. “Seperti monolog saja,” katanya. Ia juga meminta anak-anaknya bersikap sama seperti dirinya. Setiap pulang sekolah, mereka ngobrol dengan Bambang.
Sikap keluarga yang demikian berpengaruh positif kepada perkembangan kesehatan Bambang. Saat diajak berkomunikasi, Bambang sudah bisa merespon meski hanya dengan isyarat. Kesehatan fisiknya pun membaik, ia mulai kuat diajak jalan-jalan keluar rumah.
Pada hari ulangtahun pernikahan yang ke-duabelas, Tingka mengajak Bambang jalan-jalan ke mal. Dengan mendorong Bambang di kursi roda, Tingka membawa Bambang berkeliling ke sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Tingka tidak perduli meski pengunjung yang lain memperhatikan dengan pandangan aneh pada dirinya. Bagi Tinka, yang penting adalah berusaha membuat Bambang senang.
Ternyata, usaha Tingka tidak sia-sia. Setelah diajak jalan-jalan, kondisi Bambang semakin membaik. Sejak itu pula, setiap ada kesempatan Tingka selalu mengajak Bambang ke luar rumah. Sekedar jalan-jalan atau berkunjung ke rumah sahabat. Saat bulan puasa yang lalu, Tingka sering mengajak Bambang hadir di acara buka puasa bersama. Teman yang ingin menjenguk Bambang diajak bertemu di suatu tempat, di mal, atau justru Tingka dan Bambang yang pergi ke rumah temannya itu.
Semua yang dilakukan Tingka itu dilandasi keikhlasan dan rasa cinta. “Saya pikir bukan hanya saya saja, semua istri akan melakukan hal yang sama ketika suaminya sakit, begitu juga sebaliknya. Masak, terus ditinggal begitu saja..” katanya merendah.
Menurut Tinka, menjalankan bahtera rumahtangga pasti ada kalanya naik dan terkadang pula diuji dengan kesusahan. Ia menganggap sakitnya Bambang merupakan ujian dari Allah swt dan ia yakin Allah swt pasti memiliki rencana dengan semua peristiwa ini. Paling tidak, Tingka merasakan, saat ini ia merasa lebih dekat secara batin dengan Bambang dan anak-anaknya.
Perubahan secara spiritual juga terjadi pada Tinka. Sekarang ia berusaha untuk selalu menjaga ibadahnya. Dengan begitu Ia merasa lebih dekat dengan-Nya.
Bagi Tinka, yang harus tetap dijaga sekarang adalah kepercayaan diri dan semangat suaminya. Ia selalu mengatakan pada suaminya, “Meski sekarang aku yang mengurus semuanya, tapi kamu tetap kepala keluarga. Aku dan anak-anak masih tetap membutuhkanmu. Kamu harus cepat sembuh.”
------------------------------
11 komentar: