
Penduduk dunia terus berlipat ganda, diperkirakan saat ini jumlahnya sudah mencapai 6,5 miliar."Yah, kita punya anak satu saja ya," kata istri saya saat telepon setengah berharap saya menyetujuinya.
Cerita-punya cerita, ternyata ia baru saja mendapat kabar yang kurang menyenangkan dari temannya. Temannya melahirkan secara normal, tapi ada masalah dengan jahitan bekas operasi cesar saat melahirkan anaknya yang pertama. Jahitan bagian dalamnya membuka kembali. Ngeri memang. Makanya istri saya agak trauma untuk melahirkan kembali. Dulu, saat melahirkan anak kami, ia juga di cesar.
Tapi kemudia ia bilang, "tidak hanya itu saja yah, kita harus berfikir. Dunia ini sudah banyak penghuninya. Semakin sumpek. Sementara sumber daya alam yang ada semakin terbatas. Kita jangan hanya memikirkan diri sendiri dan anak-anak kita. Jangan hanya karena pertimbangan kita masih mampu membiayai dan mengurus keperluan anak, maka kita akan menambah anak. Pertimbangkan, masih banyak anak-anak yang terlantar yang perlu bantuan. Daripada menambah anak, mengapa kita tidak ambil mereka satu untuk kita urus."
Saya hanya diam dan melongo saja. Keputusan menambah anak memang harus kita sepakati bersama. Ya iya lah, bagaimana bisa menambah anak kalau sendirian. Bukan begitu maksudnya. Mempunyai anak itu keduanya harus sama-sama iklhas. Jangan sampai ada keterpaksaan pada salah satu pihak. Entah itu suami maupun istri.
Setelah menikah, kami pernah berunding mengenai berapa jumlah anak yang kita rencanakan. Saya bilang 11 orang, laki-laki semua, biar bisa bikin kesebelasan. Istri saya langsung melengos. "Ya sana, ayah sendiri saja yang melahirkan," katanya.
Waduh, gara-gara mendapat cerita temannya yang melahirkan itu, ia jadi jauh sekali mikirnya. Sampai harus membayangkan penduduk dunia. Memang ada apa dengan penduduk dunia. Memang sudah berapa besar sih penduduk dunia? Dasar pikiran orang statistik, mikirnya angka melulu.
Mulailah mencari data-data mengenai perkembangan penduduk dunia. Wow, ternyata penduduk dunia sekarang sudah mencapai 6,5 miliar orang. Empat kali lipat dari jumlah penduduk pada 1900. Biro Sensus yang ada di Amerika sana juga mengatakan bahwa setiap detik secara rata-rata ada 4,4 bayi yang lahir. Sementara yang meninggal semakin sedikit karena semakin meningkatnya kualitas hidup. Di berbagai negara, selisih angka kelahiran dan kematian sangat tinggi. Nah, bisa dibayangkan bagaimana cepatnya pertumbuhan penduduk dunia.
Salah seorang ahli kependudukan, Mary Kent mengatakan, "yang perlu mendapatkan perhatian adalah standar hidup, kesehatan, dan prospek ekonomi." Memang, dengan pertumbuhan penduduk yang cepat tersebut, faktor ekonomi harus dipikirkan dengan serius.
Contoh yang paling gampang adalah masalah pangan. Jika pertumbuhan penduduk dunia masih dalam laju yang sama, diperkirakan kebutuhan beras secara global pada 2025 akan mencapai 800 juta ton pertahun. Sementara kemampuan produksinya masih sekitar 600 juta ton. Terjadi besar pasak daripada tiang. Kebutuhan yang lebih besar dibanding kemampuan produksi akan berakibat pada harga bahan pangan yang akan terus melambung. Data yang paling spektakuler tentang melambungnya harga bahan pangan adalah harga gandum, pada awal 2007 yang lalu harganya US$ 180 perton, sekarang menjadi US$ 350 perton. Hampir dua kalinya.
Masalah yang serius lagi adalah kelangkaan air. Lho, katanya permukaan air laut semakin meninggi, berarti kan air semakin bertambah, kok bisa air menjadi langka. Air yang dimaksud disini adalah air bersih yang siap untuk dikonsumsi atau untuk memasak.
Menurut data dari United Nation Development Programme (UNDP) saat ini 700 juta penduduk di 43 negara hidup dibawah ambang batas kebutuhan air minum yaitu 1.700 meter kubik perorang pertahun. Jika kelangkaan air ini tidak segera diatasi, dalam 20 tahun mendatang, 3 miliar penduduk dunia akan hidup di bawah ambang batas tersebut.
Wah jadi bingung nih. Impian mempunyai kesebelasan sendiri spertinya akan sulit terwujud. Cita-cita menjadi pelatih sepak bola seperti Jose Mourinho atau Arsene Wenger jadi buyar. Tapi kalau dipikir, mempunyai satu anak adalah keputusan yang bijak. Di Cina pun sudah diterapkan aturan satu anak untuk satu keluarga. Bagaimana ya?
Belum tuntas mikir program satu anak, ada berita di BBC tentang kejahatan remaja di Cina yang salah satunya disebabkan banyak keluarga yang mempunyai satu anak, "Dengan kebanyakan keluarga hanya memiliki satu anak, maka anak-anak ini mendapatkan tekanan yang lebih besar sekarang dibandingkan di masa lalu," begitu berita yang dikutib BBC dari China Daily."
Memang tidak jelas sih apa hubungannya, dan bagaimana bisa banyak keluarga satu anak menyebabkan anak mendapat tekanan yang lebih besar?
Ingatan saya tertuju pada perkataan Dahlan Iskan beberapa tahun yang lalu. Kira-kira akhir 2005 saya mendamping bos bertemu Dahlan. Saya ingat ia mengatakan, "baru saja saya berpapasan dengan anak buah saya yang sedang mengajak anaknya ke kantor, kemudian saya tanya berapa anaknya, setelah saya tahu ia baru mempunyai anak satu, saya langsung menganjurkan untuk menambah satu lagi."
Ia menjelaskan, dalam satu keluarga itu minimal harus mempunyai dua anak. Karena beban anak setelah dewasa nanti tidak terlalu berat menanggung keluarganya sendiri dan keluarga orang tuanya. Setelah tua nanti, orang tua juga perlu diurus. Kalau ada dua saudara kan bisa berbagi tanggung jawab. "Bayangkan lagi kalau anak tunggal nikah sama anak tunggal, ada empat orang yang menjadi tanggunjawabnya," imbuhnya lagi.
Wah tambah bingung nih. Bagaimana menurut teman-teman?
--------------------------------------
Gambar : Azif waktu main ninja-ninjaan, tapi gerah, penutup mulutnya dibuka, jadi seperti kerudung.
Sumber data dan berita :
12 komentar: