Entah akan seperti apa nasib para korban banjir di kotaku jika diantara mereka tidak ada rasa peduli antar sesama. Mungkin akan banyak korban jiwa berjatuhan. Yang berada di atap rumah hanya bisa berharap-harap cemas air akan surut atau malah meninggi atau rumah yang ada dibawahnya akan roboh diterjang arus yang begitu deras.
Alhamdulillah, masih ada para tetangga yang rela berendam dari subuh sampai menjelang maghrib untuk mengevakuasi para korban yang terjebak di rumahnya. Dengan modal nekat mereka berenang, dengan alat seadanya, menghampiri satu persatu korban tanpa peduli dulunya saling berseteru atau bermusuhan. Tanpa ditanya anak siapa atau saudara siapa. Yang paling penting mereka bisa selamat.
Rumah-rumah yang temboknya menghalangi arus air, rela untuk dijebol. Ganti rugi? Wah sudah tak terpikirkan lagi, yang penting banjir segera surut dan penderitaan segera berlalu. Yang rumahnya tidak terkena banir, melebihkan menanak nasi dan membungkusnya untuk dibagikan kepada mereka yang tidak sempat menanak.
Kepedulian membawa kita pada persaudaraan, rasa welas asih dan saling berbagi. Beban korban bencana akan sedikit terkurangi karena ada sesamanya yang mempunyai rasa peduli.
Tetapi yang lebih penting adalah kepedulian agar banjir tidak terjadi lagi. Kepedulian ini menyentuh jauh kepada masyarakat di puncak gunung sana. Agar tidak menggunduli hutan sehingga air hujan yang jatuh bisa tertahan akar-akar pohon. Air hujan yang langsung masuk ke sungai akan berubah menjadi aliran yang deras dalam volume yang banyak. Banjir bandang pun tak terelakkan.
Kepedulian yang membuat setiap orang yang akan menebang pohon berfikir terlebih dahulu apakah perbuatannya akan menyengsarakan saudaranya yang jauh di sana. Kepedulian yang juga membuat orang yang akan membuang sampah di sungai bertanya, akankah sampah ini menyumbat aliran sungai?
Banjir kemarin juga akibat hujan lebat yang turun mulai jam satu siang sampai jam 3 pagi. Hampir seluruh wilayah Ponorogo mendapat bagian hujan lebat itu. Seumur hidupku, belum pernah mengalami hujan yang seperti itu. Banjir besar ini pun, seingat Bapak, baru pertama kali terjadi. Biasanya hanya semata kaki, paling besar sebatas lutut. Tapi kali ini sampai menenggelamkan rumah.
Sepertinya iklim sudah berubah, musim sulit ditebak. Hujan dan badai semakin sering terjadi. Kata para pakar, perubahan iklim terjadi karena pemanasan global yang terjadi karena ulah manusia. Industrialisasi dan penebangan hutan menjadi penyebab utamanya. Juga karena pembakaran bahan bakar fosil dari kenalpot kendaraan.
Nah, kepedulian tidak hanya dituntut dalam lingkup lokal, tetapi juga dalam lingkup global. Kepedulian menjadi harta yang sangat berharga bagi keselamatan kita semua yang hidup dalam bumi yang sama ini.
Sebenarnya blog ini tempat menampung tulisan-tulisan saya di blog yang dulu [karena alasan yang masuk akal ditutup oleh yang punya]. Sebenarnya lagi, saya sudah membuat blog berbayar [katanya biar keren] tapi ya karena sayanya yang kurang keren tutup juga. Jadilah blog ini yang jadi kena getahnya. Mengapa 12duadua? Ah, tidak ada yang istimewa dengan nama ini. Hanya penanda saja, blog ini dibuat bertepatan dengan tanggal 22 Desember, itu saja.
Kamis, 27 Desember 2007
Harta yang sangat berharga itu bernama Kepedulian
Kamis, 27 Desember 2007
Kamis, 13 Desember 2007
I Not Stupid
Kamis, 13 Desember 2007

Rating: | ★★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Education |
Di sisi yang lain, anak mempunyai keinginan dan minat. Mempunyai teman dan sahabat sendiri yang terkadang tidak sesuai dengan kriteria orang tuanya. "Jaman sudah berubah, anak muda harus ikut perubahan," katanya. Sosok orang tua adalah sosok yang kuno, kolot dan kaku. Sulit sekali menerima perubahan jaman.
I Not Stupid, sebuah film lama, drama komedi produksi Singapura, memberi gambaran pertentangan itu. Tiga orang sahabat, Kok Pin, Boon Hock dan Terry Khoo, mempunyai nasib yang mirip. Ketiganya mendapat tekanan dari keluarganya masing-masing untuk mendapat prestasi akademis yang tinggi. Padahal sangat berat bagi mereka untuk mencapainya. Selain karena kemampuan mereka yang pas-pasan, lingkungan dimana mereka tinggal tidak mendukung untuk mencapai prestasi itu.
Kok Pin, payah sekali kemampuan berhitungnya. Usaha sekeras apapun, nilai matematikanya tidak bisa melewati angka 5. Sampai ibunya putus asa dan menggunakan kekerasan saat mendampinginya belajar matematika. Lengannya dipukul dengan rotan jika ia sulit mengerti apa yang diajarkan ibunya. Ia pun harus menyiapkan lengannya kembali jika pulang dengan membawa hasil test yang jelek.
Sebenarnya ia pandai sekali menggambar dan punya bakat dibidang itu. Tetapi ibunya tidak mau menerima, menggambar tidak bisa diandalkan untuk menghadapi masa depan kata ibunya.
Boon Hock lahir dalam keluarga yang kurang mampu. Setiap hari ia harus membantu melayani para tamu di restoran milik keluarganya. Ditambah lagi kewajiban mengurus adiknya yang masih balita. Sangat sedikit sekali waktunya untuk belajar.
Sebaliknya, Terry Khoo adalah anak seorang pengusaha sukses. Orangtuanya super sibuk. Waktu dan pikiran orang tuanya lebih banyak digunakan untuk mengurusi bisnis. Urusan anak menjadi tanggung jawab ibunya yang sayangnya juga sibuk berbisnis. Anak hanya dibekali aturan-aturan yang harus dipatuhi. Semua kegiatan anak harus sepengetahuan orang tua dan segala urusan anak harus diputuskan orang tua. Karena itu Terry menjadi anak yang lemah, kurang percaya diri dan tidak terbiasa mengambil keputusan sendiri.
Kemudian muncullah Cheryl Chan sebagai wali kelas EM3 yang baru. EM3 adalah level terendah dalam sistem pendidikan di Singapura. EM3 berisi anak-anak yang mempunyai nilai akademis yang rendah, termasuk nilai matematika dan bahasa Inggris.
Dalam pertemuan pertama dengan anak-anak kelas EM3, Chery Chan mengatakan, "dulu saya juga mempunyai nilai matematika yang rendah seperti kalian. Kemudian saya berusaha mengenal matematika lebih dekat dan mendalam. Lama kelamaan menjadi suka dan akhirnya nilai matematika saya menjadi bagus."
Ia melanjutkan, "sebenarnya ketika saya mendapat nilai matematika yang bagus, bukan matematika yang saya taklukkan, tetapi diri saya sendirilah sebenarnya yang saya taklukkan."
Kata-kata Cheryl itu membuat motivasi Boon Hock dan Terry berkobar. Keduanya berusaha mengenal matematika. Mereka belajar bukan hanya karena ingin mendapat nilai bagus, tapi juga ingin mengenal matematika lebih dekat dan mendalam sekaligus inging menaklukkan diri mereka sendiri.
Sementara, Kok Pin tetap saja mendapat nilai yang rendah. Ia merasa bersalah tidak bisa membuat ibunya senang. Lebih sedih lagi, usia ibunya diperkirakan tinggal 3 bulan lagi. Leukimia yang diderita ibunya semakin parah.
Kok Pin memberanikan diri menemui ibunya yang saat itu sedang terbaring lemah di rumah sakit. Dengan hujan air mata ia memohon maaf belum bisa menyenangkan ibunya. Rupanya ibunya sadar dan menerima keadaan anaknya, "melihat kamu berusaha keras, ibu sudah senang".
Keadaan tambah haru ketika Cheryl datang membawa kabar baik. Kok Pin mendapat juara kedua lomba menggambar untuk anak sekolah di Amerika Serikat. Rupanya secara diam-diam Cheryl mengirimkan karya Kok Pin untuk ikut lomba itu.
Diakhir cerita, ketiga sahabat tadi menyadari, meskipun tidak semua perkataan orang tua dapat mereka terima tetapi mereka yakin semua itu karena orang tua ingin mereka menjadi baik.
Film ini sangat tepat menjadi tontonan keluarga. Gaya komedinya sangat menghibur. Keharuan yang ditampilkan bisa membuat yang bersitegang merenung, menyadari kekeliruan dan memahami sikap dan posisi masing-masing.




Label:
anak,
pendidikan
Kamis, 06 Desember 2007
Punya Satu Anak Saja Ya...
Kamis, 06 Desember 2007

Penduduk dunia terus berlipat ganda, diperkirakan saat ini jumlahnya sudah mencapai 6,5 miliar."Yah, kita punya anak satu saja ya," kata istri saya saat telepon setengah berharap saya menyetujuinya.
Cerita-punya cerita, ternyata ia baru saja mendapat kabar yang kurang menyenangkan dari temannya. Temannya melahirkan secara normal, tapi ada masalah dengan jahitan bekas operasi cesar saat melahirkan anaknya yang pertama. Jahitan bagian dalamnya membuka kembali. Ngeri memang. Makanya istri saya agak trauma untuk melahirkan kembali. Dulu, saat melahirkan anak kami, ia juga di cesar.
Tapi kemudia ia bilang, "tidak hanya itu saja yah, kita harus berfikir. Dunia ini sudah banyak penghuninya. Semakin sumpek. Sementara sumber daya alam yang ada semakin terbatas. Kita jangan hanya memikirkan diri sendiri dan anak-anak kita. Jangan hanya karena pertimbangan kita masih mampu membiayai dan mengurus keperluan anak, maka kita akan menambah anak. Pertimbangkan, masih banyak anak-anak yang terlantar yang perlu bantuan. Daripada menambah anak, mengapa kita tidak ambil mereka satu untuk kita urus."
Saya hanya diam dan melongo saja. Keputusan menambah anak memang harus kita sepakati bersama. Ya iya lah, bagaimana bisa menambah anak kalau sendirian. Bukan begitu maksudnya. Mempunyai anak itu keduanya harus sama-sama iklhas. Jangan sampai ada keterpaksaan pada salah satu pihak. Entah itu suami maupun istri.
Setelah menikah, kami pernah berunding mengenai berapa jumlah anak yang kita rencanakan. Saya bilang 11 orang, laki-laki semua, biar bisa bikin kesebelasan. Istri saya langsung melengos. "Ya sana, ayah sendiri saja yang melahirkan," katanya.
Waduh, gara-gara mendapat cerita temannya yang melahirkan itu, ia jadi jauh sekali mikirnya. Sampai harus membayangkan penduduk dunia. Memang ada apa dengan penduduk dunia. Memang sudah berapa besar sih penduduk dunia? Dasar pikiran orang statistik, mikirnya angka melulu.
Mulailah mencari data-data mengenai perkembangan penduduk dunia. Wow, ternyata penduduk dunia sekarang sudah mencapai 6,5 miliar orang. Empat kali lipat dari jumlah penduduk pada 1900. Biro Sensus yang ada di Amerika sana juga mengatakan bahwa setiap detik secara rata-rata ada 4,4 bayi yang lahir. Sementara yang meninggal semakin sedikit karena semakin meningkatnya kualitas hidup. Di berbagai negara, selisih angka kelahiran dan kematian sangat tinggi. Nah, bisa dibayangkan bagaimana cepatnya pertumbuhan penduduk dunia.
Salah seorang ahli kependudukan, Mary Kent mengatakan, "yang perlu mendapatkan perhatian adalah standar hidup, kesehatan, dan prospek ekonomi." Memang, dengan pertumbuhan penduduk yang cepat tersebut, faktor ekonomi harus dipikirkan dengan serius.
Contoh yang paling gampang adalah masalah pangan. Jika pertumbuhan penduduk dunia masih dalam laju yang sama, diperkirakan kebutuhan beras secara global pada 2025 akan mencapai 800 juta ton pertahun. Sementara kemampuan produksinya masih sekitar 600 juta ton. Terjadi besar pasak daripada tiang. Kebutuhan yang lebih besar dibanding kemampuan produksi akan berakibat pada harga bahan pangan yang akan terus melambung. Data yang paling spektakuler tentang melambungnya harga bahan pangan adalah harga gandum, pada awal 2007 yang lalu harganya US$ 180 perton, sekarang menjadi US$ 350 perton. Hampir dua kalinya.
Masalah yang serius lagi adalah kelangkaan air. Lho, katanya permukaan air laut semakin meninggi, berarti kan air semakin bertambah, kok bisa air menjadi langka. Air yang dimaksud disini adalah air bersih yang siap untuk dikonsumsi atau untuk memasak.
Menurut data dari United Nation Development Programme (UNDP) saat ini 700 juta penduduk di 43 negara hidup dibawah ambang batas kebutuhan air minum yaitu 1.700 meter kubik perorang pertahun. Jika kelangkaan air ini tidak segera diatasi, dalam 20 tahun mendatang, 3 miliar penduduk dunia akan hidup di bawah ambang batas tersebut.
Wah jadi bingung nih. Impian mempunyai kesebelasan sendiri spertinya akan sulit terwujud. Cita-cita menjadi pelatih sepak bola seperti Jose Mourinho atau Arsene Wenger jadi buyar. Tapi kalau dipikir, mempunyai satu anak adalah keputusan yang bijak. Di Cina pun sudah diterapkan aturan satu anak untuk satu keluarga. Bagaimana ya?
Belum tuntas mikir program satu anak, ada berita di BBC tentang kejahatan remaja di Cina yang salah satunya disebabkan banyak keluarga yang mempunyai satu anak, "Dengan kebanyakan keluarga hanya memiliki satu anak, maka anak-anak ini mendapatkan tekanan yang lebih besar sekarang dibandingkan di masa lalu," begitu berita yang dikutib BBC dari China Daily."
Memang tidak jelas sih apa hubungannya, dan bagaimana bisa banyak keluarga satu anak menyebabkan anak mendapat tekanan yang lebih besar?
Ingatan saya tertuju pada perkataan Dahlan Iskan beberapa tahun yang lalu. Kira-kira akhir 2005 saya mendamping bos bertemu Dahlan. Saya ingat ia mengatakan, "baru saja saya berpapasan dengan anak buah saya yang sedang mengajak anaknya ke kantor, kemudian saya tanya berapa anaknya, setelah saya tahu ia baru mempunyai anak satu, saya langsung menganjurkan untuk menambah satu lagi."
Ia menjelaskan, dalam satu keluarga itu minimal harus mempunyai dua anak. Karena beban anak setelah dewasa nanti tidak terlalu berat menanggung keluarganya sendiri dan keluarga orang tuanya. Setelah tua nanti, orang tua juga perlu diurus. Kalau ada dua saudara kan bisa berbagi tanggung jawab. "Bayangkan lagi kalau anak tunggal nikah sama anak tunggal, ada empat orang yang menjadi tanggunjawabnya," imbuhnya lagi.
Wah tambah bingung nih. Bagaimana menurut teman-teman?
--------------------------------------
Gambar : Azif waktu main ninja-ninjaan, tapi gerah, penutup mulutnya dibuka, jadi seperti kerudung.
Sumber data dan berita :
Rabu, 05 Desember 2007
Hutan dan Kisah Anak dengan Coklat di Tangan
Rabu, 05 Desember 2007

Musim semakin tidak menentu. Hujan dan kemarau sudah tidak dapat diperkirakan lagi kapan datangnya. Curah hujan pun mengalami penurunan yang berakibat pada berkurangnya sumber air bersih bagi kehidupan manusia di Bumi. Kekeringan dimana-mana. Hidup dan kehidupan manusia di Bumi terancam.
Yang menjadi penyebab Bumi mengalami demam tinggi adalah karena kandungan karbon dioksida (CO2) dalam admosfir melebihi batas alaminya. CO2 terlalu banyak yang terlepas ke udara karena aktifitas pembakaran bahan bakar fosil tanpa ada yang menahannya.
Hutan, sebagai media penahan CO2 semakin menipis keberadaannya. Aktifitas ekonomi manusia memaksa melakukan penggundulan hutan untuk bahan baku industri atau pembukaan lahan pertanian dan perkebunan. Kini tinggal 8 persen saja hutan utuh yang tersisa di seluruh dunia.
Dunia berteriak-teriak agar sisa hutan itu dipertahankan, dijaga untuk kelestarian hidup seluruh manusia di Bumi. Pembukaan hutan dengan alasan apapun dikecam sebagai tindakan yang tidak perduli lingkungan. Tapi anehnya, yang menikmati hasil hutan itu juga negara-negara yang berteriak-teriak itu. Seperti hasil hutan Indonesia, 11 persennya dikirim ke Amerika dan 9 persennya ke Eropa.
Negara-negara yang masih punya sisa hutan diperlakukan layaknya seorang adik dalam kisah "Anak dengan Coklat di Tangah" yang ditulis Lie Charlie tahun 2004 yang lalu.
Ceritanya, ada dua orang kakak beradik. Mula-mula mereka mempunyai masing-masing sepotong coklat di tangan. Sang kakak tanpa berpikir panjang langsung melahap habis coklatnya. Si adik melongo melihat kelakuan kakaknya. Ia masih kecil dan belum punya nafsu macam-macam.
Setelah beberapa waktu, si adik bertambah besar. Keinginan untuk menikmati coklat mulai muncul. Coklat yang ada di tangannya kemudian didekatkan ke mulut untuk dicicipi. Sekonyong-konyong sang kakak marah besar dan menghardik adiknya, "Bodoh, jangan kau makan coklat itu.
Si adik tidak memahami kemarahan kakaknya, "memangnya kenapa kak?" tanyanya.
"Sebab kalau kau makan juga cokelat itu, kita tidak punya cokelat lagi!" jawab kakaknya enteng dan seenaknya dengan lagak berfilsafat.
Siapa sang kakak, saya kira kita sudah tau semua. Ya yang menghabiskan dan menikmati hutannya terlebih dahulu untuk keperluan mereka menjadi negara besar dan maju. Yang dengan pongahnya juga berlagak sebagai pahlawan dunia dengan melarang penebangan hutan yang tersisa. Kebetulan juga, sisa hutan itu berada di negara-negara yang sedang berkembang yang ingin menikmati hasil hutan untuk menjadi negara maju seperti yang dicapai sang kakak.
Bisa saja, si adik bilang kalau ini adalah haknya, bagiannya. Terserah, mau saya makan atau saya simpan bukan urusanmu. Tapi sepertinya si adik bukanlah orang yang serakah dan tidak peduli. Diajaklah semua berunding bagaimana menghadapi krisis bersama ini.
Lahirlah Protokol Kyoto. Kesepakatan itu menghasilkan komitmen untuk melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembukaan hutan jangan asal tebang, harus dipikir kelestariaannya. Juga untuk sang kakak, jangan terlalu boros menggunakan energi yang berpotensi banyak membuang CO2 ke atmosfir Bumi.
Tapi dasar kakak yang keras kepala. Perundingan itu dia langkahi sendiri, tidak mau berkomitmen bersama. Alih-alih mengurangi pembuangan CO2, dia malah menjadi penyumbang terbesar CO2 ke atmosfir Bumi. Dan lagi-lagi berfilsafat "mengurangi pembuangan CO2 sangatlah penting karena menyangkut kehidupan manusia di seluruh dunia, tapi jangan sampai usaha itu menghalangi negara untuk memakmurkan rakyatnya."
"Okelah, kemakmuran rakyat adalah tujuan setiap negara seperti saya," kata sang adik. "Untuk itu kalian harus perduli juga, saya juga ingin memakmurkan rakyat saya, untuk itu beri kami insentif untuk setiap usaha kami melestarikan hutan kami yang hasilnya juga kalian nikmati. Insentif itu akan saya gunkanan untuk memakmurkan rakya saya"
Perundingan dimulai lagi, si adik menawarkan usulah-usulan yang menurutnya berdasar pada keadilan bersama. "Sudah saatnya keadilah ekologi ditegakkan bersama-sama, untuk kemakmuran bersama dan untuk kelestarian hidup dan kehidupan di Bumi yang kita huni bersama ini," terang si adik.
Apakah sang kakak akan menerima usulan si adik dengan konsep keadilan ekologi dan bersedia mengikat perjanjian? Atau tetap pada kepongahan dan kesombongannya, seperti saat menolak Protokol Kyoto dengan perkataan yang menghina, "biaya relokasi penduduk kepulauan yang tenggelam lebih kecil dibanding pengurangan emisi." Perundingan masih berlangsung, kita tunggu saja apa hasilnya.
Selasa, 04 Desember 2007
Tanya Jawab, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Selasa, 04 Desember 2007

Kemudian, saya berjalan-jalan di dunia maya untuk mengunduh informasi tentang perubahan iklim ini. Mendaratlah saya ke situs WWF-Indonesia. Saya menemukan tanya jawab soal pemanasan global dan perubahan iklim. Sangat informatif dan banyak menambah pengetahuan.
Berikut isi tanya jawab itu, mudah-mudahan berguna bagi teman-teman semua.
Apakah yang dimaksud dengan Efek Rumah Kaca (ERK) dan penyebabnya?
Efek Rumah Kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuahproses. Pada kenyataannya, di lapisan atmosfer terdapatselimut gas. Rumah kaca adalah analogi atas bumi yang dikelilingi gelas kaca. Nah, panas matahari masuk ke bumi dengan menembus gelas kaca tersebut berupa radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap oleh bumi dan sisanya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai radiasi gelombang panjang.
Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan gelas kaca dan terperangkap di dalam bumi. Layaknya proses dalam rumah kaca di pertanian dan perkebunan, gelas kaca memang berfungsi menahan panas untuk menghangatkan rumah kaca. Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas di atmosfer (Gas Rumah Kaca) sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya. Maka, panas matahari yang tidak dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula. Semua proses itu lah yang disebut Efek Rumah Kaca. Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan dampak dari Efek Rumah Kaca.
Apakah Efek Rumah Kaca merupakan proses alami?
Ya! Efek Rumah Kaca terjadi alami karena memungkinkan kelangsungan hidup semua makhluk di bumi. Tanpa adanya Gas Rumah Kaca, seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), atau dinitro oksida (N2O), suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin. Sejak awal jaman industrialisasi, awal akhir abad ke-17, konsentrasi Gas Rumah Kaca meningkat drastis. Diperkirakan tahun 1880 temperatur rata-rata bumi meningkat 0.5 – 0.6 derajat Celcius akibat emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia.
Apa buktinya bahwa Efek Rumah Kaca itu benar-benar terjadi ?
Melalui beberapa bukti berikut:
- Pertama, berdasarkan ilmu fisika, beberapa gas mempunyai kemampuan untuk menahan panas.Tak ada yang patut diragukan dari pernyataan ini.
- Kedua, pengukuran yang dilakukan sejak tahun 1950-an menunjukkan tingkat konsentrasi Gas Rumah Kaca meningkat secara tetap, dan peningkatan ini berhubungan dengan emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan industri dan berbagai aktivitas manusia lainnya.
- Ketiga, penelitian menunjukkan udara yang terperangkap di dalam gunung es telah berusia 250 ribu tahun. Artinya:
- Konsentrasi Gas Rumah Kaca di udara berbeda-beda di masa lalu dan masa kini. Perbedaan ini menunjukkan adanya perubahan temperatur
- Konsentrasi Gas Rumah Kaca terbukti meningkat sejak masa praindustri.
Yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur heksafluorida (SF6). Jenis GRK yang memberikan sumbangan paling besar bagi emisi gas rumah kaca adalah karbondioksida, metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) di sektor energi dan transport, penggundulan hutan, dan pertanian. Sementara, untuk gas rumah kaca lainnya (HFC, PFC, SF6) hanya menyumbang kurang dari 1%.
Darimanakah emisi karbondioksida dihasilkan ?
Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bum dan batu bara):
- 36% dari industri energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll)
- 27% dari sektor transportasi
- 21% dari sektor industri
- 15% dari sektor rumah tangga & jasa
- 1% dari sektor lain-lain.
Sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global ada 2 macam.
Pertama, pembangkit listrik bertenaga batubara.
Pembangkit listrik ini membuang energi 2 kali lipat dari energi yang dihasilkan. Semisal, energi yang digunakan 100 unit, sementara energi yang dihasilkan 35 unit. Maka, energi yang terbuang adalah 65 unit! Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton karbondioksida per tahun!
Kedua, pembakaran kendaraan bermotor.
Kendaraan yang mengonsumsi bahan bakar sebanyak 7,8 liter per 100 km dan menempuh jarak 16 ribu km, maka setiap tahunnya akan mengemisikan 3 ton karbondioksida ke udara! Bayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Jakarta lebih dari 4 juta kendaraan! Berapa ton karbondioksida yang masuk ke atmosfer per tahun?
Lengkapnya unduh filenya di sini, kalau gagal lewat WWF Publication dulu cari di Factsheet-nya. Masih tidak bisa? Heheheh....Saya minta alamat email teman-teman, nanti saya kirim lewat japri.
Senin, 03 Desember 2007
Pemimpin Sejati
Senin, 03 Desember 2007

Menarik sekali tulisan dalam baliho itu, "PEMIMPIN SEJATI ADALAH PELAYAN RAKYAT". Gambarnyapun menarik, seolah-olah mengatakan kalau ingin menjadi gubernur harusnya mau menjadi pelayan rakyat. Arti pelayan pun dianalogikan sebagai tukang sapu dengan pakaian yang sederhana.
Kalau kesadaran ini memang benar dipunyai oleh calon gubernur itu saya salut padanya dan saya akan memilih dia seandainya saya punya hak pilih disana.
Pemerintahan diadakan karena ada kebutuhan dan keperluan rakyat yang harus diurus dan dicukupi. Kalau rakyat bisa mengurus kebutuhan dan keperluannya sendiri tidak ada gunanya pemerintahan didirikan. Rakyat mengumpulkan uang dengan membayar pajak untuk menggaji pejabat dalam pemerintahan. Sama artinya dengan seorang majikan yang menggaji para pembantunya. Nah kalau pemimpin pemerintahan sadar akan hal itu dia memang seorang pemimpin sejati.
Tapi benarkah baliho itu berangkat dari kesadaran seorang calon pemimpin? Nanti dulu. Masa kampanye adalah masa tebar pesona. Janji-janji indah ditebar dimana-mana. Seolah-olah semua masalah akan selesai tuntas kalau rakyat memilihnya.
Indonesia tercinta ini akan bebas dari masalah jika para pemimpin itu memenuhi janjinya saat kampanye. Jakarta bebas banjir dan macet. Pendidikan gratis. Kesehatan bagi semua rakyat terjamin. Kesempatan kerja akan terbuka luas. Pengangguran dan kemiskinan akan tuntas tas tanpa sisa.
Tapi kita bisa lihat dan rasakan bersama, bagaimana janji-janji kampanye itu terlupakan begitu saja. Rakyat juga sudah pesimis, siapa saja yang akan terpilih tetap saja mereka hidup dalam kesusahan.
Kalau memang benar pemimpin sejati itu adalah pelayan, lebih pengalaman mana calon gubernur itu dengan para TKI yang sudah bertahun-tahun menjadi pelayan bagi majikannya?