Sebenarnya blog ini tempat menampung tulisan-tulisan saya di blog yang dulu [karena alasan yang masuk akal ditutup oleh yang punya]. Sebenarnya lagi, saya sudah membuat blog berbayar [katanya biar keren] tapi ya karena sayanya yang kurang keren tutup juga. Jadilah blog ini yang jadi kena getahnya. Mengapa 12duadua? Ah, tidak ada yang istimewa dengan nama ini. Hanya penanda saja, blog ini dibuat bertepatan dengan tanggal 22 Desember, itu saja.
Rabu, 25 Januari 2006
TITE'R
Rabu, 25 Januari 2006
Di suatu siang, di tengah-tengah saya bermain dengan teman-teman di
halaman rumah tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara kentongan dari
sebuah mushola yang tidak jauh dari tempat kami bermain. Waktu itu, kami tidak
mempunyai pikiran apa-apa, setelah bunyi kentongan berlalu kamipun
melanjutkan permainan.
Beberapa saat kemudian kami melihat orang-orang dewasa keluar rumah dan
saling bercakap-cakap. Dari percakapan orang-orang dewasa itu akhirnya
kami mengetahui bahwa ada salah satu warga di kampung kami yang
meninggal dunia. Orang-orang dewasa segera berkumpul dan tanpa
dikomando mengambil peran masing-masing. Sebagian membawa cangkul dan
pergi ke pemakaman menggali tanah untuk makam, sebagian yang lain
mencari tahu siapa saja anggota keluarganya yang tinggal di luar
kampung dan berangkatlah beberapa orang memberitahu keluarga tersebut.
Yang perempuan ada yang mengurusi dapur dan juga segala perlengkapan upacara pemakaman, merangkai bunga, menyiapkan
minyak wangi dan perlengkapan memandikan jenazah. Semua dilakukannya
hanya dengan imbalan minum, rokok dan slawat (uang receh yang dibagikan
untuk yang melayat), itupun kalo keluarga jenazah itu mampu, tidak
jarang mereka bekerja tanpa impalan apapun.
Suatu malam disaat kami sekeluarga berkumpul setelah makan malam, kami
dikejutkan dengan suara kentongan dengan suara yang beruntun.
Tung.....tung.....tung....tung.... Mula-mula hanya terdengar satu
kentongan, lama-kelamaan banyak kentongan yang dibunyikan dengan nada
yang sama. Disetiap gerdu ronda di kampung kami juga ada ketongan,
kentongan-kentongan itu juga dibunyikan bersaut-sautan. Kata bapak itu
tite'r, pertanda ada banjir datang. Kami segera keluar rumah, dan
ternyata benar, halaman rumah kami sudah dipenuhi air dari sungai yang
meluap, warnanya kecoklatan karena bercampur lumpur. Ada tanggul yang
jebol, kata berita dari orang-orang yang melintas di jalan.
Saat itu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, belum bisa memahami
betapa pentingnya penyebaran informasi. Yang saya tahu jika kentongan
berbunyi berarti ada peristiwa yang terjadi di kampung kami. Makanya
kami tidak pernah main-main dengan kentongan.
Hari ini, setelah lebih dari 20 tahun saya baru menyadari bahwa Tite'r menyelamatkan sekitar
430 penduduk yang mendiami Dusun Pangajaran, Kabupaten Jombang, dan 421
penduduk Dusun Ringin Agung, Kabupaten Kediri. Selain mengumpulkan
orang bunyi kentongan juga memberikan pesan datangnya bahaya, tite'r
memberitahu warga agar segera cepat-cepat mengungsi ke tempat yang
tinggi karena banjir akan datang.
Tentu selamatnya ratusan orang tersebut tidak terlepas dari tangan
Tuhan, tetapi kita perlu menyadari bahwa kerukunan warga juga menjadi
faktor kunci yang sangat penting. Hidup guyup rukun antar tetangga,
saling hormat-menghormati dan gotong royong merupakan jiwa kehidupan
bermasyarakat desa yang terbukti sangat efektif menjaga keselamatan
semua warga.
Saya pernah tinggal di dua tempat yang berbeda, dengan suasana yang
berbeda pula, satu di perumahan dan satu lagi di kampung. Saya dan
keluarga belum mempunyai rumah sendiri jadi harus berpindah-pindah dari
kontrakan yang satu ke kontrakan yang lain. Hidup guyup rukun lebih
terasa diperkampungan dibanding di perumahan. Di perkampungan kami
sekeluarga merasa mempunyai keluarga yang baru, tetangga-tetangga yang
ramah, saling mengenal dan masih sangat terasa sekali hidup bergotong
royong.
Mungkin hidup bermasyarakat semacam itu sangat sulit ditemukan dijaman
dimana setiap orang mempunyai kesibukan masing-masing, jarang tinggal
di rumah dan tidak saling mengenal karena jarang sekali bertemu. Tetapi
saya yakin manusia dalam bentuk apapun pasti membutuhkan hidup
bermasyarakat dimana antar anggota masyarakat saling membutuhkan. Saya
belum tahu (belum menemukan) bagaimana model hidup bermasyarakat yang
paling bagus untuk masyarakat yang super sibuk. Kentongan bisa saja
diganti dengan sirine, pertemuan warga bisa diganti dengan tele conference atau video coference, gotong
royong memperbaiki jalan diserahkan ke petugas PU dengan imbalan dari
iuran warga. Tetapi itu semua tidak ada artinya jika semangat guyup
rukun dan saling membutuhkan tidak tumbuh di benak masing-masing warga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar