
Dulu sepulang sekolah aku sering terhenti di depan poster film yang terpajang di atap sebuah bioskop. Judulnya membikin keningku berkerut membayangkan arti kata-katanya, "Gairah Ranjang". Tapi aku bisa menebak apa maksudnya dengan melihat gambar posternya yang kelihatan wah meski disana-sini banyak tempelan kertas koran.
Pada saat itu menonton film di bioskop bukanlah hal yang menyenangkan bagiku. Entah, itu karena tidak tertarik dengan filmnya atau terbawa pandangan jelek masyarakat di kampungku tentang film dan bioskop. Orang yang suka nonton film di bioskop terkesan nakal karena banyak film untuk konsumsi orang dewasa.
Aku mulai suka nonton setelah kuliah di Surabaya. Ternyata film di bioskop tidak hanya film-film ranjang seperti di kampungku dulu. Kasihan deh aku dulu jadi orang yang kurang pergaulan alias kuper.
Kebiasaan melirik poster film masih sering aku lakukan sampai sekarang. Nah suatu hari aku melihat poster film yang bertuliskan "Mas Suka Masukin Aja." Mungkin itu judul filmnya, karena tidak ada tulisan lain yang menonjol.
Aku coba menebak apa maksud tulisan itu. Ah, sampai jauh dari depan bioskop tetap saja aku nggak ngerti. Masih kupernya aku meski sudah tinggal di Jakarta.
Nyampek rumah, masih saja judul film itu membuatku berpikir. "Mas Suka Masukin Aja, kalo nggak suka gimana, ya tonjok aja," kataku dalam hati.
Ngomong film, di acara festival film islami (SELAMI) kemarin aku sempat ketemu dengan Pei. Ia seorang pekerja film dan muridnya Riri Riza di IKJ. Kami ngobrol cukup lama tentang film Indonesia. Pada suatu titik kami ngobrolin bagaimana tidak berdayanya pembuatan film terhadap kemauan produser. Idialisme pembuat film tidak bisa terlaksana karena produser tidak menyukainya.
Produser lebih memilih film yang laku di pasaran tanpa banyak berfikir kualitas, etika maupun estetika. Apalagi jauh berpikir tentang pengaruh film itu terhadap masa depan generasi bangsa. Tentu tidak semua produser begitu.
Ya, kami berpandangan sama bahwa itu bukan sepenuhnya salah produser. Sebagai pemodal, sangat wajar jika ingin untung yang besar, paling tidak modal bisa kembali. Kita-kita yang pantas untuk menilai balik diri kita sendiri. Mengapa nonton film-film seperti itu?
Pei bilang, sebuah survey membuktikan kalau banyak penonton film menentukan pilihan sesaat setelah berada di ruang antrian tiket. Jadi mereka tidak punya bayangan sebelumnya mau nonton apa. Yang kelihatan gambarnya asyik, itulah yang ditonton. Makanya judul "Mas Suka Masukin Aja" pas untuk tipe penonton seperti itu. Apalagi didukung dengan poster yang agak seronok yang di kampungku dulu ditutup dengan kertas koran.
Alhamdulillah, sekarang sudah banyak bermunculan film-film seperti Ayat Ayat Cinta dan yang terakhir Laskar Pelangi. Kalau dulu film-film seperti itu yang beredar di kampungku, bukan tidak mungkin stigma jelek bioskop akan hilang. Bahkan ustad di masjid dan mushala menyuruh santrinya pergi nonton film.
8 komentar: