Pages

Senin, 08 Desember 2008

Haji Muda

Senin, 08 Desember 2008
Baru kali ini aku menulis tanpa ada bayangan apapun di kepala. Mengira-ira pun tidak bisa. ALiF edisi 12 berbicara tentang pergi haji saat muda. Bagaimana aku bisa menulis sedangkan aku sendiri belum berhaji? Satu-satunya jalan adalah bertanya pada orang yang sudah pergi memenuhi panggilan-Nya itu. Ada syaratnya lagi, ia masih muda.

Dengan bantuan teman-teman redaksi akhirnya tersaji cerita dua orang yang berhaji saat masih muda. Berikut ceritanya :

Widhi [37],pekerja media, asal Bandung
Pergi haji tahun 2006, saat itu usianya 35 tahun. Sewaktu keluarganya mengajaknya berhaji, ia langsung menerima tanpa kuatir sedikitpun. Ia berfikir, kesempatan berhaji harus segera diterima dan dilaksanakan karena belum tentu kesempatan itu datang di waktu mendatang. Tidak semua orang mendapat kesempatan itu. Dari sekian banyak Muslim Indonesia, hanya sebagian saja yang punya peluang itu. Jadi ketika ada kesemapatan, berarti Allah telah menunjuk dan memilihnya.

Yang paling berkesan adalah saat wukuf di Arafah. Di padang itu ia merasakan seperti berhubungan langsung dengan Allah. Pintu langit terbuka dan Dia mendengar semua doa manusia. Ia pun membaca doa untuk dirinya sendiri, keluarganya, dan para sahabat yang menitip doa kepadanya. Ia sempat menangis karena teringat dosa-dosanya di masa lalu, dengan kepasrahan yang mendalam, ia meminta ampun kepada-Nya.

Ada kesadaran baru yang ia peroleh selama berhaji, bahwa tidak boleh merendahkan dan meremehkan orang lain. Kesadaran itu ia peroleh setelah mengalami peristiwa di suatu siang setelah shalat Jum’at. Ia melihat seorang tua duduk agak jauh di depannya, mungkin karena sudah tua, tak terasa orang itu buang air kecil di tempatnya duduk.

Ia merasa jijik. Dalam hati ia memperolok orang tua itu. Tak lama berselang, ada orang menginjak najis itu dan kemudian melintasi sajadahnya yang berlum sempat dirapikan. Kakaknya kontan tertawa. Tak lama setelah itu ada orang lain lagi yang menginjak najis tadi dan kemudian menginjak kaki kakaknya.

Baginya, berhaji di usia muda tak menjadi masalah, malah akan lebih mempermudah pelaksanaannya, karena kondisi fisik masih sempurna dan tenaga masih kuat. Banyak kegiatan ibadah yang menguras tenaga dan butuh ketahanan fisik yang prima. Tentang ketidaksiapan anak muda untuk berhaji karena masih banyak dosa, ia berpendapat justru berhaji merupakan kesempatan untuk bertobat dan meminta ampun.

Dewi Handajani [38], wartawan
Dewi berangkat haji tahun 2002 ketika usianya 32 tahun. Saat itu ia baru tiga tahun menikah. Sebetulnya niat untuk berhaji sudah muncul sejak lama, saat mendengar cerita orang-orang yang pernah berhaji. Sejak ia bekerja sekitar tahun 1994, ia mulai menabung. Namun ia masih bimbang akan pergi dengan siapa. Sementara keluarganya belum ada yang berhaji.

Setelah menikah, ia mengutarakan keinginannya untuk berhaji kepada suaminya. Namun ia keburu hamil dan melahirkan anaknya yang pertama. Keinginan itu pun tertunda.

Tahun 2001, ibunya berhaji, keinginannya menguat kembali. Ia berunding dengan suaminya. Akhirnya, sang suami mau diajak berhaji asalkan anaknya sudah bisa ditinggal dan ia belum hamil kembali. Kemudian mereka menetapkan untuk berhaji tahun depan [2002] saat putrinya sudah memasuki usia dua tahun dan sudah disapih dari ASI.

Di Tanah Suci ia merasa sangat excited, muncul kegairahan yang sangat dalam hatinya, begitu pun dengan sang suami. Memang, karena masih muda, ada sedikit ribut-ribut kecil di antara mereka, namun hal itu tidak mengalahkan kebahagiaannya. Sempat juga mereka berdua merayakan ulangtahun pernikahan yang ketiga di resto cepat saji. Sayangnya ia terserang cacar air sehingga ada beberapa hal yang tak bisa ia tunaikan. Karena itu, sekarang ia ingin kembali menunaikan haji.

Tantangan yang ia rasakan untuk berhaji sewaktu masih muda adalah memilih waktu yang tepat, terutama disesuaikan dengan kesiapan anak-anak. Menurut pendapatnya, kalau menunggu anak agak besar, tantangannya akan berbeda dengan meninggalkan saat mereka masih kecil. Namun tentu saja hal tersebut sangatlah individual, tergantung kesiapan dan kesempatan yang ada, tidak hanya kemampuan finansial saja.

Semoga kedua cerita itu bisa menghapus keraguan mereka yang enggan untuk berhaji atau menunggu setelah tua.

13 komentar:

12duadua © 2014