[catatan sebelumnya] Di kota yang baru, saya bertemu lagi seorang bapak yang juga kesepian. Bapak yang satu ini sangat tau dunia internet dan teknologi informasi yang lain. Ia mahir juga melakukan kofigurasi ulang PC yang ia punyai, memperbaiki hard disk yang badsector dan lain-lain. Mendengar ceritanya, saya teringat teman saya yang sering memperbaiki komputer di kantor. Saya tidak tahu persis apa latar belakang pendidikannya, dan saya tidak peduli tentang itu.
Boleh dibilang ia tidak bekerja, alias menganggur. Tapi jangan salah, meski sebagian besar waktunya dihabiskan nongkrong di rumah, ia punya penghasilan dari uang sewa kamar kost yang ia punyai. Saya kira penghasilan dari sewa kost itu cukup besar, ia punya lebih dari dua puluh kamar kost. Selain itu, setiap bulan ia mendapat kiriman dari hasil bisnis keluarganya, mungkin ia punya saham disitu. Saya ingat jargon yang banyak disebut teman-teman MLM, "Financial Fredom". Ya, ia sudah mencapai tahap itu. Bukan lagi ia bekerja untuk mencari uang, tetapi uanglah yang bekerja untuknya.
Saya bisa mengatakan seperti itu karena dengan penghasilannya tiap bulan, ia dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, bahkan bisa lebih. Ia juga mampu membiayai ketiga anaknya bersekolah, bahkan anaknya yang pertama sudah kuliah di Bogor.
Saat pertama kali saya datang ke rumahnya, saya tertarik dengan desannya. Penataan pekarangan dan ruang-ruang di dalam rumah sangat bagus. Ada beberapa sisi temboknya yang sengaja dibiarkan terbuka dengan susunan batu bata merah yang terlihat jelas. Saat saya bertanya mengapa tidak seluruh tembok dibikin seperti itu, ia menjawab, "terlalu ekstrim mas." Kelihatan kalau dia tahu banyak desain rumah.
Lalu apa yang membuatnya kesepian?
Seluruh anggota keluarganya tidak ada yang tertarik apalagi berminat di bidang teknologi informasi dan komputer. Ketiga anaknya perempuan, dan kesemuanya tidak ada yang menurun bakat ayahnya. Yang paling kecil sukanya musik. Sayangnya juga ia tidak pandai bergaul dengan tetangga-tetangga sekitar rumahnya. Jadi setiap hari ia hanya mondar-mandir di sekeliling rumahnya. Sudah banyak hobi yang coba ditekuninya, mulai bertaman, memelihara burung dan ikan. Terakhir ia suka memelihara kucing.
Kalau tidak ada yang dikerjakan sukanya nongkrong di teras rumah atau di serambi belakang di depan kamar kost saya. Nah kalau sudah begitu, istrinya harus menyediakan kopi dan rokok. Jangan sampai istrinya telat bikinin kopi atau kehabisan rokok, ia bakal marah besar. Ada istilah kopi yang membuat saya tertawa geli, ada kopi jam enam, jam sepuluh, jam dua belas sampai jam sembilan malam. Jam setengah sepuluh ganti teh manis, setelah itu ada kopi jam sepuluh dan yang terakhir kopi jam dua belas malam.
Biar nggak mikir yang enggak-enggak harus ada yang menemaninya ngobrol. Ini yang membuat istrinya kelimpungan, juga ketiga anaknya. Sebuah kemalangan besar kalau mendapat giliran menemaninya. Selain omongannya tidak nyambung juga tidak betah berlama-lama duduk tanpa mengerjakan apa-apa. Nah kalau sudah begitu, istrinya mencari korban baru. Siapa lagi kalau bukan anak kost. Teman saya satu kamar yang sering menjadi korban.
Suatu saat teman saya sedang malas, sayalah yang diperkenalkan kepada istrinya dan kemudian ia sendiri. Semula saya asyik-asyik saja ngobrol bersamanya, wajar saja kalau anak kost ingin kenal dengan bapak kostnya. Pada saat diajak ngobrol tentang internet, saya bisa nyambung sedikit, ia kelihatan senang sekali. Apalagi saat saya keceplos ngomong tentang blog, ia seperti orang yang baru bangun tidur. Rupanya ia sedang belajar membuat blog. Bergembiralah teman saya karena istrinya ganti mencari-cari saya, bukan dia.
Dua minggu terakhir ini lebih parah. Ia senang sepak bola dan ia tahu kalau saya juga senang. Ia sering mengajak saya nonton bersama di rumahnya. Hampir tiap malam saya begadang. Ada untungnya sih, saya tidak perlu mencari pos satpam atau warung kopi untuk nonton bola. Camilan dan kopi juga tersedia, istrinya sangat rajin menyediakan hidangan itu.
Tapi merepotkan istrinya juga kalau setiap malam begitu, sungkan juga rasanya. Saya berembuk dengan teman saya untuk membuat rencana menghindar. Kebetulan pas malam jum'at ada teman yang menawari kami nonton di rumahnya. Kami bilang ke istrinya, "Bu, ini malam jum'at kan, saya tidak mau mengganggu ibu dan bapak, kan kalau malam jum'at sunnah. Malam ini kami mau nginap di rumah teman, ini kunci kamar saya titipkan ke ibu. Siapa tahu ibu dan bapak butuh suasana lain, boleh kok pakai kamar kami." Istrinya melotot tapi sambil senyum-senyum. Kami tertawa sambil kabur.
1 komentar: