
Rating: | ★★★ |
Category: | Books |
Genre: | Other |
Author: | Emha Ainun Najib |
Membaca "Kagum Pada Orang Indonesia", buku kumpulan tulisan Emha Ainun Najib di Suara Merdeka antara tahun 2003 sampai 2007 dan satu transkrip ceramahnya di berbagai tempat, terasa bahwa Cak Nun sedang ngelu-elu kita sebagai orang Indonesia. Dalam buku ini, ia banyak memuji sikap dan perilaku orang Indonesia, entah sebagai rakyat, pemimpin atau sebagai komunitas berbangsa.
Misalnya, ketika Indonesia dipandang masyarakat dunia sebagai negara miskin karena krisis yang berkepanjangan tetapi perilakunya tidak menunjukkan kekrisisannya, ia menulis: Para pakar dunia di bidang ilmu sosial, ilmu ekonomi, politik dan kebudayaan, sudah terbukti terjebak dalam mempersepsikan apa yang sesungguhnya terjadi pada bangsa kita. Penduduk seluruh dunia membayangkan Indonesia adalah kampung-kampung setengah hutan yang kumuh, banyak orang terduduk di tepi jalan karena busung lapar, mayat-mayat bergeletakan, perampok di sana sini, orang berbunuhan kareba berbagai sebab. Negeri yang penuh duka dan kegelapan.
Padahal di muka bumi tak ada orang yang bersukaria melebihi orang Indonesia. Tak ada orang berjoget siang malam melebihi bangsa Indonesia. Tak ada masyarakat berpesta, tertawa-tawa, ngeses baass buuss baass buuss, jagongan, kenduri, serta segala macam bentuk kehangatan hidup melebihi masyarakat kita....(hal 14)
Tentang jagongan itu, ia benar, sudah sering saya lihat di warung-warung kopi, banyak orang nongkrong disitu, anak-anak muda sampai orang tua berkumpul ngopi bareng. Kalau tidak percaya, coba sekali-sekali berkunjung ke kampung saya, pasti pemandangan seperti itu mudah didapat. Malah sekarang, warung kopi di emperan-emperan toko menjamur dan tidak pernah sepi pengunjung.
Siapa bilang Indonesia itu krisis, "tentang berita krisis negara kita itu hanyalah sebagai ungkapan kerendahan hati", katanya. Kalau kita bilang "Negara kita sedang krisis", itu semacam tawadhu' sosial, suatu sikap yang menghindarkan diri dari sikap sombong. Kalau pemerintah kita terus berhutang trilyunan dolar, itu strategi agar kita disangka miskin. Itu taktik agar dunia meremehkan kita. Karena kita punya prinsip religius bahwa semakin kita direndahkan oleh manusia, semakin tinggi derajat kita di hadapan Allah. Semakin kita diperhinakan oleh manusia di bumi, semakin mulia posisi kita di langit... (hal 15)
Mungkin Cak Nun sudah geregetan, seperti ibu yang geregetan pada anaknya yang sukanya main terus, dengan cara apa lagi mengingatkan orang-orang Indonesia. Ia sudah ngomong berbusa-busa di berbagai tempat, ada pengajian padang bulan, ada kenduri cinta dan lain-lain, tetapi tidak ada hasilnya. Sebelumnya, Mochtar Lubis sudah mengingatkan kita dengan mengidentifikasi lebih dari sepuluh sifat orang Indonesia yang kebanyakan bernada negatif. Taufik Ismail pada 1998 yang lalu juga menyindir kita dengan menulis sebuah puisi yang berjudul "Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia". Dengan ngelu-ngelu, kagum pada orang Indonesia, Cak Nun berharap orang Indonesia menjadi sadar.
Memang, terkadang kita perlu diolok-olok, dihina dan direndahkan, agar kita bangkit. Kalau olok-olok dan hinaan itu terasa menyakitkan, sebenarnya ngelu-elu itu lebih menyakitkan lagi. Boleh kita sakit hati, menggerutu atau sedih, tetapi apababila tidak merubah sikap kita, selamanya akan seperti itu.
Detail Buku :
Judul : Kagum Pada Orang Indonesia
Penerbit : Progres
Cetakan Pertama, Januari 2008
Tebal : 56 halaman
Harga : Saya belinya Rp 10.000,-
8 komentar: