
Bus kota sudah miring ke kiri oleh sesaknya penumpang
Aku terjepit di sela-sela ketiak para penumpang
Yang berglantungan
Langit di ufuk sudah memerah, sebentar lagi matahari memancarkan sinarnya, sementara bus yang kutumpangi masih satu-dua jam lagi tiba di terminal tujuan. Banyak penumpang yang mulai gelisah, takut terlambat sampai ke tempat kerja atau kuliah. Maklum hari ini hari Senin, banyak pekerja dan mahasiswa yang pulang kampung balik lagi ke kota. Jalanan padat sekali. Bus kami tidak bisa leluasa memacu kecepatannya. Klakson sering terdengar, membentak pengendara motor yang seenaknya meliuk-liuk memotong jalan.
Suasana dalam bus semakin tegang ketika sopir seperti tidak menghiraukan kegelisahan penumpang, ia asyik ngobrol dengan penumpang yang duduk diatas mesin, tepat di sebelahnya kirinya. Semakin lama semakin asyik hingga konsentrasi sopir tidak lagi penuh mengawasi jalan.
"Hai sopir guoblok, ini sudah siang, kalau ngobrol kayak gitu kapan nyampeknya, sudah terlambat nih" teriak salah satu penumpang dari deretan belakang.
Suasana tambah ramai ketika penumpang-penumpang yang lain ikut berteriak memaki. Sopir bus hanya diam saja, tidak berani membalas. Ia berusaha memacu bus lebih kencang lagi, tombol klaksonnya semakin sering ditekannya dan bunyinya semakin panjang. Kadang ia berteriak memaki pengendara motor yang menghalangi lajunya. Saat itu suasana begitu tegang, raut muka semua orang di dalam bus tampak menahan marah, meski ada beberapa yang tidur pulas. Mataharai sudah nampak, sinarnya menembus kaca memanaskan suhu udara dalam bus.
Biasanya, aku tidur selama perjalanan, tak peduli apa yang terjadi, bangun-bangun sudah ada di terminal. Kalau nggak gitu, badan pasti capek dan mengantuk sekali. Aku berangkat dari rumah jam 2 malam, jam tidur pun terkurangi. Untuk menggantinya aku berusaha tidur dalam bis. Tetapi kali ini aku asyik mengamati kelakuan penumpang dan kru bus.
Bus berhenti sebentar di depan sebuah pasar. Jalan begitu semrawut sehingga bus harus berhenti menunggu sela. Beberapa orang berlari mendekat, ingin menumpang. Karena bus sudah sesak dan sudah tidak mungkin lagi penumpang ditambah, pintu bus tetap tertutup. Tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras, gubrakkkkkk...., saya kaget sekali, badan bus digedor seseorang dari luar. Saya melongok. Terlihat ada orang berbadan agak tinggi, berbaju hitam dan bertopi cowboy berteriak sambil menunjuk-nunjuk ke dalam bus.
"Masih ada tempat, itu masih bisa diisi, tolong yang ditengah geser, merapat"
Semua penumpang diam saja tak acuh. Kondektur mengkode sopir untuk terus jalan saja. Orang tadi marah lagi, menggedor lagi, gubrakkkk.... "guoblok...", kemudian kata-kata kotor mengalir deras dari mulutnya.
"Teruuuuusss, itu makelar penumpang, biarin saja" kata kondektur.
Bus melaju kembali. Fuuih... hati ini lega, untung tidak terjadi apa-apa. Aku kawatir sekali, bisa jadi calon penumpang dan makelar tadi mengamuk dan melempari bus, bisa gawat jadinya. Aku masih trauma dengan kejadian dulu, kereta yang kutumpangi dilempari batu ketika melintasi kerumunan orang. Kaca jendela di sampingku pecah.
Akhirnya aku bisa duduk tenang kembali. Aku sempat membayangkan seandainya aku jadi kru bus yang setiap pagi mengalami kejadian-kejadian yang menegangkan, dimaki penumpang dan dikata-katai makelar. Bisa-bisa kepala ini pecah. Aku salut, kru bus bisa bertahan dengan kondisi ini. Coba kalau semua kru bus sepertiku, bakal tidak ada bus yang beroperasi, sopirnya terkena keram otak semua.
Satu lagi, pandai sekali kru bus melupakan makian dan kata-kata kotor orang pada dirinya selama perjalanan, tidak ada dendam dalam hatinya. Hebat sekali, apa jadinya kalau mereka pendendam, pasti hidupnya akan susah dan tidak tenang. Setiap kali melewati suatu tempat, ia akan mencari-cari orang yang kemarin memakinya dan akan membalas makiannya. Ato setiap kali ada penumpang masuk, ia akan melihat dengan teliti, apakah orang itu yang mengolok-oloknya minggu yang lalu. Benar kata orang, salah satu kunci mencapai kebahagiaan adalah rela memaafkan.
Gapura terminal sudah nampak, penumpang beriap-siap turun. Kondektur berseru agar penumpang memeriksa barangnya, jangan sampai ada yang tertinggal. Bus berhenti di tempat penurunan penumpang, satu persatu penumpang turun. Sambil ngantri, aku melihat sopir bus. Kepalanya tersandar di kursi, terlihat ia bernafas dalam-dalam, asap rokok mengepul keluar dari mulutnya.
"Terima kasih pak"
Ia menoleh. Sambil tersenyum ia melambaikan tangannya yang berhias sebatang rokok disela jarinya.
6 komentar: