Pages

Kamis, 22 Maret 2007

Strategi atau Penipuan

Kamis, 22 Maret 2007

Tadi
malam saya berkesempatan untuk mengikuti seminarnya Kafi Kurnia,
"Marketing Dengan Metode Api". Menarik, Kafi menganalogikan marketing
dengan sifat-sifat api. Hanya dengan titik api yang kecil bisa
menimbulkan kebakaran yang hebat jika berada pada tempat kering dan
mudah terbakar. Berbeda dengan air, perlu bermeter-meter kubik
(kuantitas yang besar) untuk menenggelamkan sebuah kota. Menurutnya,
gaya marketing api ini cocok untuk bisnis yang tidak mempunyai modal
besar untuk melakukan marketing secara konfensional (4P).

Banyak
contoh-contoh yang diungkapkan Kafi terkait dengan teori marketing yang
sedang dikembangkannya. Salah satunya tentang seorang pengelola
supermarket di Jakarta yang berhasil menjual kangkung dengan harga
tinggi tetapi laris manis. Ceritanya, suatu saat pengelola supermarket
itu pernah berkunjung ke Thailand. Di negeri Gajah Putih itu ia melihat
supermarket-supermarket menjual kangkung sekaligus akar-akarnya,
berbeda dengan di Indonesia, kangkung dijual tanpa akar.

Sepulangnya
ke tanah air, ia mempunyai ide untuk meniru cara penjualan kangkung di
Thailand. Suplier kangkungnya diminta untuk menyetor kangkung dengan
akar yang tidak dipotong. Kemudian di raknya ditulis "Kangkung
Thailand".

"Luar biasa !!!" kata Kafi, kangkung tersebut laris
manis bak kacang goreng, berbakul-bakul ludes dalam sehari, padahal
sebelumnya susah sekali menjualnya, satu bakul aja belum tentu habis.
Anehnya ada ibu-ibu yang bilang kangkungnya lebih kering dan enak.

Itulah
bukti dasyatnya marketing api, satu titik api, kangkung berakar gaya
Thailand, merubah persepsi konsumen sehingga tergerak untuk membelinya,
dengan harga yang lebih mahal pula, padahal barangnya sama. "Siapa
bilang menipu, ia tidak bilang kalau kangkungnya dari Thailand,
kangkung Thailand kan memang seperti itu, berakar." kilah Kafi sewaktu
ada peserta yang menyeletuk penipuan.

Saya teringat dengan
guyonan tentang cara penjual baju asal Arab memasarkan dagangannya. Ada
papan yang bertuliskan "Ditanggung Tidak Rusak". Nah sewaktu ada
pembeli yang komplain karena barangnya rusak, penjual berkilah, saya
kan orang Arab jadi bacanya dari belakang "Rusak Tidak Ditanggung".

Saya
meyakini berdagang adalah suatu usaha yang sangat mulia, bahkan
Rosulullah dulu juga seorang pedagang. Berdagang pada prinsipnya
menukar barang yang kita punyai (yang tidak kita butuhkan) kepada orang
lain yang lebih membutuhkannya, pedagang mendapat gantinya barang lain
yang lebih dibutuhkannya. Sejak ditemukannya uang, perdagangan
dipermudah. Perdagangan tidak lagi dilakukan secara langsung melainkan
menggunakan uang sebagai alat tukarnya.

Namun baik perdagangan konfensional (barter)
maupun perdagangan modern mempunyai prinsip yang sama. Perdagangan
menghendaki antara penjual dan pembeli memperoleh keuntungan yang
sepadan, idealnya sama-sama menguntungkan, tidak ada salah satu yang dirugikan, sama-sama rela dan sama-sama ikhlas.

Kembali
ke "Kangkung Thailand", bagaimana jika pembeli tahu kalau kangkung
tersebut sebenarnya kangkung lokal bukan dari Thailand, apakah mereka
masih berebut membelinya ? Apalagi mereka tahu kalau harganya lebih
mahal.


12 komentar:

12duadua © 2014