Pages

Senin, 20 Oktober 2008

Tret-tet-tet Pindah ke Jakarta

Senin, 20 Oktober 2008

Akhirnya kami pindah ke Jakarta.

Sebenarnya sih bukan Jakarta, tepatnya di selatan Jakarta. Kami senang, tapi bukan karena Jakartanya, melainkan karena akhirnya kami bisa kumpul bareng. Setiap hari bisa bertemu, bisa merasakan menjadi keluarga yang sebenarnya.

Banyak hal baru yang kami temui yang jauh berbeda dengan lingkungan kami dulu. Seperti suatu saat sepulang kerja, istriku cerita, "Yah, orang-orang di kereta kayak robot semua." Maksudnya, segitu banyak orang di kereta sama semua. Hanya diam, pasang muka tegang dan jarang yang peduli dengan orang-orang di dekatnya. Begitu pintu kereta dibuka, semua bergegas, berebut keluar duluan. Kalo ada yang coba menyapa sudah curiga, jangan-jangan ada maksud tidak baik.

Memang, yang lebih banyak bersinggungan dengan lingkungan Jakarta adalah istriku. Kalau aku, kebetulan tempat kerjaku tidak terlalu jauh, dan tidak perlu naik angkutan umum, hanya 15 sampai 30 menit naik motor.

"Ada yang senyum-senyum Yah," kata istriku suatu hari. "Orang gila ya?" tanyaku meledek. "Yee..bukan!" Kemudian ia cerita. Tadi ia memperhatikan bapak penjualan minuman di kereta. Orang itu begitu menikmati pekerjaannya, meracik dan menata jualannya. Sesekali ngobrol dengan teman sesama penjual yang mengeluh susahnya mencari rejeki. Dengan senyum bapak itu berkata, "namanya juga jualan, kadang untung kadang juga buntung, yang penting usaha." Kalo nggak ada yang ngajak ngobrol mulutnya bersenandung, entah lagu apa yang dia hafal, kedengarannya cuma mendengung.

Dua cerita dalam kereta membuatku berfikir, mengapa bapak itu bisa menikmati hidup. Bahkan bisa membuat senang orang lain di sekitarnya (ya..paling tidak pada istriku yang melihatnya). Padahal, dilihat dari pakaian dan segala aksesoris yang menempel, status sosialnya jauh dibawah para penumpang kereta. Benar juga kata orang, bahagia itu tidak ditentukan oleh pakaian dan status sosial.

Ada juga cerita yang menggelikan. Biasanya, penumpang yang saling ngobrol itu, sudah kenal diantara mereka, entah teman satu kantor atau satu kampung. Ada sekumpulan bapak-bapak lagi ngobrol, "wah enak para istri ya, taunya nrima duit tiap bulan, nggak tau kalo kita jungkir balik, peras keringan dapatkan duit." Bapak yang lain mengiyakan.

Di hari lain, ada ibu-ibu kumpul, "jaman sekarang susah, apa-apa mahal, pusing ngatur pengeluaran, enak para bapak ya, nggak mikirin gimana ngatur belanjaan, kasih duit beres, nggak tau kalau duitnya mepet." Wah kok bisa klop gitu ya, apa mungkin bapak-bapak dan ibu-ibu itu berpasangan, maksudnya suami-istri? Hehehe.

Ada juga sih cerita yang menyedihkan dan menyeramkan, tapi nggak usahlah diceritakan disini. Biar nggak nambah sumpek dan takut.

Kami berusaha menikmati semuanya, susah dan senang sudah menjadi konsekuensi kami. Semoga saja kepindahan kami tidak menambah ruwet Ibu Kota ini.

Gambar ngambil dari http://www.chalet-park.co.uk/

31 komentar:

12duadua © 2014