Dalam sebuah seminar yang diikuti oleh pelaku pemasaran sebuah produk telekomunikasi, salah seorang peserta bertanya, "bagaimanan menjual produk di daerah yang mempunyai potensi yang sangat kecil ?"
Pembicara kemudian menyampaikan cerita tentang pendual sandal jepit. Suatu saat penjual sandal jepit menemukan daerah yang semua penduduknya tidak memakai alas kaki. Tidak satupun orang yang ditemuinya memakai alas kaki. "Wah bagaimanan saya menjual sandal jepit, sedangkan setiap orang tidak biasa memakai alas kaki ?" pikirnya.
Setelah beberapa saat berfikir, akhirnya penjual sandal jepit menemukan cara. Pagi-pagi sekali, ia pergi kepasar dengan membawa sekarung pecahan kaca, "beling". Sambil melihat kanan kiri, ia menyebarkan beling-beling ke seluruh area pasar.
Ketika pasar ramai, iapun menggelar dagangannya di salah satu sisi pasar. Sebentar kemudian banyak orang yang membeli sandal jepit. Dagangannya laku keras.
Dalam konteks marketing saya sepakat dengan cerita diatas. Orang membeli karena kebutuhan. Maka, jika ingin dibeli, ciptakan kebutuhan.
Tetapi dalam konteks moral, saya kurang sepakat. Menyebar beling berarti membuat orang lain susah dan menderita. Kalau caranya seperti itu, apa bedanya dengan tukang tambal ban yang menyebar paku di jalan ?
Sebenarnya banyak contoh strategi pemasaran yang berhasil menciptakan kebutuhan konsumennya dengan cara yang menurut saya tidak membuat orang lain susah dan menderita. Salah satunya Yamaha dengan skuter otomatiknya.
Dulu orang menganggap aneh jenis sepeda motor jenis ini. Nuovo, skutik pertama dari Yamaha gagal di pasaran. Kemudian Yamaha mengeluarkan Mio dengan membidik segmen perempuan. Yamaha memberikan kesan bahwa perempuan mempunyai kebutuhan tersendiri terhadap sepeda motor yang belum bisa dipenuhi oleh sepeda motor yang ada di pasaran sekarang.
Sekarang kita lihat bersama, Mio laris di pasaran. Produsen sepeda motor lainnya pun mengikuti tren yang diciptakan Yamaha.
Tentu, strategi Yamaha kurang tepat jika diterapkan oleh penjual sandal jepit. Nah, ada usulan bagaimana merubah cerita penjual sandal jepit diatas agar tidak terkesan bertentangan dengan moral ?
9 komentar: