Suatu malam, anakku yang berusia hampir dua tahun berlari ketakutan
dari kamar tidur. Dia menuju kearahku dan segera memelukku. Waktu itu
aku sedang di ruang tengah, ngobrol dengan istriku. Aku dan istriku
heran ada apa. Biasanya Dia tidak pernah takut masuk kamar sendirian.
Dia sering bersembunyi di kamar itu ketika bermain petek umpet
bersamaku.
"Ayah, takuuut" sambil telunjukknya menunjuk kamar. "Ayah, takuuut" Dia mengulanginya berkali-kali.
"Ada apa, Adek takut apa ?" Aku membawanya ke kamar. Dia masih dalam
gendonganku, memeluku erat, semakin erat ketika mendekati kamar.
"Tidak ada apa-apa Dek, coba lihat"
"Ayah, takuuut"
"Takut apa ?"
"Mpong Ayah, Mpong" Dia mengarahkan telunjuknya ke atas almari.
Aku melihat ke atas almari. Tidak ada sesuatu yang menakutkan. Aku ajak
kembali anakku ke ruang tengah dan menenangkannya. Istriku menyarankan
malam ini tidur di kamar yang lain saja. Dia sedikit kawatir, jangan-jangan memang ada sesuatu dalam kamar itu.
Rumah yang kami tempati sekarang dulunya tidak berpenghuni. Sudah
setahun lebih ditinggal pemiliknya karena harus menempati rumah dinas
di luar kota. Kami yang pertama kali menempati rumah ini sejak
ditinggal pemiliknya. Menurut cerita orang-orang dulu, rumah yang lama
tidak ditempati manusia akan diambil alih oleh makhluk lain, entah itu
hewan atau makhluk halus. Pembantu kami menyarankan agar kami minta
bantuan orang pintar untuk mengusir hantu. Dia yakin anakku melihat
hantu. Katanya, anak kecil peka terhadap keberadaan hantu.
Beberapa hari setelah peristiwa itu, pembantu kami menginformasikan ada
orang pintar di kampung sebelah. Orang itu biasa dimintai tolong untuk
mengusir hantu. Sebenarnya kami sudah melupakan peristiwa itu, kami
juga kurang yakin dengan praktek-praktek semacam itu. Kami lebih yakin
dengan usaha kami sendiri dengan menambah frekuensi membaca Al-Qur'an
dan berdoa untuk keselamatan kami sekeluarga jika memang ada makhluk halus yang mengganggu kami. Tetapi pembantu kami
meyakinkan bahwa orang pintar itu bukan dukun, dia seorang kiai.
Akhirnya Aku dan istriku mengiyakan pembantuku untuk meminta bantuan orang
pintar itu.
Pada hari yang dijanjikan, orang pintar itu datang. Tapi Aku heran,
pakaiannya tidak seperti kiai-kiai biasanya. Dia hanya berpakaian
layaknya orang biasa, atasnya hem lengan panjang dan bawahannya celana
kain hitam. Setelah kami berkenalan dan mengobrol sebentar, orang
pintar itu meminta ijin untuk melihat-lihat rumah kami. Aku
mengijinkannya. Semua ruang dimasukinya, mulai ruang tengah, kamar
tidur, dapur sampai ke kamar mandi. Setelah selesai kami kembali ke
ruang tamu. Alhamdulillah orang pintar itu tidak melakukan hal yang
aneh-aneh, hanya berkeliling saja
"Tidak apa-apa kok Pak" Dia mulai bicara. "Rumah ini tidak ada apa-apa, aman"
"Maksud Bapak ?" aku bertanya
"Iya, tidak ada apa-apa, lebih sering saja Bapak membaca Al Qur'an" Dia menjelaskan.
"Baik Pak
Setelah itu, Dia berpamitan. Sambil menyalaminya, saya memberi amplop
berisi sejumlah uang kepadanya. Dia menolaknya. Aku memaksanya.Tapi
tetap ditolaknya. Dia menjelaskan hanya membantu saja, bukan untuk
mencari uang. Dengan masih memegang tanganku, Dia memasukkan amplop yang berisi uang itu ke dalam saku
bajuku
**********
Aku, istri dan anakku turun dari bus yang kami naiki dari rumah orang
tuaku, kakek dan nenek anakku. Kami berjalan di koridor terminal menuju
ke pangkalan taxi. Dalam perjalanan, anaku menunjuk orang
yang sedang berjalan ke arah terminal dengan menarik travel bag beroda, berjalan berlawanan arah dengan kami.
"Ayah, Mpong, Ayah Mpong
Aku dan istriku kaget. Tapi setelah berpapasan dengan orang yang menarik travel bag itu Aku dan istriku tertawa. Ternyata yang disebut Mpong itu travel bag warna hitam milik orang itu yang hampir sama dengan yang kami miliki. Travel bagi itu diatas almari dalam kamar.
Sesampai di rumah Aku menurunkan travel bag warna hitam dari atas almari. Lalu aku mengajak anakku ke kamar.
"Adek, Mpongnya masih ada ?" tanyaku kepada anakku
Anakku melihat ke atas almari dan berkata "Ndak ada Ayah, ndak ada, Mpong bobok"
32 komentar: