Pages

Selasa, 11 Mei 2010

Museum Wayang, Indah tapi Kurang Menarik

Selasa, 11 Mei 2010
Saat teman mengajak ke Museum Wayang, saya bersemangat. Terik matahari tak jadi masalah. Saya membayangkan akan mendapat pengalaman yang mengesankan. Terus terang, baru siang itu saya tahu ada Museum Wayang, makanya saya penasaran.

Sampai di depan pintu masuk, penasaran saya bertambah. Pintunya begitu apik. Museum ini terletak di kawasan cagar budaya Museum Fatahilah. Bangunannya khas bangunan zaman Belanda, besar dan kokoh.

Setelah membayar tiket masuk yang hanya dua ribu, kami menyusuri ruangan demi ruangan, melewati lorong-lorongnya. Kami takjub dengan apa yang terpajang di etalase maupun di dinding-dinding. Sebuah karya seni yang sungguh indah.

Saya ingat pernah menulis tentang wayang di suatu media. Bentuk wayang yang sedang kami nikmati ini merupakan hasil kompromi antara larangan menciptakan bentuk menyerupai manusia dan keinginan penciptanya membuat karakter manusia.

Wayang memang diciptakan untuk menggambarkan berbagai macam karakter manusia. Interaksi antar karakter itu kemudian digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. ”Mana Janaka,” kata teman saya mencari tokoh Pandawa yang sering dijadikan idola itu. Teman saya yang satunya lagi tak henti-hentinya mengagumi keindahan bentuk dan ukiran wayang.

Saya juga sangat menikmati kunjungan ini. Namun, saya merasa ada yang kurang. Mengapa tempat yang menampung karya-karya indah ini tak membuat saya tertarik berkunjung lagi? Kenikmatan yang saya rasakan selesai begitu saja saat keluar museum. Harusnya, saya membawa setumpuk cerita yang bisa saya bagi-bagikan. Syukur lagi bisa menyerap pesan dari penggambaran masing-masing karakter wayang. Akan menjadi luar biasa.

Saya mengira-ira. Mungkin museum ini kurang menarik karena hanya sekedar memajang benda-benda, tak banyak yang saya peroleh selain keindahan. Akan lain apabila selain berjalan-jalan ada yang bercerita, menjelaskan siapa karakter yang sedang dilihat dan apa relevansinya dengan kehidupan sekarang. Apalagi kalau pengantar tersebut seorang dalang dan bisa menunjukkan keahliannya menghidupkan karakter itu.

Saat kami akan keluar, saya melihat beberapa turis sedang melihat-lihat souvnir. Tak tahu, apakah mereka memunyai pengalaman yang sama seperti saya, tapi kelihatannya mereka begitu antusias, semoga saja ada yang bisa mereka ceritakan setelah kembali ke negaranya.

4 komentar:

12duadua © 2014