Pages

Jumat, 28 Mei 2010

Kita yang Kreatif, Produsen Mobil yang Sebel

Jumat, 28 Mei 2010
Saya pernah mendengar cerita bahwa produsen mobil sangat jengkel pada orang Indonesia. Masalahnya, orang Indonesia itu sangat kreatif. Suku cadang mobil yang seharusnya diganti bisa berfungsi kembali berkat tangan-tangan trampil teknisi lokal kita. Pokoknya, selama suku cadang bisa diotak-atik, para teknisi lokal akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengganti dengan yang baru.

Akibat kreatifitas mengutak-atik itu, permintaan suku cadang baru tak sebanyak jumlah yang seharusnya. Otomatis, pendapatan produsen tak sesuai dengan yang diharapkan.

Tentu, cerita yang saya dengar itu hanya sekedar desas-desus, boleh juga disebut kabar burung yang tak bisa dipertanggungjawankan kebenarannya.

Namun, masuk akal sekali jika cerita tersebut memang benar. Mengganti suku cadang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kadang jauh lebih mahal dibandingkan me-reuse suku cadang tersebut. Kalau masih bisa digunakan, mengapa harus diganti. Kalau bisa menekan biaya, mengapa harus mengeluarkan lebih. Begitulah kira-kira prinsipnya.

Para podusen mobil mungkin akan lebih jengkel lagi jika mereka melihat bengkel di pelosok-pelosok Indonesia. Mereka lebih gila lagi, apa yang tidak bisa ditangai oleh teknisi di kota, ternyata bisa diselesaikannya.

Saya pernah menyervis mobil di bengkel sekitar Jakarta. Ada suku cadang yang divonis harus diganti. Saya tanya berapa biayanya. Ternyata mahal sekali. Saya memutuskan untuk membiarkannya dulu, nanti kalau sudah cukup dana baru diganti.

Tak lama setelah itu, saya pulang kampung. Saya menceritakan kerusakan itu kepada bapak saya. Kemudian, Bapak mengantar saya ke bengkel langganannya. Saya tercengang, ternyata suku cadang yang seharusnya diganti itu bisa berfungsi kembali dengan baik, dan biayanya sepuluh kali lebih murah dibanding kalau harus diganti.

Kreatifitas memang senjata yang ampuh. Dengan itu kita bisa memunyai kekuatan yang sangat dasyat.

Namun, untuk kreatifitas dalam urusan service-menyervice harus ditambah catatan, "perlu perhatian lebih pada suku cadang yang menyangkut keselamatan berkendara, jangan sampai kreatifitas itu justru menimbulkan bahaya."

Selasa, 11 Mei 2010

Museum Wayang, Indah tapi Kurang Menarik

Selasa, 11 Mei 2010
Saat teman mengajak ke Museum Wayang, saya bersemangat. Terik matahari tak jadi masalah. Saya membayangkan akan mendapat pengalaman yang mengesankan. Terus terang, baru siang itu saya tahu ada Museum Wayang, makanya saya penasaran.

Sampai di depan pintu masuk, penasaran saya bertambah. Pintunya begitu apik. Museum ini terletak di kawasan cagar budaya Museum Fatahilah. Bangunannya khas bangunan zaman Belanda, besar dan kokoh.

Setelah membayar tiket masuk yang hanya dua ribu, kami menyusuri ruangan demi ruangan, melewati lorong-lorongnya. Kami takjub dengan apa yang terpajang di etalase maupun di dinding-dinding. Sebuah karya seni yang sungguh indah.

Saya ingat pernah menulis tentang wayang di suatu media. Bentuk wayang yang sedang kami nikmati ini merupakan hasil kompromi antara larangan menciptakan bentuk menyerupai manusia dan keinginan penciptanya membuat karakter manusia.

Wayang memang diciptakan untuk menggambarkan berbagai macam karakter manusia. Interaksi antar karakter itu kemudian digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. ”Mana Janaka,” kata teman saya mencari tokoh Pandawa yang sering dijadikan idola itu. Teman saya yang satunya lagi tak henti-hentinya mengagumi keindahan bentuk dan ukiran wayang.

Saya juga sangat menikmati kunjungan ini. Namun, saya merasa ada yang kurang. Mengapa tempat yang menampung karya-karya indah ini tak membuat saya tertarik berkunjung lagi? Kenikmatan yang saya rasakan selesai begitu saja saat keluar museum. Harusnya, saya membawa setumpuk cerita yang bisa saya bagi-bagikan. Syukur lagi bisa menyerap pesan dari penggambaran masing-masing karakter wayang. Akan menjadi luar biasa.

Saya mengira-ira. Mungkin museum ini kurang menarik karena hanya sekedar memajang benda-benda, tak banyak yang saya peroleh selain keindahan. Akan lain apabila selain berjalan-jalan ada yang bercerita, menjelaskan siapa karakter yang sedang dilihat dan apa relevansinya dengan kehidupan sekarang. Apalagi kalau pengantar tersebut seorang dalang dan bisa menunjukkan keahliannya menghidupkan karakter itu.

Saat kami akan keluar, saya melihat beberapa turis sedang melihat-lihat souvnir. Tak tahu, apakah mereka memunyai pengalaman yang sama seperti saya, tapi kelihatannya mereka begitu antusias, semoga saja ada yang bisa mereka ceritakan setelah kembali ke negaranya.

12duadua © 2014