Ketika
pemilihan umum menggunakan metode langsung, para kontestan berlomba
merebut hati rakyat, berebut corong untuk mengatakan dialah yang paling
dekat dengan rakyat, paling paham kemauannya dan paling tau kunci
segala persoalan yang dihadapi masyarakat. Ujung-ujungnya coblos gambar
saya di bilik suara karena sayalah yang paling pantas untuk menjadi
pemimpinmu.
pemilihan umum menggunakan metode langsung, para kontestan berlomba
merebut hati rakyat, berebut corong untuk mengatakan dialah yang paling
dekat dengan rakyat, paling paham kemauannya dan paling tau kunci
segala persoalan yang dihadapi masyarakat. Ujung-ujungnya coblos gambar
saya di bilik suara karena sayalah yang paling pantas untuk menjadi
pemimpinmu.
Mencermati
pemilihan Gubernur Jawa Timur yang akan dilaksanakan tahun depan, ada
pertempuran yang menarik antara dua bakal calon. Keduanya sama-sama
pejabat penting Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan sama-sama mempunyai
senjata yang ampuh untuk bertempur yang bisa menyerang tanpa disadari
musuhnya. Karena itu, meski pertempuran resmi belum dibuka, keduanya
sudah menabuh genderang duluan.
pemilihan Gubernur Jawa Timur yang akan dilaksanakan tahun depan, ada
pertempuran yang menarik antara dua bakal calon. Keduanya sama-sama
pejabat penting Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan sama-sama mempunyai
senjata yang ampuh untuk bertempur yang bisa menyerang tanpa disadari
musuhnya. Karena itu, meski pertempuran resmi belum dibuka, keduanya
sudah menabuh genderang duluan.

satu menggunakan senjata budaya, wayang kulit. Dia adalah salah satu
dalang ternama di Jawa Timur, ketrampilan memainkan boneka gepeng dan
keahliannya memainkan karakter memang sudah diakui banyak orang.
Berbagai even penting daerah dengan pagelaran wayang kulit sebagai
hiburannya, hampir pasti menunjuk dia sebagai dalangnya. Rupanya,
potensi ini yang membuat dia yakin dan mantap untuk terjun ke arena
pertempuran, tentusaja keahlian mendalang menjadi senjata utamanya.

lagi menggunakan slogan "Pak De". Ceritanya, sewaktu dia menjadi orang
penting di Jawa Timur, banyak wartawan yang memanggilnya Pak De.
Tampangnya memang pantas disebut demikian, terutama kumisnya yang khas.
Di masyarakat Jawa, Pak De adalah sebutan untuk kakak dari Ibu atau
Bapak. Dalam keluarga besar Jawa, Pak De merupakan sesepuh pengganti
orang tua yang sudah meninggal, menjadi panutan dan rujukan semua
masalah keluarga adik-adiknya. "Pak De" inilah yang kemudian menjadi
senjatanya untuk memposisikan diri sebagai sesepuh, panutan dan rujukan
sekaligus yang paling dekat dengan rakyat. Menariknya, "Pak De" yang
semula hanya terkenal di kalangan wartawan saja, diperkenalkan kepada
masyarakat luas melalui marketing effort. "Pak De menjadi brand, merek
dagang, sebuah produk kacang. Masyarakat Jawa Timur mungkin tau kacang
dengan merek "Pak De" ini. Promosi kacang ini masuk di berbagai media,
baik media cetak maupun elektronik. Bahkan sempat menjadi sponsor
turnamen (liga) sepak bola dengan nama "Kacang Pak De Open".
Nanti akan kita saksikan bersama bagaimana kedua senjata itu berhasil
atau gagal mengantarkan empunya mencapai tujuan. Mana senjata yang
paling ampuh, senjata dengan amunisi budaya atau merek dagang. Atau
kedua-duanya kalah dengan senjata konvensional, jaringan politik dan
kekuasaan. Jangan-jangan kalah telak dengan ilmu hitam money politic.
Diluar itu semua, sebenarnya kita membutuhkan pemimpin yang benar-benar
paham berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Membutuhkan manager
yang sanggup mengelola seluruh jajaran pemerintahan di bawahnya, bukan
untuk menebar pesona, tapi benar-benar bekerja mencari jalan keluar
dari kubangan penderitaan ini. Semoga rakyat Jawa Timur menemukan
pemimpin itu......
9 komentar: