Catatan kopdar MPers Jawa Timur di Panti Asuhan Sunan Giri Malang
Ungkapan bahagia saya sampaikan berkaitan dengan acara buka puasa bersama hari Minggu (08/10/06) di panti asuhan Sunan Giri kemarin. Teman-teman yang ikut dalam kegiatan tersebut juga mengungkapkan hal yang sama. Intinya, kami merasa senang dan bahagia berbagi dengan teman-teman di panti asuhan. Sebuah pengalaman yang mungkin tidak akan terlupakan selama hidup. Membuat mereka tertawa, melupakan sejenak kesedihan dan kepenatan hidup yang selalu mereka hadapi sehari-hari meninggalkan goresan dalam benak kami semua.
Pengalaman yang sama pasti juga dialami teman-teman ketika ikut andil dalam kegiatan-kegiatan sosial, membantu saudara-saudara yang mengalami kesusahan untuk sedikit mengurangi beban hidup yang dipikulnya sehari-hari. Inilah menurut saya yang disebut kebahagiaan sejati, kebahagiaan saat kita berarti bagi orang lain.
Mengapa sesuatu yang kecil menjadikan luapan emosi kebahagiaan yang begitu dasyat ?
Sebuah percobaan dilakukan oleh Martin Seligman (penggagas psikologi positif) kepada mahasiswa yang diasuhnya. Sebagian mahasiswa diberikan uang untuk dibelanjakan sesuai dengan keinginannya, sebagian yang lain diikutkan dalam kegiatan-kegiatan sosial. Dalam waktu yang telah ditentukannya, dilakukan pengujian terhadap kedua kelompok mahasiswa tersebut mengenai kepuasan hidupnya. Dan hasilnya sangat mengejutkannya.
"Saya menemukan sesuatu yang mengejutkan; bahwa pengejaran terhadap kesenangan tampaknya tidak banyak menyumbang bagi kepuasan hidup, Namun keterlibatan dalam kegiatan hidup dan menemukan arti dalam hidup sangat banyak menyumbang bagi tercapainya kepuasan".
Dalam teori tingkat kebutuhan manusia (Hierarchy of Needs) yang diperkenalkan oleh Maslow, tingkat teratas kebutuhan manusia adalah kebutuhan untuk dapat mengaktualisasikan diri. Pada akhirnya, setelah manusia tercukupi kebutuhan fisiknya (Physiological/biological needs), sudah merasa aman dalam lingkungannya (Safety), mempunyai keluarga dan komunitas yang baik (Love/belonging) dan menjadi manusia yang diperhitungkan dalam keluarga dan komunitasnya (Status/esteem), manusia membutuhkan pemaknaan hidupnya (Actualization). Dalam hubungan bermasyarakat, manusia butuh untuk menjadi bagian dan memberikan kontribusi yang berarti untuk menciptakan kehidupan yang baik. Dalam hubungannya dengan Penciptanya (terkait dengan agama dan etika moral), manusia butuh pengakuan bahwa segala yang dilakukannya mempunyai nilai yang baik dihadapan Penciptanya atau paling tidak memberikan citra yang baik sebagai manusia yang beretika dan bermoral.
Namun demikian, apa yang kami rasakan kemarin memberikan pemahaman yang sedikit berbeda, bahwa untuk mencapai tingkatan teratas teori kebutuhannya Maslow tidak harus sesuai dengan tahapan seperti kalau kita naik tangga. Tetapi, setiap anak tangga memberikan kemungkinan kita mencapai kebutuhan teratas. Untuk berbagi dengan orang lain, mensedekahkan sebagian harta kita kepada orang lain yang membutuhkan tidak perlu menunggu kita menjadi kaya, sedikitpun asal iklas pasti akan bermanfaat bagi orang lain dan berefek positif bagi jiwa kita. Untuk berbagi-bagi ilmu tidak harus menunggu kita menjadi orang yang paling pandai, apa yang kita ketahui meskipun sedikit sudah cukup untuk kita bagi-bagikan kepada orang lain.
Mungkin inilah yang dimaksudkan bahwa kita tidak akan kehilangan harta/ilmu yang kita sedekahkan, malah akan dilipatgandakan besarnya. Tentu pelipatgandaan itu bisa dalam bentuk yang sama berupa datangnya rejeki dari tempat yang tidak kita sangka-sangka atau berupa perasaan bahagia yang tidak ternilai harganya, atau bangkitnya suatu bangsa dari keterpurukan. Meminjam ungkapan Ustad Yusuf Mansur "bangsa ini akan bangkit dari keterpurukan jika kita bisa saling berbagi".
22 komentar: