Pages

Jumat, 28 Juli 2006

Apa Yang Akan Kita Tinggalkan Setelah Kita Mati ?

Jumat, 28 Juli 2006




Gajah mati meninggalkan gading...
Harimau mati meninggalkan belang...
Manusia mati meninggalkan amal budi...




Ungkapan diatas teringat kembali setelah saya membaca dialog imajener
Gus Mus (KH Achmad Mustofa Bisri) dengan KH. Hasyim Asy'ari. Keduanya
adalah seorang kyai. Yang satu kyai sekaligus budayawan dan cendikiawan
pengasuh pondok pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang, Yang satunya
lagi tokoh pendiri NU dan juga pendiri pondok pesantren Tebu Ireng,
Jombang.



KH. Hasyim Asy'ari yang wafat hampir 60 tahun yang lalu seolah hadir
dihadapan Gus Mus dalam bentuk pemikiran dan cita-citanya. Gus Mus
sangat prihatin dengan kondisi umat (jam'iyah) saat ini. Menurut
Beliau, ummat saat ini tidak saja berbeda pendapat tetapi sudah
mengarah pada perpecahan dan saling benci. Bahkan lebih parah lagi,
sesama saudara, sebangsa, setanah air, seagama, seummat, se-jam'iyah
saling memutuskan hubungan.




Pemikiran dan cita-cita KH. Hasyim Asy'ari untuk menyatukan ummat dan
membangun kehidupan yang baik berbangsa dan bernegara menjadi
penghilang dahaga dan penyejuk hati yang panas. Ingatan akan kewibawaan
dan kesahajaannya kembali hadir meskipun selama hidupnya, Gus Mus belum
pernah bertemu dengan Hadlratussyeikh, sebutan Gus Mus pada KH. Hasyim
Asy'ari. Waktu wafatnya, Gus Mus masih berusia 3 tahun.



Manusia boleh mati, jasadnya boleh lebur dengan tanah, tapi kenangan
akan kebaikan dan buah pemikirannya akan abadi sampai akhir nanti.




Sebagai seorang muslim, tentu saya terkenang usaha Muhammad saw sebagai
seorang warga negara berfikir bagaimana mengeluarkan saudara
sebangsa dan setanah airnya, bahkan saudara sesama umat manusia untuk
keluar dari krisis moral yang sangat parah dan menuju kehancuran. Buah
dari renungan dan pemikirannya itu, Beliau mendapat petunjuk berupa
wahyu Al Qur'an. Sampai saat ini wahyu tersebut menjadi pegangan hidup
bagi seluruh umat muslim sedunia. Dengan diterimanya wahyu itu,
Muhammad saw menjadi nabi sekaligus utusan-Nya.




Lebih dekat lagi, terbebasnya bangsa ini dari cengkraman penjajahan
Belanda, Portugis dan Jepang beratus-ratus tahun lamanya adalah hasil
doa dan perjuangan pendahulu kita. Kita bisa jadi melek ilmu
pengetahuan karena jasa guru-guru kita dan kita bisa tumbuh dan
berkembang sampai sekarang, bersekolah dan berkarya, karena doa dan
perjuangan orang tua kita.




Kematian pasti akan kita alami. Yang menjadi masalah adalah, apa yang
akan kita tinggalkan untuk anak cucu dan generasi penerus setelah kita
? Apa yang akan dikenang mereka dari diri kita, ketika kita sudah tidak
bersama mereka lagi ? Atau, biarlah kita meninggal tanpa dikenang dan kehidupan kita berlalu begitu saja seolah terlahir atau
tidaknya kita, tidak ada bedanya.




















9 komentar:

12duadua © 2014