Pages

Senin, 31 Juli 2006

Epifani

Senin, 31 Juli 2006




Secara luar biasa Pak Klasmono sembuh dari penyakitnya. Padahal kemarin
dokter yang juga teman seprofesinya sudah memvonis hidupnya tinggal
menghitung hari. Kecil sekali kemungkinan untuk sembuh. Tapi justru
yang kecil itu yang sekarang terjadi.



Sejak kesembuhannya itu, Pak Klasmono mengalami perubahan yang drastis
menyangkut pandangan hidup dan kehidupannya. Ia merasa ada maksud
tertentu dibalik kesembuhannya yang luar biasa itu. "Saya sudah
disembuhkan, berarti sekarang ganti saya yang harus menyembuhkan"
katanya pada suatu malam.



Pak Klasmono menjadi dokter yang sangat diminati banyak pasien di
daerahku, bahkan banyak juga pasien yang datang jauh dari luar kota.
Caranya menghadapi pasien yang ramah dan tutur katanya yang lembut
menjadikannya berbeda dari dokter-dokter lain. Setiap pasien yang masuk
ke ruang prakteknya disambut dengan sapaan dan senyuman yang sejuk.
Satu lagi, biaya periksa sangat murah bahkan kadang biaya tersebut
sudah termasuk obat yang diberikannya. Tidak heran jika sebagian besar
pasiennya adalah masyarakat kalangan bawah. Keluargaku dan keluarga
istriku termasuk juga dalam buku daftar kunjungannya.


Sayang, saat ini Pak Klasmono telah menyelesaikan tugasnya sebagai
seorang dokter dan sebagai seorang manusia di dunia. Ia telah dipanggil
menghadap-Nya.



Dalam perjalanan hidup seseorang ada suatu peristiwa yang dapat
merubah arah hidupnya. Dr. Martin Seligman menyebut peristiwa itu
sebagai epifani. Ia pernah mengalami epifani
sehingga merubah pandangannya terhadap ilmu psikologi yang selama ini
digelutinya. Dr. Martin Seligman pendiri aliran baru dalam psikologi,
ia menyebutnya Psikologi Positif. Aliran psikologi ini berorientasi
menumbuh kembangan sifat-sifat dan kekuatan positif yang dimiliki
manusia, seperti kebahagiaan, rasa percaya diri dan sebagainya. Berikut
kisah tentang epifani yang pernah dialaminya (dikutip dari buku Authentic Happines yang ditulisnya).



Waktu itu saya sedang menyiangi taman kami bersama putri saya, Nikki,
yang berumur lima tahun. Saya harus mengakui bahwa walaupun telah
menulis sebuah buku dan banyak artikel tentang anak-anak, saya tidak
terlalu pandai menghadapi mereka. Saya berorientasi-tujuan dan hemat
waktu, dan ketika menyiangi taman, saya hanya menyiangi. Namun, Nikki
melemparkan rumput-rumput liar itu ke udara sambil menari dan menyanyi.
Oleh karena dia mengganggu, saya berteriak kepadanya, dan dia berjalan
menjauh. beberapa menit kemudian dia kembali, dan berkata, "Ayah, aku
ingin bicara dengan Ayah."



"Ya, Nikki?"



"Ayah ingat sebelum ultahku yang ke-5? Sejak berumur 3 tahun sampai 5
tahun, aku suka merengek. Aku merengek setiap hari. Pada hari ultahku
yang ke-5, aku memutuskan untuk tidak lagi merengek. Itu hal tersulit
yang pernah kulakukan. Dan kalau aku bisa berhenti merengek, Ayah juga
bisa berhenti menjadi penggerutu."



Peristiwa itu menyadarkannya bahwa dia harus berubah "Ini ilham bagi
saya. Perkataan Nikki tepat sasaran. Saya memang penggerutu. Saya telah
menghabiskan lima puluh tahun hidup saya sebagian besar dengan cuaca
mendung di dalam jiwa, dan sepuluh tahun terakhir saya bagaikan awan
nimbus yang berjalan di sebuah rumah tangga yang disinari mentari.
Nasib apa pun yang saya dapatkan barangkali bukan karena saya seorang
penggerutu, lebih tepatnya saya tetap bernasib baik walaupun saya
penggerutu. Pada saat itu, saya memutuskan untuk berubah."
Akhirnya Ia memfokuskan diri meneliti kekuatan-kekuatan dan
kelebihan-kelebihan yang ada pada manusia, yang akan mengantarkan
dirinya untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.



Setiap manusia mempunyai kemungkinan untuk mengalami epifani, bahkan
dapat terjadi beberapa kali dalam masa hidupnya. Menurut saya, epifani
itu muncul karena pemaknaan hidup. Semakin sering seseorang melakukan
perenungan untuk memaknai perjalanan hidupnya, semakin besar
kemungkinan untuk menemukan epifani.








Jumat, 28 Juli 2006

Apa Yang Akan Kita Tinggalkan Setelah Kita Mati ?

Jumat, 28 Juli 2006




Gajah mati meninggalkan gading...
Harimau mati meninggalkan belang...
Manusia mati meninggalkan amal budi...




Ungkapan diatas teringat kembali setelah saya membaca dialog imajener
Gus Mus (KH Achmad Mustofa Bisri) dengan KH. Hasyim Asy'ari. Keduanya
adalah seorang kyai. Yang satu kyai sekaligus budayawan dan cendikiawan
pengasuh pondok pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang, Yang satunya
lagi tokoh pendiri NU dan juga pendiri pondok pesantren Tebu Ireng,
Jombang.



KH. Hasyim Asy'ari yang wafat hampir 60 tahun yang lalu seolah hadir
dihadapan Gus Mus dalam bentuk pemikiran dan cita-citanya. Gus Mus
sangat prihatin dengan kondisi umat (jam'iyah) saat ini. Menurut
Beliau, ummat saat ini tidak saja berbeda pendapat tetapi sudah
mengarah pada perpecahan dan saling benci. Bahkan lebih parah lagi,
sesama saudara, sebangsa, setanah air, seagama, seummat, se-jam'iyah
saling memutuskan hubungan.




Pemikiran dan cita-cita KH. Hasyim Asy'ari untuk menyatukan ummat dan
membangun kehidupan yang baik berbangsa dan bernegara menjadi
penghilang dahaga dan penyejuk hati yang panas. Ingatan akan kewibawaan
dan kesahajaannya kembali hadir meskipun selama hidupnya, Gus Mus belum
pernah bertemu dengan Hadlratussyeikh, sebutan Gus Mus pada KH. Hasyim
Asy'ari. Waktu wafatnya, Gus Mus masih berusia 3 tahun.



Manusia boleh mati, jasadnya boleh lebur dengan tanah, tapi kenangan
akan kebaikan dan buah pemikirannya akan abadi sampai akhir nanti.




Sebagai seorang muslim, tentu saya terkenang usaha Muhammad saw sebagai
seorang warga negara berfikir bagaimana mengeluarkan saudara
sebangsa dan setanah airnya, bahkan saudara sesama umat manusia untuk
keluar dari krisis moral yang sangat parah dan menuju kehancuran. Buah
dari renungan dan pemikirannya itu, Beliau mendapat petunjuk berupa
wahyu Al Qur'an. Sampai saat ini wahyu tersebut menjadi pegangan hidup
bagi seluruh umat muslim sedunia. Dengan diterimanya wahyu itu,
Muhammad saw menjadi nabi sekaligus utusan-Nya.




Lebih dekat lagi, terbebasnya bangsa ini dari cengkraman penjajahan
Belanda, Portugis dan Jepang beratus-ratus tahun lamanya adalah hasil
doa dan perjuangan pendahulu kita. Kita bisa jadi melek ilmu
pengetahuan karena jasa guru-guru kita dan kita bisa tumbuh dan
berkembang sampai sekarang, bersekolah dan berkarya, karena doa dan
perjuangan orang tua kita.




Kematian pasti akan kita alami. Yang menjadi masalah adalah, apa yang
akan kita tinggalkan untuk anak cucu dan generasi penerus setelah kita
? Apa yang akan dikenang mereka dari diri kita, ketika kita sudah tidak
bersama mereka lagi ? Atau, biarlah kita meninggal tanpa dikenang dan kehidupan kita berlalu begitu saja seolah terlahir atau
tidaknya kita, tidak ada bedanya.




















Rabu, 26 Juli 2006

Terapi Ion : Mengeluarkan Racun Dalam Tubuh

Rabu, 26 Juli 2006


Waktu kami berkunjung ke rumah mertua, tiba-tiba Ibu mertua saya
menawari kami mencoba terapi ion. Kebetulan sebulan yang lalu ibu
dibelikan kakak ipar seperangkat alat terapi tersebut. Sebetulnya saya
agak geli menerima tawaran tersebut dan bertanya-tanya benarkah terapi
semacam itu dapat menghilangkan berbagai macam penyakit termasuk
penyakit yang berat. Tapi tidak apa-apa mencobanya sekaligus
menyenyangkan hati ibu mertua.




Memang, akhir-akhir ini banyak saya lihat spanduk dan brosur yang
mengiklankan pengobatan alternatif dengan terapi ion. Katanya, terapi
ini dapat menghilangkan racun-racun yang ada dalam tubuh dan juga dapat
mengobati berbagai gejala tidak enak badan seperti susah tidur, badan
pegel linu, rematik dan daya tahan tubuh yang lemah. Bahkan dapat juga
menghilangkan (mengurangi) keluhan penyakit-penyakit dalam seperti
ginjal, lever, asam urat dan aliran darah yang kurang lancar.

Terapi ini cukup mudah dan murah. Pasien hanya merendamkan kedua kaki
dengan air garam bersama dengan alat terapi diantara kedua telapak
kakinya. Penyakit yang diderita pasien di diteksi dengan melihat warna
air rendaman, misalnya kalau air rendaman berwarna kuning kehijauan
berarti pasien menderita penyakit ginjal dan saluran kencing lainnya,
kalau coklat kehitaman berarti liver atau gangguan akibat merokok,
warna hijau tua berarti gangguan pada empedu dan sebagainya. Untuk satu
kali terapi biaya yang dikenakan pasien antara 5 sampai 10 ribu. Terapi
akan efektif jika diulang sebanyak 6 kali.


Menjamurnya terapi ion tersebut menggelitik seorang profesor dari salah
satu universitas negri di Surabaya untuk membuktikannya dalam
serangkaian penelitian. Setelah meneliti kandungan air rendaman di
laboratorium, ternyata tidak ada racun didalamnya, air rendaman itu
hanya mengandung leburan logam yang bersal dari elektroda yang
digunakan. Jadi terapi ion itu sama sekali tidak dapat menghilangkan
racun dalam tubuhr

Tapi mengapa penelitian itu berbeda dengan testimoni para pasien yang
pernah menggunakannya ? Berikut tertimoni pasien yang dimuat dalam
salah satu surat kabar nasional.





















Marlina (48 tahun),
karyawati sebuah penerbitan di Jakarta, sudah lama susah tidur.Berbagai
terapi sudah diikuti, tetapi belum juga terlihat hasilnya. Akibatnya,
ia terlihat kurang segar. Untunglah, lewat terapi ion detoks , Marlina
bisa tidur nyenyak. Badan pun lebih segar. Katanya, saat didetoks, air rendaman kakinya berwarna cokelat tua.








Perasaan
dikungkung stres menimpa Rini (40), karyawati sebuah perusahaan asuransi. Seperti
halnya Marlina, terapi penghilang stres
telah dijalaninya. Sayangnya, semua pengobatan itu tak juga menunjukkan hasil signifikan. Nah, setelah menjalani
detoksifikasi sebanyak 3 kali, Rini
mampu berpikir jernih. Selain itu, berat badan turun, semula 70 kg menjadi 67 kg. Saat diterapi, warna air
berubah menjadi kehitaman dan timbul genangan minyak.








Subianto
(27)
didiagnosis mengalami gangguan hati. Ia merasa nyeri luar biasa bila perut
sebelah kanan ditekan dengan jari. Setelah menjalani terapi ion detoks , Subianto
tidak merasa sakit lagi. Warna air hasil
rendaman kaki Subianto hitam pekat dan terdapat endapan seperti lumut.

Lebih aman, untuk menghilangkan racun dalam tubuh, banyak-banyak minum
air putih. Racun dan zat-zat lain yang tidak dibutuhkan dalam tubuh
akan dibuang melalui keringat.





















Selasa, 18 Juli 2006

Belenggu

Selasa, 18 Juli 2006

Sudah aku bilang. Aku butuh melompat dan berlari. Lompatan-lompatan itu
membangkitkan energiku. Jalan menjadi terang karena energi itu. Kamu
sudah merasakan kan ? Satu dua kali lompatan kemarin membuat jalan kita
terang, tujuan kita semakin nampak. Aku perlu berlari untuk sampai ke
tujuan itu dan membawamu kesana.



Kamu bisa merasakan kan ? begitu nikmatnya melompat dan berlari. Dengan
jalan yang terang dan tujuan yang jelas. Sudah lama kita berjalan dalam
kegelapan, berjalan tanpa arah dan tujuan. Mengejar sesuatu yang tidak
tampak.



Kamu bisa merasakan kan ? Kemarin kita bisa bernafas lega, menghirup
angin yang berhembus, merasakan udara kebebasan yang sejuk. Energi yang
melimpah ruah.



Tapi sekarang. Lompatan-lompatan tidak bisa kulakukan. Bola besi itu
terlalu berat, rantai itu terlalu pendek untuk melompat tinggi.
Jangankan untuk berlari, melangkah saja rasanya sulit sekali. Aku hanya
bisa bergeser, menyeret kaki.



Jalan redup kembali, energi itu tidak muncul lagi. Kembali kita berjalan dalam kegelapan. Tujuan tak terlihat lagi.



Apa sebenarnya maumu dengan memasang pemberat itu. Yang membuatku tidak
bisa bergerak, melompat dan berlari. Atau memang ini tujuanmu.
Menciptakan belenggu-belenggu.



12duadua © 2014