Pages

Selasa, 30 Mei 2006

Buku Harian

Selasa, 30 Mei 2006



Beberapa
hari ini aku mencoba menulis kembali buku harian. Aku ingin buku itu
menjadi kumpulan ide dan gagasan untuk referensi pribadi. Aku tidak
tahu ide dan gagasan itu akan menjadi tulisan sungguhan yang bisa
dinikmati juga oleh orang lain atau hanya sekedar coretan-coretan yang
tidak bermakna.




Niat
untuk menulis buku harian itu berawal dari berkurangnya akses ke blog
yang aku punya dan karena aktifitas pekerjaan yang banyak menguras
pikiranku. Aku sangat terbantu dengan adanya blog, terutama Multiply.
Media itu membantu menampung ide dan membuat aktifitas menulis jadi
menyenangkan.




Menulis
memang menyenangkan, karena itulah aku berusaha untuk selalu menulis
tanpa menghiraukan hambatan dan keterbatasan yang aku alami. Menulis di
buku harian, mungkin inilah jalan yang terbaik untuk mengatasi kendala
dan keterbatasan akses internet. Hanya satu saja kendala yang ada untuk
menulis buku harian, yaitu tidak adanya kemauan, kalau ini bisa diatasi
pasti lembar demi lembar buku harian akan terisi. Terbukti, pagi tadi
pikiranku lagi blank, mencoba mencari ide tulisan tidak muncul, aku
paksa membuka buku harian dan muncullah tulisan ini.




31 Me1 2006

Pagi
ini tidak ada ide yang muncul untuk kutuliskan baik di buku ini maupun
di MP. Pikiranku benar-benar kosong tanpa selintaspun bahan tulisan.
Karena itu pagi ini aku bermalas-malasan di tempat tidur. Saking
parahnya, minat untuk membaca sesuatu baik buku atau koranpun tidak
ada. Parahlah pokoknya.




Tidak
bermakna memang, tapi cukuplah untuk membuktikan pada diriku sendiri
bahwa hanya kemauanlah yang paling penting untuk memulai menulis
sesuatu.




Aku
sangat sedih ketika mengawali menulis buku ini karena bersamaan dengan
bencana gempa di Jogja, kota kenangan yang tak pernah kulupa. Halaman
pertama buku ini berisi keprihatinanku dan menyampaikan turut berbela
sungkawa untuk saudara-saudaraku yang sedang berduka di Jogja.




Awalnya
aku mengira tidak terjadi apa-apa dengan gempa yang juga aku rasakan di
rumahku Sabtu pagi kemarin. Sampai ketika mengantar istriku ke
kampuspun aku masih bertanya-tanya melihat di depan kampus ada
mahasiswa yang menyodorkan kotak sumbangan yang bertuliskan SUMBANGAN
UNTUK JOGJA. Ada apa dengan Jogja ?




Setelah
itu aku mampir ke warnet dan baru tahu. Ternyata gempa yang tadi pagi
bersumber di laut sebelah selatan Jogja. Gempa itu cukup besar, 5,9 SR.
Banyak korban yang meninggal dunia selain banyak bangunan yang rata
dengan tanah.




Masyaallah, malamnya breaking news
di televisi menyebutkan lebih dari 100 orang meninggal dan hari ini
tercatat lebih dari 5 ribu orang meninggal, masih dimungkinkan korban
akan bertambah karena banyak tempat yang masih belum terjangkau. Semoga
Sang Penguasa Alam menguatkan hati mereka dan membukakan hati kita
semua untuk membantunya.



Rabu, 17 Mei 2006

Selamat Tinggal Bendungan........!!!!!

Rabu, 17 Mei 2006

Air. Ya
air. Kata itu yang pertama kali teringat ketika aku mendapat hambatan.
Tidak tanggung-tanggung hambatan itu bagaikan sebuah bendungan dengan
dinding-dinding yang kokoh. Perangkap yang menahanku. Tidak bisa
kemana-mana, aliranku terhenti ke semua arah, membentur dinding
bendungan yang tinggi dan tebal.


Seperti
air, akupun mencoba mencari celah, tidak perlu besar, kecilpun bisa.
Kuperiksa semua sudut lekukan dinding. Berkelit diantara bebatuan.
Menyibak lumut dan ganggang. Dan..almhamdulillah, akhirnya aku
menemukan celah. Sempit, sempit sekali. Aku tidak bisa mengalir, hanya
meresap. Pelan, sedikit demi sedikit. Meski tubuh terhimpit dan
tergores retakan dinding yang tajam, tapi terus aku berusaha. Sejenak
aku menikmati kebebasan, keluar dari tekanan yang menyesakkan.

Hemmmm....Ternyata
kebebasan yang sedikit itu tidak berlangsung lama. Segera setelah tau
aku keluar lewat celah sempit itu, celahpun ditutup dengan semen dan
pasir, diletakkan batu di luarnya. Tidak apa-apa, aku masih tetap air
yang dingin dan sejuk.

Aku
memanggil angin, kuajak ia bermain, meliuk-liuk dan beriak.
Berputar-putar dari sudut sana ke sudut sini. Tarianku membentuk
gelombang. Kadang besar tinggi, kadang juga kecil merayap. Sesekali
juga nakal, mengejek dinding dan bebatuan. Meski tak mungkin
menjebolnya tapi kubenturkan juga. Yaaa....untuk suara grubyak...yang
entah berirama atau tidak. Bagiku dan angin, itu sebuah alunan musik
klasik indah.

Aku
meminta pada awan agar jangan menutup tirainya. Juga pada malam,
berilah siang untuk panjang sedikit. Aku ingin menatap matahari dan
bercerita padanya tentang bendungan dan semuanya. Aku ingin merasakan
kehangatannya dari sinarnya yang terik.

Semakin
lama sinar matahari semakin terasa. Erat memelukku. Akupun semakin
asyik bercerita. Aku hanya ingin kembali ke tempat asalku, kataku
padanya. Ya benar, samudra tempat kembaliku.

Tiba-tiba
badanku terasa ringan, terbang, berbaur dengan angin dan mendekat ke
awan. Hohohohoho.....benar-benar terbang, tinggi, tinggiiiiii sekali,
meninggalkan bendungan yang angkuh. Inikah yang dinamakan
kebebasan....bergerak mininggi tanpa halangan. Awan.......wajahmu yang
putih...... terimalah aku berkumpul bersamamu. Angin....... ajaklah aku
berkeliling sampai ke ujung cakrawala. Matahari.......... aku memandangnya
kembali, terima kasih ucapku, kau bagi energimu hingga menerbangkanku.

Kalau
boleh aku memintan, aku ingin berlama-lama bersama awan dan agin. Menjelajah, menaiki
gunung, menuruni lembah. Tapi kini saatnya aku harus kembali menjadi diriku.
Kembali ke takdir penciptaanku. Menjadi teman akrap bagi bumi tempat
berpijak. Hahahaha.... bahagianya aku, disambut bocah-bocah riang, berlarian
dengan telanjang dada. Menjadi harapan petani, padi dan sawah. Wahai
sungai... apa kabar kamu. Disana kita terpisahkan, kini bertemu kembali.
Masih sudikah kau mengantarku ke tempat asalku ?





Selasa, 16 Mei 2006

Sasa dan Sandi Hilang

Selasa, 16 Mei 2006

Salsabila
biasa dipanggil Sasa, gadis kecil manis usia 5 tahun, anak tetangga
depan rumah, kemarin membuat geger tetangga-tetangga sekitar.
Sebentar lagi maghrib tiba, tetapi ia belum juga pulang. Tidak biasanya
ia seperti ini. Ibunya mulai bingung, mencari di tetangga-tetangga
sebelah, menanyakan ke anak-anak teman sepermainannya. Mereka semua
menjawab tidak tahu.

Sampailah
ibunya ke rumah Sandi, teman main Sasa juga. Ternyata Sandi juga
belum pulang. Bapaknya sudah mencarinya, bahkan sampai ke pinggir
kampung.

Tetangga-tetangga
pada keluar semua, saling bertukar informasi, kapan terakhir mereka
bertemu kedua anak itu. Yang paling terakhir bertemu adalah Pak Sugeng.
Sore tadi, Pak Sugeng melihat Sasa dan Sandi di pertigaan dekat jalan
raya. Sepertinya mereka menunggu kereta mini lewat. Tetangga yang lain
membenarkan, ada yang mendengar siang tadi mereka membicarakan kereta
mini di samping rumahnya. Kereta mini itu sering lewat di kampungku.
Azif, anakku, juga sering naik kereta itu, tentu bersama istriku atau
Mak Rah pembantuku.

Orang
tua Sasa dan Sandi tambah bingung, mereka tidak membawa uang
sepeserpun. Dugaan jelek mulai muncul, jangan-jangan abang pemilik
kereta menurunkan mereka begitu saja karena tidak membayar. Dugaan yang
paling jelekpun pun juga muncul, jangan-jangan mereka diculik. Belum lama
ini Putri, anak tetangga sebelah rumah diambil perhiasannya sewaktu
pulang sekolah.

Aku,
Pak Sugeng, Bapaknya Sandi dan Ibunya Sasa mulai mencari ke tempat yang
lebih jauh menggunakan sepeda motor. Dugaan awal Sasa dan Sandi naik
kereta mini itu. Kami berempat berpencar, mengikuti semua jalan yang
mungkin di lalui kereta mini itu.

Aku
mengambil jalan ke arah kanan menyusuri jalan kampung yang naik turun.
Samar terdengar suara kereta mini. Aku mempercepat laju sepeda motorku.
Benar. Di depan kereta mini sedang berhenti menurunkan penumpang. Aku
menghampirinya dan berharap menemukan Sasa dan Sandi. Dari atas kereta
ada yang memanggil-manggilku, semoga Sasa dan Sandi, hatiku sedikit
lega. Ternyata bukan mereka berdua, tapi Azif dan Mak Rah. Aku langsung
bertanya ke Mak Rah tentang Sasa dan Sandi. Mak rah menjawab tidak
tahu. Langsung aku memacu sepeda motorku kembali.

Adzan
maghrib sudah berlalu, orang-orang di masjid sudah mulai sholat
berjamaah. Aku menyerah dan kembali ke rumah. Di rumah Sasa sudah
berkumpul banyak orang. Terlihat ibunya Sasa menangis.

Tidak
beberapa lama Pak Sugeng datang bersama Sasa dan Sandi. Alhamdulillah
mereka berdua sudah kembali. Bener dugaan Pak Sugeng, Sasa dan Sandi
memang naik kereta mini itu, tetapi tidak diturunkan paksa oleh pemilik
kereta. Sandi dan Sasa lupa tempatnya naik tadi, jadi mereka turun agak
jauh sehingga harus mencari-cari jalan untuk pulang. Semua tetangga
lega, tidak terjadi apa-apa pada Sasa dan Sandi.

Memang
anak yang masih kecil harus diawasi meskipun tidak boleh terlalu ketat.
Mereka belum paham tentang bahaya, belum mengerti ini boleh dilakukan
dan itu tidak. Masih butuh pendamping dan pengarah.

Semoga kejadian Sasa dan Sandi menjadi pelajaran untukku dan untuk teman-teman semua.



Selasa, 09 Mei 2006

FUTSAL

Selasa, 09 Mei 2006

Setelah sekian lama tidak berolah raga, akhirnya tadi malam aku bersama
teman-teman kantor bermain sepak bola lapangan kecil yang lebih dikenal
dengan FUTSAL. Rencana itu sudah lama kami rancang, tetapi baru kali
ini bisa terlaksana. Asyiiiiiiik



Sepak bola memang olah raga yang paling aku senangi. Sejak kecil, sepak
bolalah yang paling sering aku mainkan dibandingkan dengan jenis olah
raga yang lain. Terkadang aku main dengan teman-teman kampung, dilain
waktu dengan teman-teman sekolah, sering juga hanya berdua dengan
adikku di ruang tamu dengan gawang kusen pintu, tentu ketika bapak dan
ibu sedang tidak ada di rumah.



Semasa kuliah, aku punya club sepak bola namanya Super
Kenchot
. Aku lupa mengapa dinamakan demikian. Seingatku,
super itu artinya sangat dan kenchot artinya kelaparan (kalau tidak
salah) jadi kalau disambung artinya kelaparan yang sangat, ciri khas
anak kost waktu itu. Anggota club sepak bola ini adalah teman-teman
satu kost. Tempat kostku dulu sangat besar, seperti asrama mahasiswa,
cukuplah untuk membikin satu kesebelasan ditambah cadangannya.



Kembali cerita tentang FUTSAL. Karena sudah lama tidak berolah raga,
badan ini rasanya berat sekali, susah untuk lari, padahal lapangannya
kecil. Baru sepuluh menit bermain, nafas sudah ngos-ngosan, padahal
dulu kuat main 2 kali 45 menit. Sekarang, setelah selesai, badan
pegel-pegel semua.



Aku bilang sama teman-teman, sebaiknya FUTSAL ini dilakukan rutin,
mungkin seminggu sekali, selain untuk kesegaran badan juga untuk
refreshing. Aku bilang juga, kalau dilakukan rutin pegel-pegel setelah
bermain akan hilang karena otot sudah terlatih.



Akhirnya, kami setuju untuk merutinkan FUTSAL. Biayanya kita tanggung
bersama dengan iuran tiap bulan. Hemmm, dari kecil, sekolah, kuliah
sampek kerja main bolaaaaa terus.







Gambar dari : Indoor Soccer





Selasa, 02 Mei 2006

Oase di Tengah Gurun Pendidikan Nasional

Selasa, 02 Mei 2006

Membicarakan pendidikan nasional, segera terpampang berbagai masalah
yang menggambarkan begitu muramnya wajah pendidikan nasional kita.
Komitmen pemerintah yang setengah-setengah dalam menangani pendidikan
menunjukkan pendidikan belum menjadi prioritas utama bagi pemerintah.
Kekurang seriusan itu setidaknya tercermin dalam alokasi dana untuk
pendidikan. Untuk tahun anggaran 2006, dana untuk pendidikan
dialokasikan sebesar 9,1 persen. Padahal berdasarkan pasal 31 (4) UUD
1945, anggaran untuk pendidikan minimal 20 persen.



DPR sebagai wakil rakyat pun tidak bisa berbuat apa-apa dalam
merumuskan anggaran untuk pendidikan. Sebenarnya dalam struktur
organisasi DPR terdapat komisi yang membidangi masalah pendidikan yaitu
Komisi X. Namun komisi ini tidak mempunyai wewenang untuk ikut campur
menyusun APBN termasuk anggaran untuk pendidikan, meskipun melalui
penggunaan fungsi budgeting, pemerintahlah satu-satunya pihak yang
berwenang.



Minimnya alokasi dana untuk pendidikan ini menyebabkan buruknya sarana
dan prasarana pendidikan. Banyak sekolah yang sudah tidak layak untuk
dijadikan tempat belajar mengajar. Atap dan langit-langit, serta
sebagian dinding jebol di sana-sini. Sejak dibangun sampai sekarang
belum pernah direnovasi. Wajar bila salah seorang guru menyindir dengan
sebuah pertanyaan “Kapan Sekolah Kami Lebih Baik Dari Kandang Ayam”.



Keprihatinan semakin dalam ketika melihat moral anak-anak didik kita.
Tawuran antar sekolah seringkali terjadi. Pendidikan di sekolah tidak
menjadikan mereka cerdas, menyelesaikan masalah dengan elegan,
menyelesaikan masalah tanpa masalah. Benteng emosi mereka begitu rapuh,
sedikit saja ada pemicunya amarah meluap-luap.



Hati ini semakin sedih lagi ketika melihat berita di berbagai media
tentang aksi pornografi sudah masuk ke lingkungan sekolah. Tersebarnya
video-video porno baik yang melalu internet maupun telepon seluler yang
pelakunya siswa-siswi SMU makin sering terjadi di berbagai daerah.



Diantara berbagai masalah pendidikan yang semakin susah untuk
dibayangkan penyelesainnya, ada berita yang menggembirakan terkait
tentang pendidikan nasional kita. Indonesia menempati urutan kedua
dalam perolehan medali dalam Olimpiade Fisika Asia (Asian Physics
Olympiad / APhO) yang diselenggarakan di Almaty, Kazakhstan, 23-29
April 2006 yang lalu. Tim kita memperoleh dua mendali emas atas nama
Pangus (SMA Kristen 3 Penabur, Jakarta) dan Irwan Ade Putra (SMA Negeri
1, Pekanbaru), satu medali perak atas nama Jonathan Pradana Mailoa (SMA
Kristen 1 Penabur, Jakarta) dan tiga medali perunggu atas nama Andy
Latief (SMA Negeri 1, Pamekasan), Muhammad Firmansyah Kasim (SMP
Athira, Makassar), dan Rudy Handoko (SMP I Sutomo, Medan).



Prestasi tersebut sangat membanggakan bagi kita, apalagi dua perunggu
dipersembahkan oleh siswa SMP. Menurut catatan, baru pertama kalinya
sejak Olimpiade Fiska Asia diselenggarakan, siswa SMP mendapat medali
perunggu.



Sumber :

1. Alokasi Minimal Pendidikan Tergantung Niat Baik Pemerintah

2. Kapan Sekolah Kami Lebih Baik dari Kandang Ayam

3. Heboh Rekaman Syur Siswa SMU..........

4. Tim Olimpiade Fisika Indonesia Raih Dua Medali Emas









Senin, 01 Mei 2006

Sekolah Yang Menyenangkan

Senin, 01 Mei 2006



Semalam saya melihat Republik BBM. Topik yang dibahas mengenai pendidikan nasional. Kali ini, Republik BBM menghadirkan Ingrit Widjanarko sebagai Menteri
Pencerdikan Nasional. Ia mengungkapkan keprihatinannya melihat kondisi
sekolah yang tidak memadahi, reot, terkena banjir dan banyak yang roboh
karena termakan usia. Imam B Prasojo dan Yohanes Surya sebagai nara sumbernya.




Sindiran-sindiran yang kocak banyak ditujukan pada negara Indonesia
yang dalam acara itu diposisikan sebagai negara tetangga. Dalam sindirannya, Imam B
Prasojo mengatakan kondisi sekolah-sekolah di negeri BBM masih sedikit lebih baik dibanding
kandang kambing dan gaji guru-gurunya masih sedikit lebih untuk dimakan sehari.
Pernyataan itu jelas menyentil pernyataan wapres Jusuf Kala yang berang saat
menanggapi puisi dari salah satu guru tentang realitas pendidikan di
Indonesia.




Yang menarik adalah ketika Imam ditanya tentang visi masa depan
pendidikan di negeri BBM. Ia berharap, sekolah-sekolah di negeri BBM menjadi
tempat yang menyenangkan yang membuat setiap pagi anak didik selalu
rindu untuk pergi ke sekolah, bukan tempat yang mebahayakan karena bangunan
hampir roboh dan bukan tempat yang menakutkan karena terbebani mata
pelajaran yang memberatkan dan ancaman tawuran antar sekolah.

Sekolah yang menyenangkan menjadi impian semua anak didik, orang
tua dan juga para guru. Saya pernah membaca novel Toto Chan, Gadis
Kecil di Tepi Jendela, yang ditulis





Tetsuko
Kurohayanagi. Membayangkan sekolah yang digambarkan dalam novel itu
memang mengasyikkan, tempat belajarnya sebuah gerbong kereta, anak
didik bebas memilih mata pelajaran yang disukai dan yang diajarkan
bersumber dari lingkungan sekitar anak didik. Proses belajar mengajar
tidak hanya diselenggarakan dikelas saja, terkadang juga di alam
terbuka. Model sekolah yang semacam itu mungkin tepat untuk diterapkan
di sekolah-sekolah kita.










12duadua © 2014